BERAT ONGKOS PINDAH IBU KOTA

- Biaya pemindahan ibu kota negara bakal membebani kas negara.
- Swasta diyakini tidak akan berminat menggarap proyek ibu kota negara baru. 
- Dana awal pembangunan IKN akan menggunakan dana PEN.

Hujan kritik terhadap proyek pembangunan ibu kota negara (IKN) baru belum juga reda. Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adhinegara, mengatakan biaya pembangunan kawasan senilai Rp 486 triliun di Kalimantan Timur itu dianggap terlalu optimistis dan berisiko tinggi. “Beban utang negara diperkirakan meningkat karena pembangunan akan banyak memakai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN),” kata dia kepada Tempo, kemarin.

Dalam skema perencanaan IKN yang dipublikasikan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), hanya 19,2 persen atau sekitar Rp 93,3 triliun kas negara yang akan terpakai untuk pendanaan proyek. Adapun 81 persen porsi pendanaan sisanya akan mengandalkan dana swasta melalui kemitraan dan injeksi langsung. Jika durasi pembangunan memakan waktu 15-20 tahun, proyek IKN membutuhkan dana Rp 32,4 triliun per tahun. Artinya, porsi kas negara hanya sebesar Rp 6,22 triliun per tahun.

Namun, berdasarkan hitungan Celios, skema pendanaan yang berbasis investasi swasta belum meyakinkan. Bhima menyebutkan tingkat keterlibatan rata-rata swasta dalam proyek infrastruktur dengan skema kemitraan pemerintah dan badan usaha (KPBU) hanya 7 persen dari keseluruhan proyek. Pekerjaan pembangunan gedung pemerintah pun dianggap kurang menarik bagi investor karena tidak bersifat komersial. “Pemodal biasanya lebih tertarik ke sarana pelengkap, seperti perumahan, apartemen, hotel, atau fasilitas kesehatan.”  

Bhima mengakui pengembangan IKN akan berdampak positif pada sektor konstruksi yang berkontribusi 10,3 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional. Berbagai proyek infrastruktur perdana IKN yang terletak di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara akan menaikkan kontribusi sektor konstruksi terhadap PDB Kalimantan Timur dari 8,8 persen menjadi 11 persen.

Begitu pula sektor konstruksi di wilayah lain, misalnya Sulawesi, bisa ikut tumbuh karena dibutuhkan untuk memasok material. “Area di sekitar Kalimantan pun akan terkena imbasnya karena kenaikan tingkat serapan kerja, khususnya pekerja konstruksi atau buruh bangunan,” Bhima mengungkapkan.

Masalahnya, biaya besar yang dikucurkan negara bagi IKN akan tetap sulit mendongkrak pemulihan ekonomi nasional, terutama karena efeknya yang jangka panjang. “Efek berganda yang dihasilkan akan lebih besar kalau dana IKN dialihkan untuk memperluas bantuan usaha produktif dan mendorong digitalisasi usaha kecil-menengah,” kata Bhima.

Ketua Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat, Said Abdullah, menyatakan Dewan telah menyetujui alokasi anggaran APBN sebesar Rp 12 triliun pada tahun ini untuk membangun infrastruktur dasar IKN. “Di tahap awal, sokongan APBN sangat penting untuk pembangunan infrastruktur dasar,” ujar dia, kemarin.

Perihal sumber dananya, kata Said, akan dikucurkan lewat skema dana pemulihan ekonomi nasional (PEN). Badan Anggaran beralasan skema PEN bisa dipakai karena proyek IKN akan memunculkan pusat ekonomi baru. “Sepanjang masih ada irisan dengan program PEN, diperbolehkan.”

Said mengimbuhkan, eksekusi dana itu dalam proyek IKN akan bergantung pada kinerja Otorita. Pasalnya, lembaga tersebut bertugas mengatur peralihan pusat negara dari DKI Jakarta ke DKI Nusantara. Dilantik oleh Presiden Joko Widodo, kemarin, Kepala Otorita IKN dijabat Bambang Susantono, sementara Dhony Rahajoe menjadi Wakil Kepala Otorita IKN.

Staf Ahli Kepala Bappenas Bidang Sektor Unggulan dan Infrastruktur, Velix Vernando Wanggai, mengatakan status daerah khusus ibu kota akan mulai digeser pada 2024. Ia juga menjelaskan, luas total kawasan IKN mencapai 56.180 hektare. Dari jumlah tersebut, luas area inti untuk pemerintahan sebanyak 6.000 hektare. “Kami akan mendorong skema KPBU maupun pola investasi lain yang akan dibahas kemudian,” katanya.

Hingga 19 Februari lalu, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basoeki Hadimoeljono mengatakan program IKN belum masuk rencana pembiayaan Kementerian Pekerjaan Umum. Namun dia mengaku sudah menghitung kebutuhan dana sebesar Rp 46 triliun untuk menggarap proyek area inti. “Kebutuhan ini sudah diusulkan kepada Kementerian Keuangan,” ujarnya.

(Sumber: Koran TEMPO, 11-03-2022)

Baca juga :