[PORTAL-ISLAM.ID] Peribahasa ‘Anjing Menggonggong Kafilah Berlalu’, tampaknya pas bagi DPR RI dan Pemerintah dalam upaya ‘kerja keras’ menggolkan Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) untuk menjadi UU.
Setelah melewati 16 jam Rapat Kerja (Raker), dari Senin (17/1/2022) malam sampai Selasa (18/1/2022) dini hari, akhirnya DPR dan pemerintah sepakat membawa RUU IKN masuk ke Paripurna, dan disahkan menjadi Undang-Undang hari ini, Selasa (18/1/2022).
“Saya ingin meminta persetujuan kepada kita semua apakah RUU ini (RUU) dapat kita setujui dan kemudian kita proses lebih lanjut sesuai dengan peraturan DPR RI untuk dilanjutkan pada tahap pembicaraan tingkat 2? Apakah bisa kita setujui?” demikian Ketua Pansus RUU IKN, Ahmad Doli Kurni yang langsung dijawab ‘setujuuuuuu’ oleh mayoritas peserta rapat.
Beres? Ya. Karena semua sepakat. Mayoritas peserta rapat sepakat dengan sejumlah hal terkait RUU IKN, mulai dari nama ibu kota Nusantara, bentuk atau sistem pemerintahan, sistem pendanaan, hingga sumber pembiayaan.
Hanya PKS yang tetap konsisten, menolak. Partai ini memilih ‘istiqomah’ menjadi mitra kritis pemerintah. Ia menjadi satu-satunya fraksi yang tegas menolak RUU IKN untuk mereka bahas di tingkat dua atau pengesahan di Paripurna dan menjadi UU. Sementara fraksi oposisi lain, Demokrat, mendukung dengan sejumlah catatan.
Lewat wakilnya, Suryadi Jaya Purnama, PKS menilai rencana pemindahan ibu kota baru pada semester awal 2024 mendatang, terlalu terburu-buru di tengah krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19. Dengan jumlah anggaran jumbo, PKS menilai rencana pemindahan ibu kota saat ini sangat tidak tepat.
Hal yang sama sebelumnya disuarakan Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi. Ia mendesak DPR RI menolak pengesahan RUU IKN (Ibu Kota Negara) menjadi Undang Undang pada Selasa, 18 Januari 2022.
“Pengesahan RUU IKN ini terlalu buru buru, dan kurang kajian atas Lokasi lahan Ibukota negara baru tersebut. Sebaiknya Panitia Khusus RUU Ibu Kota segera mengundang ahli Geologi untuk mengetahui potensi bahaya ketika Lokasi IKN itu berada penuh pada lahan Gambut dan lahan sumber daya batu bara,” jelasnya dalam rilisnya Senin (17/1/2022).
Tukang Stempel
Kritik juga datang dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi). Ia menilai pembahasan RUU IKN terkesan tergesa-gesa dan mengabaikan partisipasi publik. Pengesahan RUU IKN itu juga dia anggap hanya untuk memuaskan keinginan pemerintah.
“Terlihat jelas sesungguhnya motivasi perpindahan ibu kota ini bukan untuk sebuah solusi atas persoalan yang terjadi. Tetapi lebih pada memenuhi ambisi pemerintah dan DPR terhadap ibukota negara baru,” ujar peneliti Formappi Lucius Karus, saat dihubungi wartawan.
Apa pun, kalau sudah mayoritas DPR RI dan pemerintah berkehendak, tak ada yang kuasa menghalangi. Kekhawatiran serta kesan CBA terhadap wakil rakyat yang, hanya menjadi stempel pemerintah tidak bisa kita pungkiri.
“Maka dari gambaran ini, kami CBA meminta kepada DPR agar jangan dulu mengesahkan RUU IKN menjadi undang undang. Harus ada kajian yang komprehensif. Pemerintahan mestinya jangan paksa DPR RI hanya menjadi tukang stempel saja, kaya zaman Orde Baru,” pungkas Uchok. (*)