Di Balik Rencana Bulan Madu Turki-Israel
Oleh: Musthafa Abd Rahman dari Kairo, Mesir*
Hubungan Turki-Israel, yang selama hampir dua dekade ini lebih sering dililit ketegangan, kini mendadak mengarah mesra kembali. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dalam konferensi pers di Ankara, Rabu (26/1/2022) lalu, mengungkapkan bahwa Presiden Israel Isaac Herzog akan mengunjungi Turki sebelum pertengahan Februari nanti. Kunjungan itu untuk membuka lembaran baru hubungan bilateral Turki-Israel.
Kunjungan Presiden Herzog ke Turki itu merupakan kunjungan pejabat tertinggi Israel ke negara tersebut. Kunjungan terakhir petinggi Israel terjadi saat Presiden Shimon Peres mengunjungi Turki pada 2007.
Pengumuman jadwal kunjungan presiden Israel ke Turki tersebut, hanya disampaikan lima hari setelah Presiden Erdogan pada Jumat (21/1/2022) seperti dilansir harian Israel, Yedioth Ahronoth menyampaikan bahwa dirinya telah merekrut dokter spesialis jantung Israel, Itzhak Shapira, sebagai konsultan kesehatannya.
Shapira, yang kini menjabat sebagai direktur Medical Center Sourasky di Tel Aviv, selama ini dikenal sebagai konsultan kesehatan sejumlah pemimpin dunia. Ia populer sebagai salah satu ahli jantung terbaik di dunia.
Adapun Erdogan yang bulan depan menginjak usia 68 tahun dalam beberapa tahun terakhir diketahui mengidap gangguan jantung. Tahun lalu, Presiden Turki itu dalam sebuah rekaman video sempat terlihat berjalan dengan dipapah dalam suatu acara di istana presiden di Ankara.
Menlu Turki, Mevlut Cavusoglu, pekan lalu juga mengontak langsung Menlu Israel, Yair Lapid, untuk menenangkan Lapid yang dinyatakan positif Covid-19. Komunikasi langsung antara menlu Turki dan menlu Israel itu merupakan yang pertama kali selama 13 tahun terakhir ini.
Sebelum ini, hubungan Israel-Turki lebih sering dihinggapi ketegangan menyusul sikap Presiden Erdogan yang sangat mendukung Palestina, khususnya hubungan dekatnya dengan Hamas. Puncak memburuknya hubungan Israel-Turki itu terjadi akibat kasus serangan pasukan komando Israel atas kapal MV Mavi Marmara pada 31 Mei 2010. Kapal diserang saat hendak menuju Jalur Gaza. Dalam serangan itu, 10 aktivis kemanusian Turki tewas.
Turki saat itu langsung menarik dubesnya dari Tel Aviv dan menurunkan tingkat hubungan diplomatik Israel-Turki ke tingkat konsulat jenderal. Hubungan Israel-Turki terus memburuk setelah Israel melancarkan serangan ke Jalur Gaza pada tahun 2014 dan pada bulan Mei 2021.
Spekulasi
Namun, ketika dalam beberapa waktu terakhir, ketegangan itu cepat mencair, justru muncul sejumlah spekulasi.
Pertama, Presiden Erdogan kini butuh membangun hubungan baik dengan negara-negara regional maupun internasional, termasuk Israel, karena akan menghadapi pemilu presiden dan parlemen Turki pada Juni 2023.
Erdogan menginginkan dirinya bisa diterima baik di kancah regional dan internasional. Arahnya adalah untuk memperkuat posisinya saat menghadapi pertarungan politik di dalam negeri menjelang pemilu.
Kedua, dampak dari hasil KTT Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) di kota Al-Ula, Arab Saudi, pada Januari 2021 yang menghasilkan rekonsiliasi antara Qatar dan kuartet Arab (Arab Saudi, Bahrain, Uni Emirat Arab, dan Mesir).
Membaiknya hubungan Turki dengan UEA dan Bahrain saat ini berandil mendorong ke arah membaiknya hubungan Turki dengan Israel. Seperti diketahui, UEA dan Bahrain adalah dua negara Arab yang masuk dalam kaukus Kesepakatan Abraham bersama Israel.
Putra Mahkota Abu Dhabi yang dikenal sebagai penguasa de facto UEA, Pangeran Mohamed bin Zayed (MBZ), telah mengunjungi Turki pada 24 November 2021 dan bertemu Erdogan. MBZ saat itu mengumumkan menanam investasi senilai 10 miliar dollar AS di Turki.
Pengamat politik Israel dari Middle East Institut, Nimrod Goren, mengatakan bahwa kini dimungkinkan dibangun hubungan segitiga Israel, Turki dan UEA, terutama dalam bidang ekonomi dan teknologi. Menurut dia, ketiga negara tersebut bisa saling melengkapi. Israel dan Turki memiliki keunggulan teknologi, sedangkan UEA mempunyai keunggulan finansial.
Ketiga, titik temu Israel-Turki dalam perang di wilayah Kaukasus antara Azerbaijan dan Armenia soal wilayah Nagorno-Karabakh pada 27 September-10 November 2020. Israel dan Turki sama-sama mendukung Azerbaijan dalam perang melawan Armenia itu.
Keempat, Turki mungkin menginginkan Israel bisa menjadi mediator dalam konflik soal gas di Laut Tengah bagian timur dan bisa menurunkan ketegangan di wilayah itu. Diperkirakan Laut Tengah bagian Timur menyimpan 120 triliun meter kubik gas yang kini menjadi rebutan antara negara-negara yang bertepi di Laut Tengah bagian Timur.
Turki sangat kecewa atas terbentuknya forum gas Laut Tengah bagian Timur dengan kantor pusat di Kairo, Mesir, pada Januari 2019. Forum itu memiliki tujuh anggota, yaitu Mesir, Yunani, Siprus, Israel, Italia, Jordania, serta Otoritas Palestina.
*Sumber: KOMPAS