Majalah TEMPO edisi terbaru (6/3/2022) mengungkap lebih dalam "Manuver Luhut Menggolkan Perpanjangan Masa Jabatan Presiden".
Sumber Tempo mengatakan mendengar cerita bahwa Airlangga Hartarto diminta tak mengabaikan instruksi untuk menggaungkan penambahan masa jabatan Pak Lurah—panggilan untuk Jokowi di kalangan partai pendukungnya. Jika mangkir, Airlangga bakal dicopot sebagai Menteri Koordinator Perekonomian. Posisinya sebagai Ketua Umum Golkar pun akan digoyang.
Tiga Skenario untuk Lurah
SEHARI sesudah menyampaikan wacana perpanjangan masa jabatan Presiden Joko Widodo, Muhaimin Iskandar mengumpulkan anak buahnya di kantor Dewan Pengurus Pusat Partai Kebangkitan Bangsa di Cikini, Jakarta Pusat, Kamis siang, 24 Februari lalu. Ketua Umum PKB itu menjelaskan alasan melontarkan penundaan Pemilihan Umum 2024 selama satu-dua tahun.
Wakil Sekretaris Jenderal PKB Ahmad Iman Syukri mengatakan Muhaimin mengutip analisis big data percakapan di media sosial yang menyebutkan sekitar 60 persen warganet mendukung penundaan pemilu. Namun Muhaimin tak menjelaskan sumber analisis tersebut.
“Gus AMI (Abdul Muhaimin Iskandar) menjelaskan bahwa mayoritas ingin pemilu ditunda karena pandemi Covid-19 dan ekonomi,” kata Iman kepada Tempo, Sabtu, 5 Maret lalu.
Dua peserta rapat bercerita, Muhaimin mengatakan bahwa wacana yang sama akan disampaikan oleh Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto dan Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan. Sore itu, melalui keterangan tertulis, Airlangga mengaku mendengar usul petani sawit di Kabupaten Siak, Riau, agar Jokowi bisa menjabat untuk periode ketiga.
Adapun Zulkifli Hasan melempar usul penundaan pemilu sehari kemudian. Di hadapan wartawan yang diundangnya secara khusus, Zulkifli membeberkan sejumlah alasan penundaan pesta demokrasi, yaitu pandemi Covid-19, pemulihan ekonomi, dampak perang Rusia dan Ukraina, serta tingginya biaya pemilu.
Wakil Ketua MPR itu juga mencuplik hasil survei yang menyebutkan tingkat kepuasan terhadap kinerja Jokowi lebih dari 70 persen. “Kami memutuskan setuju pemilu diundur,” ujar Zulkifli.
Sekretaris Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah—organisasi kemasyarakatan Islam yang dianggap dekat dengan PAN—Abdul Mukti mengaku menghubungi Zulkifli untuk mempertanyakan keputusan tersebut. Ia pun mengungkapkan ketidaksetujuannya.
Dari sumber-sumber lain, Mukti mengaku menerima informasi adanya dugaan tekanan kepada para ketua umum partai yang mendukung penundaan pemilu. “Partai seharusnya punya independensi,” kata Mukti kepada Tempo pada Selasa, 1 Maret lalu.
Tujuh petinggi partai politik pendukung pemerintah bercerita, sebelum wacana itu bergulir, Muhaimin Iskandar, Airlangga Hartarto, dan Zulkifli Hasan dipanggil secara terpisah oleh Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan. Menurut mereka, Luhut meminta ketua umum partai menyuarakan perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi dan penundaan Pemilu 2024.
Keriuhan akibat pernyataan tiga ketua umum partai itu membuat mantan Ketua Mahkamah Konstitusi yang juga anggota Dewan Perwakilan Daerah, Jimly Asshiddiqie, menghubungi Menteri Luhut. Kepada Jimly, Luhut mengaku berkomunikasi dengan ketua umum partai politik. Namun purnawirawan jenderal bintang tiga itu membantah bila disebut memberi perintah ihwal penundaan pemilu.
“Itu cuma ngobrol-ngobrol, apa urusannya saya,” kata Jimly menirukan ucapan Luhut kepada Tempo, Jumat, 4 Maret lalu. Menurut Jimly, Luhut mengatakan penundaan pemilu semestinya menjadi urusan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. jika memang serius hendak dijalankan.
Luhut belum merespons pertanyaan Tempo soal pertemuan dengan ketua umum partai dan rencana perpanjangan masa jabatan persiden. Juru bicara Luhut, Jodi Mahardi, tak membantah jika bosnya disebut berkomunikasi dengan para pemimpin partai politik. Ia mengatakan Luhut biasa mendiskusikan berbagai isu kebangsaan dengan tokoh partai.
“Kalau Pak Luhut mengutarakan pandangan dan kekaguman terhadap kepemimpinan Presiden Jokowi itu wajar,” tutur Jodi, Sabtu, 5 Maret lalu.
Adapun tiga petinggi Golkar mendengar cerita bahwa Airlangga Hartarto diminta tak mengabaikan instruksi untuk menggaungkan penambahan masa jabatan Pak Lurah—panggilan untuk Jokowi di kalangan partai pendukungnya. Jika mangkir, Airlangga bakal dicopot sebagai Menteri Koordinator Perekonomian. Posisinya sebagai Ketua Umum Golkar pun akan digoyang.
