Orang Shalih itu Bukan Orang yang Tak Punya Hasrat terhadap Perempuan

Oleh: Ustadz Muhammad Abduh Negara

Salah satu salah kaprah yang umum terjadi, anggapan bahwa orang shalih dan bertakwa itu adalah orang yang tidak punya hasrat dan keinginan terhadap perempuan. Karena itu, dulu ada yang bilang, "Seribu lady gaga tak goyahkan iman...". Ini jelas salah.

Orang yang shalih dan bertakwa itu, bukan orang yang tak punya hasrat terhadap perempuan. Tapi orang yang mampu menahan hawa nafsunya, senantiasa berusaha menghindari tempat dan keadaan yang bisa memancingnya jatuh pada perbuatan keji, serta menyalurkan hajatnya hanya pada perempuan yang halal baginya.

Dia memiliki syahwat sebagaimana laki-laki pada umumnya, dan itu akan bangkit saat bertemu atau melihat hal-hal yang merangsangnya. Bedanya, kalau orang fajir akan melampiaskannya pada hal yang haram, sedangkan dia akan berusaha menghindari sejauh-jauhnya hal-hal yang bisa mendekatkan pada zina.

Orang yang shalih itu bukan orang yang tidak terangsang sedikit pun saat berkhalwat dengan perempuan non-mahram, tapi dia akan berusaha sekuat-kuatnya agar tidak sampai berkhalwat dengan non-mahram.

Orang yang shalih itu bukan orang yang tidak "tegangan tinggi" saat melihat aurat perempuan, tapi dia akan segera menundukkan pandangan dan pergi menjauh saat ada aurat yang tersingkap.

***

Karena itu, seandainya bisa, harusnya seorang laki-laki pengajar agama tidak mengajar santri perempuan, kecuali jika ada hajat untuk itu, seperti guru perempuan belum tersedia, dan itu pun sebisa mungkin dibalik hijab. Atau minimal diberi jarak yang agak jauh. Kita tidak bicara hukum halal-haram di poin ini, tapi bicara bab memilih yang paling aman dari fitnah.

Tidak selayaknya guru dan santriwati banyak berinteraksi, apalagi pada perkara yang tidak urgen. Apalagi sampai berdua-duaan di ruang tertutup. Pada perkara ini, sisi menghindari fitnah harus diutamakan, dibandingkan sisi prasangka baik kepada dua belah pihak.

Santriwati haram bersalaman dan mencium tangan guru laki-lakinya tanpa pembatas, bahkan dengan pembatas pun sebaiknya dihindari, toh tidak ada pentingnya.

Seorang akhwat tidak selayaknya sering-sering japri ikhwan, meskipun si ikhwan itu ustadznya, kecuali pada perkara urgen. Memangnya setelah jadi ustadz, si ikhwan itu jadi malaikat yang tak punya naluri seksual?

Kata bang napi, kejahatan bukan hanya karena ada niat pelakunya, tapi juga karena ada kesempatan. Para fuqaha kita juga menjelaskan, hubungan laki-laki dan perempuan itu rawan menimbulkan fitnah. Kata orang, dari mata turun ke hati, setelah itu turun lagi ke...

Hanya ada dua jenis laki-laki, yang tidak pusing kepalanya, jika setiap hari harus melihat belasan akhwat muda nan cantik menawan di hadapannya: orang yang buta dan orang yang putus zakarnya. Karena itu, hati-hatilah.

Semoga Allah tabaraka wa ta'ala menjauhkan kita, pasangan kita, keluarga kita, dan anak keturunan kita, sejauh-jauhnya dari zina.

(fb)

Baca juga :