Muda memang bukan sebatas usia. Lebih dari itu, menjadi muda adalah menjadi politis, yaitu memiliki kepedulian, pemahaman, dan keikutsertaan dalam menentukan arah besar komunitas ataupun bangsanya. Takdir ini harus diterima oleh setiap generasi anak bangsa Indonesia, yakni mengambil peran sentral dalam menentukan ke mana bangsa ini bergerak, apakah menuju kemakmuran atau justru kemunduran.
Konsekuensinya, anak muda yang diam akan dianggap tidak punya hati dan menyia-nyiakan momentum sejarah mengubah kondisi masyarakat di sekitarnya. Sebaliknya, saat anak muda berani bersuara, ini akan menjadi awal dari seluruh perubahan struktural yang masif di masyarakat.
Boedi Oetomo menjadi awal gerakan pemuda pada masanya, diikuti desakan kaum muda pra-kemerdekaan agar independensi diperjuangkan, hingga tiba saatnya untuk kemerdekaan itu juga segera dideklarasikan. Kemudian, anak-anak muda dari berbagai latar ideologi terjun ke medan tempur untuk menegaskan kedaulatan bangsa yang merdeka dan mewujudkan cita-cita kemerdekaan.
Sampai pada Reformasi 1998, gelombang demokratisasi pun diawali oleh kaum muda. Ini adalah rangkaian semangat pemuda dari zaman ke zaman di bangsa ini. Hari ini, tentunya mimpi anak muda harus melampaui batas-batas teritorial. Dunia semakin terhubung, jarak semakin dekat, dan bumi semakin mengecil. Lewat Youth 20 (Y20), anak muda dari berbagai bangsa bahkan dapat turut mendorong sebuah agenda bersama untuk dunia.
Di Jakarta, kita turut memulainya. Sebagai tuan rumah di mana acara Konferensi Tingkat Tinggi Y20 dibuka dan dilaksanakan, hampir seratus delegasi pemuda dunia akan datang berkumpul memikirkan masa depan bangsa-bangsa.
Pikiran-pikiran anak muda diramu secara hati-hati untuk masa depan dunia yang lebih baik, mulai dari masalah masa depan ketenagakerjaan, transformasi digital, keberlanjutan planet, hingga isu keberagaman dan inklusi. Semuanya merupakan problem lintas generasi dan lintas bangsa. Semua itu adalah juga persoalan masa depan, bukan hanya bagi satu atau dua bangsa, tapi masa depan dunia kita bersama.
Sebuah keberuntungan yang tidak terduga adalah dukungan dari pemimpin-pemimpin dengan mindset global dalam membantu pemuda-pemuda ini merumuskan Deklarasi Pemuda Dunia. Sebut saja, Gubernur Jakarta Anies Baswedan yang menjadi tuan rumah (bersama Jawa Barat) dalam rangkaian Y20 Indonesia. Kehadiran Gubernur Anies memperlihatkan komitmen dari seorang kepala daerah yang paham dengan cara kerja dunia.
Sebagai tokoh anak muda, Gubernur Anies bukanlah orang yang asing dengan kolaborasi antarbangsa. Sudah sejak belia, profil internasionalnya terbangun. Sejak duduk di sekolah menengah, waktu pendidikannya dihabiskan dalam program pertukaran pelajar di Amerika Serikat. Setelah menyelesaikan studi di UGM, Gubernur Anies belajar di berbagai universitas di negara Paman Sam itu. Menghadiri konferensi dan berpidato di berbagai forum internasional pun kerap dijabaninya.
Layaknya kakeknya AR Baswedan yang ikut berdiplomasi meminta surat pengakuan kedaulatan Indonesia sebagai negara merdeka dari pemerintah Mesir, Anies pun memiliki gestur yang serupa. Dia ingin keresahan anak muda Indonesia hadir dalam percakapan forum pemimpin dunia G20. Kepemimpinan daerah yang memiliki sentuhan internasional ini sangat dibutuhkan dalam membangun kolaborasi antarbangsa.
Gubernur Anies tampak ingin membuktikan DKI Jakarta sebagai kota kolaborasi, di mana ide-ide besar dilahirkan, diuji, dan diwujudkan. Di KTT Y20 Indonesia, agenda-agenda besar yang hendak didorong kaum muda dapat didiskusikan dengan tajam dan mendalam. Pembicaraan dengan frekuensi yang sama bersama pemimpin-pemimpin daerah yang memiliki perspektif internasional tentunya akan sangat membantu menjaring aspirasi pemuda dari akar rumput.
Komitmen kolaborasi antarbangsa yang diperlihatkan oleh Jakarta, sebagai tuan rumah pertemuan delegasi pemuda dunia, pastinya akan meringankan beban Presiden Joko Widodo dalam memimpin G20. Isu yang dibicarakan di forum pemimpin tertinggi di Leader's Summit di Bali, November nanti harus dipastikan juga menyerap aspirasi dari anak muda akar rumput.
Maka dalam era kolaborasi dunia, kepemimpinan dengan profil internasional di tingkat pusat hingga daerah sangat dibutuhkan. Pemimpin nasional dan daerah di Indonesia ke depan harus memiliki wawasan global dan mampu menggerakkan semangat pemuda Indonesia untuk menjadi gerakan kebersamaan menjaga masa depan dunia.
Kemajuan bersama inilah yang menjadi mimpi yang ingin kita wujudkan sejak era kemerdekaan, di mana pemuda Indonesia memiliki peran sentral dalam perekonomian dunia dan diplomasi global.
Pada masa Presiden Sukarno, solidaritas antarbangsa dibangun. Hingga saat ini sampai ke Presiden Jokowi, pemimpin-pemimpin penerus sudah memperkuat dan membuktikan Indonesia layak bersinar di forum dunia.
Di masa depan, pemimpin-pemimpin Indonesia selanjutnya harus mampu mewarnai dunia juga dengan nilai-nilai dan optimisme yang khas dengan nuansa Indonesia. Itulah saat di mana Indonesia memiliki peran besar dalam menjaga perdamaian dunia dan turut mengupayakan kesejahteraan bangsa-bangsa. Impian besar itu, dari pemuda untuk dunia, kita mulai dari Jakarta. [detik]
Michael Victor Sianipar Co-chair Y20 Indonesia 2022, Ketua DPW PSI DKI Jakarta