Dua Partai "Berbeda Mazhab" Membentuk Koalisi Semut Merah

Koalisi Semut Merah

Penjajakan koalisi mulai dilakukan sejumlah partai untuk menghadapi Pemilu 2024. Teranyar, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) bersama Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bersepakat membangun poros baru untuk menawarkan alternatif calon presiden. 

“Kami partai menengah ke bawah mau memberikan sesuatu yang baru," kata Wakil Ketua Umum PKB, Jazilul Fawaid, Jumat (10/6/2022).

Menurut Jazilul, pendekatan kerja sama antara partainya dan PKS bukan yang pertama. Pada pemilihan presiden 2009, partainya berkoalisi dengan PKS untuk mendukung Susilo Bambang Yudhoyono. Dia mengatakan penjajakan koalisi saat ini dengan PKS karena kedua partai melihat adanya masalah yang bakal dihadapi pada pemilu mendatang, yaitu polarisasi atau politik identitas.

PKB dan PKS, kata Jazilul, berusaha mencegah terjadinya polarisasi itu dengan menawarkan alternatif poros ketiga dalam pemilihan presiden 2024. 

"Jadi, calon presiden nanti tidak hanya dua pasang. Kami ingin meminimalkan polarisasi itu," ujar Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) ini.

Sebelum PKB dan PKS menjajaki koalisi, tiga partai lain telah lebih dulu berkongsi membentuk Koalisi Indonesia Bersatu. Tiga ketua umum partai, yakni Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto; Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Zulkifli Hasan; serta Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Suharso Monoarfa, bertemu pada 14 Mei lalu dan bersepakat membentuk koalisi partai politik. Seusai dengan hasil pertemuan, para ketua umum partai menyatakan koalisi dibangun untuk menyudahi politik identitas yang menimbulkan polarisasi tajam di masyarakat.

Jazilul menuturkan penjajakan koalisi PKB-PKS terbangun secara alami saat kedua pemimpin partai bertemu. Komunikasi dengan PKS untuk membentuk koalisi telah dibangun sejak partai yang dipimpin Ahmad Syaikhu itu bertandang ke kantor pusat PKB pada April tahun lalu. PKB menyambut baik komunikasi itu. Pendekatan tersebut terus berlanjut hingga Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar, menghadiri milad PKS pada 29 Mei lalu.

Koalisi PKS dan PKB, kata Jazilul, masih dalam proses pematangan. PKB dan PKS—kedua partai berbeda mazhab—masih membutuhkan partai lain agar bisa membentuk poros baru. Sebab, jumlah kursi kedua partai ini belum mencukupi ketentuan ambang batas pencalonan presiden, yakni 20 persen kursi parlemen atau 115 kursi. Pada Pemilu 2019, PKB mendapatkan 58 kursi, sedangkan PKS 50 kursi. Mereka membutuhkan tujuh kursi lagi untuk bisa mencalonkan presiden.

Jazilul mengatakan partainya bersama PKS bakal berusaha menjajaki koalisi dengan partai yang lahir saat era reformasi, seperti Demokrat, Gerindra, dan NasDem. Setelah koalisi terbentuk, mereka bakal membahas calon presiden yang akan diusung. “Target terdekat, kami ingin semakin memperkuat hubungan dengan PKS dulu," ujarnya. "Karena sekarang belum resmi berkoalisinya. Tapi sudah dalam pematangan."

Jazilul yakin penjajakan koalisi yang akan dibangun partainya bersama PKS bakal menjadi kekuatan baru yang diperhitungkan. Sebab, kedua partai masing-masing mempunyai basis massa yang kuat dan loyal. 

"Satu di desa, satu di kota. Kalau disatukan, akan menjadi kekuatan yang sangat besar dan bisa meredam polarisasi yang terjadi," ujarnya. "Kami sebut ini Koalisi Semut Merah. Karena semut disimbolkan sebagai rakyat. Dan semut kan bisa menggigit."

Peta Koalisi Partai Politik

Wakil Sekretaris Jenderal PKS, Ahmad Fathul Bari, yakin koalisi yang mereka bangun bisa menjadi mesin yang kuat melihat perbedaan basis massa dari kedua partai. PKB, menurut dia, mempunyai basis massa Islam tradisional yang kuat. "Adapun basis massa PKS mendekati perkotaan. Tentu ini menjadi kekuatan dan mesin utama untuk mencari kemenangan," ujarnya.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, mengatakan koalisi tersebut jika terbentuk akan sangat baik karena bisa mengakhiri fragmentasi politik ekstrem selama ini. Menurut dia, basis pemilih kedua partai itu selama ini kerap bersitegang. "Yang satu sering diasosiasikan Islam Nusantara (PKB), satunya lagi kerap disebut Wahabi (PKS)," ujarnya.

Koalisi PKB dan PKS layak disebut koalisi Islam Nusantara dan Wahabi. Sebab, dua mazhab yang kerap bertentangan itu bisa dikawinkan melalui koalisi partai politik. "Karena di luar politik, basis pemilih keduanya sering perang terbuka di ruang maya,” ujar Adi. Meski begitu, Adi menilai wacana koalisi keduanya baru sebatas iseng-iseng belaka. Dia menyebut semacam lelucon di tengah kebingungan menentukan pilihan politik.

Meski begitu, Adi menyarankan agar kedua partai tersebut menjajaki koalisi secara serius dan menggandeng satu partai lagi untuk bisa mengusung calon presiden pada Pemilu 2024. Menurut dia, kedua basis massa itu bisa menjadi kekuatan jika disatukan. "Tapi, tanpa menggandeng satu partai lagi, itu koalisi semu dan sebatas ilusi," ujarnya.

(Sumber: Koran TEMPO, 11/6/2022)
Baca juga :