Amburadul, BPKP Audit Proyek Kereta Cepat Jakarta - Bandung

[PORTAL-ISLAM.ID]  Angka pembengkakan biaya (cost overrun) proyek Kereta Cepat Jakarta - Bandung masih menunggu audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Direktur Utama Kereta Cepat Indonesia China, Dwiyana Slamet Riyadi menjelaskan, secara internal review yang dilakukan pembengkakan biaya masih diproyeksikan sebesar dari awal usulan sebesar US$2 miliar atau sekitar Rp27 triliun menjadi US$1,675 miliar atau sekitar US$23 triliun (kurs Rp14.100/US$).

"Jadi kami sudah lakukan ini sejauh ini usulan US$2 billion namun angka masih US$1,675 bilion. kita masih terus berproses menemukan biaya mana yang akan diefisienkan," jelasnya, dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi V DPR RI, Senin (7/2/2022).

Dwiyana menjelaskan selaras dengan audit yang sedang dilakukan, KCIC terus melakukan efisiensi dan negosiasi dengan mitra terkait angka cost over run yang masih di turunkan

"Total cost overrun kita masih menunggu, sesuai dengan Perpres 93/2021 tentu setelah ada review BPKP kementerian BUMN akan mengajukan usulan cost overrun dari review BPKP ke Komite Kereta Cepat," jelasnya.

Untuk diketahui Komite Kereta Cepat Jakarta - Bandung diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, dengan anggota Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, juga Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir.

"Baru setelah itu bisa mendapatkan total cost sampai project ini selesai," katanya.

Untuk diketahui, Initial budget atau nilai investasi awal sebesar Rp87 triliun atau US$6 miliar dengan asumsi (Rp14.400/US$).

Anggota Komisi V DPR RI, Hamka Baco Kady mengatakan, perencanaan pembangunan kereta cepat Jakarta - Bandung amburadul. Karena sampai saat ini masih belum ada kejelasan terkait ongkos pembangunan.

"Menurut saya ini amburadul, karena cost over run juga belum pasti menunggu review BPKP, ini nanti berpengaruh juga ke masa konsesi," tegasnya.

Dari cost structure yang muncul berasal dari Konsorsium BUMN Indonesia memiliki porsi 60%, sedangkan konsorsium China 40%. Dia mempermasalahkan jika dua konsorsium itu tidak mampu membiayai proyek maka ada potensi pinjaman ke bank China.

"Belum tahu itu cukup apa tidak kemungkinan masih ada meminjam dari bank China, jadi kapan selesainya perencanaan ini baik reviewnya juga karena setiap saat ada pembengkakan," jelasnya.

Baca juga :