Warga Desa Wadas: Lebih Baik Gugur Berjuang Daripada Tergusur dan Terbuang

Warga Desa Wadas Bener 

Oleh: Qosim Aly (Alumnus Ponpes Darut Tauhid, UDT Purworejo) 

Saat masih nyantri di Purworejo, saya pernah ke desa Wadas. Daerahnya perbukitan. Ditumbuhi berbagai pohon. Suasananya asri. Sejuk. 

Kalau kita cuci muka di 'mbelik', sambujo (kata orang purworejo); kubangan tempat menampung air milik warga, airnya seperti meresap ke dalam wajah melalui pori-pori. Mak nyes. Seger bet. 

Begitu dialek orang bener ketika mengatakan sesuatu yg sangat. Ada kata 'bet' di akhir kalimat. Bet semakna dengan banget, sanget. 😊

Penduduknya lugu. Ramah-ramah. Pemurah. Orang yang datang ke sana seolah menjadi tamu seluruh warga. 

Saya pernah 'ndereke' guru saya, KH. Thoifur Mawardi. Sambutan warganya sangat luar biasa. Tiap bertemu orang pasti diminta untuk mampir.

Bahkan ada yang sampai memohon setengah mengemis agar rumahnya dikunjungi. 

Kalau kita bertamu di sana, kita akan diperlakukan seperti raja. Makanan apa saja yang mereka miliki akan dihidangkan. 

Mereka menawarkan suguhannya tidak hanya sekali. Tapi berkali-kali. 

Setelah makanan disuguhkan, mereka akan mempersilahkan. Monggo mas disambi

Di tengah-tengah ngobrol, mereka menawarkan lagi. Monggo mas. Ampon ditingali mawon. Silahkan. Jangan hanya dilihat. (Sambil menyodorkan piring tempat kue) 

Baru ngobrol dua atau tiga kalimat, mereka menawarkan lagi. Benterane mas. Keburu asrep. (Minumannya mas sebelum dingin).

Terus begitu. Mungkin jika kita ngobrol selama satu jam, mereka menawarkan suguhannya hingga 30 kali. 

Kalau habis makan meski kita telah habis tiga piring, mereka akan bilang begini. Kok dahare dulinan. Mbok ditelasake. (Makannya kok pura2. Dihabiskan saja) 

Saya yakin, Warga Kota tidak sanggup membayangkan keramahan mereka. 

Di pondok saya, seluruh santri dari Bener adalah anak petani. Kiriman mereka ya hasil pertanian. Kehidupan mereka ditopang hasil bumi. 

Bisa dikatakan bahwa tanah mereka ya nyawa mereka. Darah dan daging mereka dari tanah itu. 

Wajar jika mereka mempertahankan tanahnya meski nyawa taruhannya. Wajar mereka menolak tambang batu meski darah harus dikorbankan. Daging disayat. 

Lha kok tiba-tiba Kapolres Purworejo membuat hoax bahwa mereka ditunggangi. Kapolres menfitnah bahwa mereka provokator. 

Lha kok tiba-tiba ada Netizen yang menuduh mereka membangkang pemerintah. Melawan pemerintah. Dasar netizen cangkem elek bet. 

Bagaimana menurut anda jika seandainya mata pencarian anda direbut. Sumber kehidupan anda dirampas. 

Bagaimana menurut anda, Pak Presiden Joko Widodo, PakGub Ganjar Pranowo, Kapolda  Semarang dan seluruh anggota Polri yg mengintimidasi warga.

Jika seandainya posisi warga desa wadas ditukar. Anda menjadi warga wadas sementara jabatan anda diserahkan kepada mereka. 

Bukankah anda semua akan mempertahankan jabatan yang menjadi mata pencarian anda? Jabatan yang menjadi sumber hidup anda? 

Sebagai penutup. Perlu saya sampaikan bahwa yang ditolak oleh warga wadas adalah penambangan batu andesit. Bukan pembangunan Bendungan Bener.

Itu artinya mereka tidak menentang proyek pemerintah. Yang mereka lawan adalah bos yang menambang batu tersebut. Yang tentu saja mendapat dukungan dari oknum pejabat korup. (QIA) 

#SaveWadasBener

*fb penulis

Baca juga :