Warga Sumut Resmi Somasi Penjualan Hak Kelola Kualanamu ke India: Ini Sangat Melukai Kami

[PORTAL-ISLAM.ID]  Keputusan Kementrian BUMN melalui PT Angkasa Pura II menjual hak pengelolaan Bandara Kualanamu ke pihak konsorsium asing resmi disomasi warga Sumatera Utara.

Somasi itu dilayangkan warga bernama Firman Lawolo melalui kantor hukum Lazzaro Law Firm.

"Kita resmi melayangkan somasi terkait dengan kerjasama penjualan saham dan kerjasama joint venture company antara PT Angkasa Pura II, PT Angkasa Pura Aviasi dengan GMR Airport International," kata Rinto Maha kuasa hukum Mei Firman kepada Indozone, Jumat (26/11/2021).

Rinto Maha menyebutkan kalau pihaknya berniat untuk mengklarifikasi mengenai penjualan saham 49% terkait pengelolaan bandara Kualanamu yang sejatinya milik masyarakat Sumatera Utara.

"Intinya klien kami sebagai masyarakat Sumut sangat kecewa dengan adanya kebijakan pengelolaan Bandara Kualanamu yang hendak dipindahtangankan kepada pemilik modal asing sebesar 49% dari jumlah saham yang telah dijual," sebutnya.

Penjualan saham tersebut ditujukan untuk meningkatkan kapasitas penumpang bandara sebanyak 17 juta, kapasitas 30 juta penumpang dan 42 juta penumpang tahap 3.

Pertimbangannya kata Rinto, Bandara Kualanamu yang terletak di Kabupaten Deliserdang, Sumut, merupakan bandar udara untuk keperluan penerbangan sipil dan angkatan bersenjata sesuai dengan pasal 2 Keppres No 76 tahun 1994.

Diketahui anggaran pembangunan Bandara Kualanamu mencapai Rp 5,8 triliun. Di mana sumber pembangaunan Rp 3,3 trilun berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) lewat Kemenhub dan Rp 2,5 trilun dari PT AP II.

"Fasilitas itu untuk masyarakat Sumut apa tujuannya dijual sebesar 49% untuk asing?" sebutnya.

Rinto juga mempertanyakan penjualan pengelolaan Bandara Kualanamu apakah sudah berdasarkan persetujuan dari pemerintah daerah, DPRD Provinsi termasuk DPR RI.

"Pengelolaan bandara kan objek vital di Provinsi Sumut, jadi kami mohon klarifikasinya. Termasuk pertimbangan soal pertahanan negara terkait sabotase, spionase dan hal-hal yang bersifat kelangsungan hidup orang banyak. Termasuk perlindungan terhadap pekerja lokal," katanya.

Untuk itu Rinto Maha melalui somasi tersebut meminta kepada Menteri BUMN Erick Thohir untuk membatalkan kontrak kerjasama joint venture company dengan GMR Airport International.

"Ini sangat melukai hati, prinsip berbangsa dan bernegara kami yakni privatisasi BUMN. Sepatunya mereka mengutamakan kepentingan nasional mengenasi nasionalisasi asset milik negara dan kebijakan itu jelas-jelas bertentangan dengan undang-undang," tegasnya.

Diketahui Bandara kebanggan masyarakat Sumut itu sebagian saham hak kelola telah dijual kepada pihak asing yakni GMR Airport Internasional yang berbasis di India sebesar 49%, AP II tetap miliki saham mayoritas 51%.

GMR Airport Internasional memenangkan tender strategic partnership Kualanamu International Airport dengan masa pengelolaan selama 25 tahun.

Bandara Kualanamu sudah deal dikelola GMR Airport Internation dengan nilai kerjasama sebesar USD 6 miliar atau sekitar Rp 85,6 triliun. Termasuk investasi dari mitra strategis sedikitnya senilai Rp15 triliun. 

Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menjelaskan kalau kerja sama AP II dan GMR Airports Consortium, skema bisnis yang dipakai adalah build, operate, transfer (BOT) yang menurutnya berbeda dengan menjual aset. 

Dia mencontohkan skema BOT seperti dirinya punya bangunan hotel yang pengelolaannya diserahkan ke Swiss-Belhotel. 

"Apakah pemiliknya saya atau Swiss-Bel? Pemiliknya tetap saya, bukan Swiss-Bel. Masa beginipun harus diajarin Pak @msaid_didu? Sedih saya. Nah untuk Bandara Kualanamu, pengelolanya bahkan 51 persen masih anak perusahaan AP II, tidak semua oleh GMR. Kurang apalagi coba?" kata Arya.

Menurut Arya beda saham pengelolaan dengan saham kepemilikan.

"Bedakan perusahaan pengelola dgn perusahaan pemilik. Apakah perusahaan BOT tdk boleh memiliki saham?" tambah Arya.

Arya Sinulingga menyebutkan kalau Bandara Kualanamu pengelolannya 51% masih dimiliki AP II melalui anak usaha Angkasa Pura Aviasi.

Mereka (GMR Airport International) tanggung biaya operasional 49 %. Dan ikut membiayai pembangunan.

"Sementara biaya operasional dan pembangunan yang harus ditanggung kalau sendiri bisa membangun bandara lain," sebutnya.[indozone]
Baca juga :