Ketua MK Anwar Usman Tak Tahu Idayati Adik Jokowi, Bantah Pernikahan Politik

[PORTAL-ISLAM.ID]  Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman mengaku tak mengetahui Idayati ialah adik dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Hal itu disampaikan Anwar Usman dalam kuliah umum di Universitas Kupang yang disiarkan di kanal YouTube MK, Kamis (2/6/2022).

"Saya cerita sedikit, perkenalan ini sangat singkat, Oktober 2021, lamaran bulan Maret, Jadi saya enggak nyangka beliau ini adiknya seorang presiden," ucap Anwar Usman.

Dalam kesempatan itu, Anwar Usman membantah pernikahannya dengan Idayati sebagai pernikahan politik.

"Wah apakah saya tahu, bahwa almarhum istri saya akan meninggal dan saya tidak kenal kok [dengan Idayati-red]. Demi Allah," katanya.

"Misalnya ada yang menuding, ini perkawinan politik. Lah, saya bukan partai politik. Apa yang saya cari? Lha untuk apa? Pak Jokowi juga tidak bisa lagi ikut Pilpres 2024, sudah 2 periode," ujar Anwar Usman.

Ia pun menyebut bahwa Jokowi pada akhirnya menyetujui pernikahannya dengan Idayati.

Anwar Usman meyakini peristiwa yang terjadi padanya bukanlah sebuah kebetulan.

"Setelah Pak Jokowi menyetujui saya dengan adiknya untuk dinikahkan, lagi-lagi saya enggak tahu, secara kebetulan atau bagaimana, tapi yang pasti tidak ada yg kebetulan menurut Tuhan, menurut Allah, menurut agama islam, saya yakin semua agama begitu," tuturnya.

Hingga akhirnya bisa menjadi Ketua MK, bahkan bisa menikahi adik Jokowi.

"Semakin banyak caci-maki, semakin banyak pahala untuk saya. Alhamdulilah dinaikan derajatnya menjadi Ketua MK, malah dapet putri Solo terakhir," ucap Anwar Usman yang disambut tepuk tangan peserta kuliah umum.

Anwar Usman lantas menyatakan berbagai rumor itu adalah risiko jabatan hakim. 

Sebab, pengadilan adalah dunia yang penuh dengan fitnah dan caci maki.

"Dunia peradilan penuh dengan fitnah, penuh caci-maki," kata Anwar Usman.

Ketua MK Anwar Usman menikah dengan adik dari Presiden Jokowi, Idayati di Solo pada 26 Mei lalu. 

Sejumlah pejabat negara hadir termasuk Presiden Jokowi.

Pernikahan mereka menjadi sorotan lantaran Anwar Usman masih menjabat sebagai Ketua MK.

Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) membuat petisi yang menuntut Anwar Usman mundur dari jabatannya.

PBHI menilai pernikahan Usman dengan Idayati membuat posisinya sebagai Ketua MK rawan konflik kepentingan.

“Hubungan kekeluargaan ini tentu bermasalah, baik dari segi etika profesi dan perilaku hakim,” kata Ketua PBHI Julius Ibrani lewat keterangan tertulis, Kamis (2/6/2022). Petisi itu dibuat di laman change.org.

Julius mengatakan dalam perkara pengujian undang-undang, presiden adalah pihak yang sama dengan DPR. Presiden adalah pelaksana undang-undang. 

Sehingga dalam setiap pengujian UU, keterangan presiden selalu mempertahankan atau menolak pembatalan. 

“Kepentingan presiden jelas berlawanan dengan kepentingan pemohon yang ingin UU dibatalkan,” kata Julius.

Julius melanjutkan posisi Anwar Usman juga menjadi rawan konflik kepentingan dalam perkara gugatan hasil pemilu. 

Sebab, dua keluarga Jokowi menjadi pemenang di pilkada Solo dan Medan.

“Lantas, apakah Anwar Usman bisa melaksanakan tanggung jawabnya memeriksa perkara di MK? Jawabannya, enggak,” kata dia.

Julius mengatakan UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman telah mengatur untuk menghindari adanya konflik kepentingan. 

Pasal 17 ayat (4) UU tersebut menyatakan, "Ketua majelis, hakim anggota, jaksa, atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai dengan pihak yang diadili atau advokat."

“Belum termasuk perkara perselisihan hasil pemilu,” kata dia.

Julius menilai hubungan keluarga antara Anwar Usman dengan Jokowi juga melanggar Peraturan MK RI No. 09/PMK/2006 tentang Pemberlakuan Deklarasi Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi. 

Aturan itu mengatur prinsip-prinsip yang harus dimiliki hakim MK. Pertama prinsip independensi.

Hakim konstitusi harus menjaga independensi dari pengaruh lembaga-lembaga eksekutif. 

Kedua, kata dia, prinsip Ketakberpihakan: "Hakim konstitusi harus berusaha untuk meminimalisasi hal-hal yang dapat mengakibatkan hakim konstitusi tidak memenuhi syarat untuk memeriksa perkara dan mengambil keputusan atas suatu perkara."

Ketiga, Julius mengatakan Anwar Usman melanggar prinsip kepantasan dan kesopanan. 

“Sebagai abdi hukum yang terus menerus menjadi pusat perhatian masyarakat, hakim konstitusi harus menerima pembatasan-pembatasan pribadi yang mungkin dianggap membebani dan harus menerimanya dengan rela hati serta bertingkah laku sejalan dengan martabat mahkamah,” ujar dia.[tribun]
Baca juga :