Tiga narasumber lain mengatakan Airlangga sempat bertemu dengan Presiden Jokowi di Istana dan menanyakan instruksi dari Luhut. Pertemuan itu disebut-sebut juga membahas kemungkinan proyek ibu kota negara tak rampung sebelum masa jabatan Jokowi berakhir. Maka dibutuhkan waktu lebih agar pemindahan ibu kota negara bisa terlaksana.
Seusai pertemuan itu, Airlangga dan orang-orang dekatnya merancang skenario untuk menggulirkan penambahan masa jabatan presiden secara tidak langsung. Caranya, mengatur pertemuan dengan para petani sawit yang akan mengusulkan perpanjangan masa jabatan Jokowi.
Seorang narasumber yang mengetahui penyusunan skenario itu menyebutkan bahwa ide tersebut berasal dari bos Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor. Namun Tumanggor membantah jika disebut mengusulkan skenario itu kepada Airlangga. “Saya bukan petani sawit dan juga tidak ada di sana,” kata mantan Bupati Dairi, Sumatera Utara, itu.
Airlangga tak menanggapi permintaan wawancara yang dilayangkan Tempo ke nomor telepon selulernya. Sejumlah politikus Golkar yang dihubungi Tempo pun enggan berkomentar.
Luhut juga disebut-sebut meminta Wakil Ketua Umum Golkar Melchias Markus Mekeng membantu Airlangga menyuarakan dukungan penundaan Pemilu 2024. Sehari setelah mendampingi Airlangga di Riau, Mekeng merilis pernyataan bahwa Golkar serius mengkaji perpanjangan masa jabatan presiden.
Anggota Komisi Keuangan DPR tersebut mengatakan persoalan ekonomi menjadi alasan paling krusial untuk memperpanjang masa jabatan Jokowi. Ia menyebutkan biaya Pemilu 2024 bisa lebih dari Rp 100 triliun. “Wacana perpanjangan masa jabatan itu realistis dan rasional,” ujarnya. Mekeng tak merespons permintaan wawancara yang diajukan Tempo.
Jauh sebelum wacana penundaan pemilu muncul, Luhut kerap berdiskusi tentang perpanjangan masa jabatan presiden. Kepada Tempo, sejumlah politikus mengatakan bahwa Luhut pernah menyampaikan kepada mereka agar Jokowi bisa terpilih untuk ketiga kalinya. Atau setidaknya bisa mendapat tambahan waktu untuk memerintah selama dua-tiga tahun.
Bekas Sekretaris Jenderal Golkar, Idrus Marham, mengaku beberapa kali berdiskusi dengan Luhut soal wacana tersebut. “Ini kan masih wacana. Masak, tidak boleh?” kata Idrus. Ia lalu menyampaikan pendapatnya bahwa penambahan masa berkuasa Jokowi diperlukan agar penanganan pagebluk Covid-19 bisa tuntas dan perekonomian kembali tumbuh.
Idrus mengatakan perpanjangan itu dimungkinkan jika Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatur masa jabatan presiden diamendemen. Namun Idrus membantah kabar bahwa Luhut memerintahkan dia menggalang dukungan penundaan pemilu. “Kami kan kalau diskusi bebas saja,” ucapnya.
Juru bicara Luhut, Jodi Mahardi, membantah anggapan bahwa Luhut memimpin orkestrasi penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden. “Masak, Pak Luhut bisa menekan partai politik?” ujarnya.
TIGA SKENARIO
Dua narasumber yang mengetahui skenario perpanjangan masa jabatan presiden bercerita, orang dekat Jokowi, Andi Widjajanto, juga terlibat dalam pembahasan perpanjangan masa jabatan presiden. Andi, Sekretaris Kabinet pada periode pertama pemerintahan Jokowi, kini menjabat Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional.
Narasumber yang sama bercerita, Andi melalui lembaga yang dibentuknya, Laboratorium 45 atau Lab45, membuat kajian soal amendemen konstitusi dan masa jabatan kepala pemerintahan. Juga analisis perbincangan di media sosial yang mendukung atau menolak wacana masa jabatan presiden maksimal tiga periode.
Menurut keduanya, Andi juga menyusun tiga skenario untuk menambah masa jabatan presiden. Skenario terbaik adalah mengamendemen konstitusi untuk mengubah pasal masa jabatan presiden. Sedangkan dua skenario lain adalah perpanjangan selama delapan bulan atau satu tahun.
Di luar skema tersebut, ada opsi menggunakan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) dalam amendemen konstitusi sebagai pintu masuk memperpanjang masa jabatan presiden, yaitu dengan memasukkan satu klausul yang mengatur bahwa pemerintah saat ini diberi waktu menjalankan PPHN selama tiga tahun.
Andi pun disebut-sebut kerap berkomunikasi dengan Ketua MPR Bambang Soesatyo soal rencana amendemen konstitusi. Sejak memimpin MPR, politikus Golkar itu terbilang gencar mendorong amendemen untuk memasukkan Pokok-Pokok Haluan Negara, yang pada masa Orde Baru dikenal sebagai Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
👉SELENGKAPNYA BACA DI MAJALAH TEMPO