Indonesia Menangis: Pribumi Terinjak, Non Pribumi Tersanjung

[PORTAL-ISLAM.ID]  Oleh: Tarmidzi Yusuf (Pegiat Dakwah dan Sosial) Belum tuntas kesedihan kita karena Covid-19. Bangkrutnya beberapa BUMN. Tutupnya beberapa bandara dengan berbagai isu tempat mendaratnya TKA China. Utang menggunung dan mahalnya barang-barang. Lalu tragedi KM 50.

Pembantaian dan pembunuhan terhadap 6 (enam) Laskar FPI. Konon kabarnya menurut desas-desus yang beredar. Adanya dugaan keterlibatan petinggi militer, kepolisian dan intelijen.

Dipenjaranya Habib Rizieq Shihab yang menuai kontroversi dan diluar jangkauan logika dan norma hukum. Termasuk rumor tentang adanya skenario menghabisi Imam Besar FPI itu. 

Belum lagi ditambah gugurnya prajurit TNI oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua. Kelompok kriminal dan separatis yang dianggap saudara oleh KSAD Dudung Abdurrahman. 

Musibah demi musibah menerpa Indonesiaku. Korban kebrutalan dan kekejaman kelompok teroris, intoleran dan radikal, KKB Papua. 

Sayang sekali banyak pemimpin negeri ini yang tutup mata. Standar ganda dalam memperlakukan sesama anak bangsa. Pribumi dikejar-kejar. Non Pribumi dipuja dan disanjung-sanjung. 

Kita, pribumi yang membela Pancasila, UUD 1945 Asli dan NKRI dilabeli dengan teroris dan radikal. Sementara gerakan separatis yang ingin memisahkan diri dari NKRI justru dibiarkan, malah ada isu disupply senjata secara ilegal dan dianggap saudara. Aneh! 

Ada apa dengan Indonesiaku? Zaman orde baru engkau begitu gagah, disegani oleh kawan maupun lawan. Ditakuti oleh PKI. Namun, sejak reformasi engkau ‘dikerdilkan’ dan ‘dimarjinalkan’ dengan bungkus reformasi dan anti KKN. Ternyata kondisimu hari ini tidak lebih baik, bahkan lebih buruk dari zaman orde baru. 

Inilah musibah terbesar bangsa Indonesia. Eufhoria reformasi telah meninabobokan kita semua. Reformasi yang diagung-agungkan ternyata ditunggangi oleh kelompok sekuler kiri radikal yang dekat dengan etnis kiri minoritas yang tidak beragama.

Kita ambil hikmahnya. Tak perlu menyesali dan meratapi. Qadarullah sudah terjadi. Ambil hikmah sebagai pelajaran agar tidak terulang kembali. Tidak terjebak dan dijebak oleh permainan kelompok sekuler kiri radikal dan etnis kiri minoritas yang ingin melanggengkan kekuasaan dengan memprovokasi rakyat. Serupa tapi tak sama dengan peristiwa 1965 dan 1998 dengan menunggangi gerakan rakyat. Waspada skenario mereka di tahun 2022 dan 2023. Jangan sampai tertipu dan ditunggangi lagi.

Hal yang perlu kita pahami, beragam musibah dan bencana, baik yang kecil maupun yang besar, baik yang tampak maupun yang tidak, tidaklah terjadi melainkan karena perbuatan dosa kita sebagai bagian dari anak bangsa. 

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَمَآ أَصَابَكَ مِن سَيِّئَةٍ فَمِن نَّفۡسِكَۚ

“Apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri.” (QS. an-Nisa: 79) 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,

مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حُزْنٍ وَلَا أَذًى وَلَا غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ

“Tiadalah seorang muslim yang ditimpa musibah dalam bentuk kelelahan, sakit, kesusahan, kesedihan, gangguan, dan kecemasan, melainkan Allah menghapuskan darinya segala kesalahan dan dosa, hingga duri yang menusuknya juga menjadi penghapus dosa.” (HR. al-Bukhari no. 5318) 

Amandemen UUD 1945 oleh MPR periode 1999-2004 adalah musibah terbesar bangsa Indonesia dengan berlakunya UUD 2002. Kekuasaan oligarki dan pemodal tanpa batas. Warning bagi kita pewaris NKRI sejati dan bagi orang-orang yang berakal sehat.

وَمَا نُرۡسِلُ بِٱلۡأٓيَٰتِ إِلَّا تَخۡوِيفًا 

“Dan Kami memberi tanda-tanda itu melainkan untuk menakut-nakuti.” (QS. al-Isra’: 59)

Qatadah rahimahullah menerangkan ayat di atas, “Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala menakut-nakuti manusia dengan tanda-tanda apa pun (bencana, petaka) yang Dia kehendaki. Mudah-mudahan mereka mengambil pelajaran, menjadi ingat kepada Allah subhanahu wa ta’ala, kemudian kembali kepada-Nya.” 

Musibah Indonesiaku hari ini, bisa juga sebagai hukuman kepada kita dari Allah Ta’ala akibat meninggalkan agama-Nya, salah dalam memilih pemimpin dan dosa eufhoria reformasi yang menipu. Dosa mengkhianati Bapak Pembangunan Indonesia yang anti PKI, Jenderal Besar Soeharto.

ظَهَرَ ٱلۡفَسَادُ فِي ٱلۡبَرِّ وَٱلۡبَحۡرِ بِمَا كَسَبَتۡ أَيۡدِي ٱلنَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعۡضَ ٱلَّذِي عَمِلُواْ لَعَلَّهُمۡ يَرۡجِعُونَ 

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. ar-Rum: 41)

As-Sa’di _rahimahullah_ berkata, 

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut, maksudnya mata pencaharian mereka rusak dan berkurang serta terjadi bencana alam. Diri mereka juga terserang penyakit, wabah, dan yang lainnya. 

Semua itu terjadi karena kesalahan-kesalahan yang diperbuat oleh tangan mereka (sendiri), berupa perbuatan yang rusak dan merusak. Hal ini supaya mereka mengetahui bahwa Allah subhanahu wa ta’ala membalas amal perbuatan dan membuat pelajaran bagi mereka atas balasan amal mereka di dunia agar mereka kembali ke jalan yang benar. 

Bandung, 27 Jumadil Ula 1443/1 Januari 2022


Baca juga :