[PORTAL-ISLAM.ID] Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun sebagai pihak pelapor terkait dugaan praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang dilakukan oleh Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep membawa sebuah dokumen baru.
Kendati demikian, Ubedilah memilih untuk enggan membocorkan dokumen tambahan tersebut kepada publik.
Alasannya, kata dia, dokumen yang juga dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut harus dipelajari terlebih dahulu, sehingga bukan kewenangannya untuk memberikan penjelasan terkait dokumen tambahan tersebut.
"Tentu saja dokumen tambahan itu tidak bisa saya sebutkan ke publik untuk menjaga bahwa itu area KPK yang perlu dipelajari lebih dalam, penjelasan-penjelasan lebih detail, tentu dokumen-dokumen tambahan yang harus dipelajari," ujar Ubedilah dalam Kompas Petang, dikutip Hops.ID pada Jumat, 28 Januari 2022.
"Kalau ditanya dokumen apa, tentu tidak bisa saya sebutkan," lanjutnya.
Dokumen tambahan berbahaya diungkap ke publik, bukti baru?
Ketika ditanya terkait apakah dokumen tambahan itu merupakan sebuah bukti baru, Ubedilah memastikan bahwa itu bukan ranahnya untuk mengonfirmasi.
Hanya saja dia menegaskan, dokumen itu akan menjadi bukti baru atau tidaknya merupakan otoritas dari KPK.
Meski begitu Ubedilah meyakini bahwa berkasnya merupakan data valid dan diperoleh secara legal.
"Kalau bukti itu kan bahasa hukum, bahwa untuk mengatakan bahwa sesuatu itu sebagai bukti, itu otoritas KPK. Bahwa yang kami berikan adalah dokumen valid, bahkan diperoleh secara legal juga, sehingga kami meyakini bahwa ini bisa dipelajari KPK secara lebih dalam," tegasnya.
Pihaknya sendiri enggan menyebut berkas tambahan itu sebagai bukti baru karena berbahaya dan terlalu dini untuk menyimpulkan ke publik.
"Kalau bukti itu bahasa hukum, itu di pengadilan dalam proses hukum. Saya tidak bisa sebutkan di sini karena itu berbahaya, kalau dalam proses hukum baru. Artinya (berbahaya), belum waktunya saya sampaikan, karena ini menyangkut seseorang. Kalau dokumen itu dibeberkan ke publik itu enggak etis," imbuh Ubedilah.*** [hops]