Dituding Ngawur dan Sebar Fitnah, Agustinus Tanggapi Anggota DPR PDIP Soal Mundurnya Direktur Keuangan BUMN

Tanggapan Untuk Anggota DPR PDIP

Oleh: Agustinus Edy Kristianto

Anggota Komisi VI DPR Deddy Yevry Sitorus ternyata heran dengan beredarnya apa yang ia sebut fitnah terkait mundurnya Direktur Keuangan Pupuk Indonesia, Listiarini Dewajanti. 

Ia menilai alasan mundurnya Listiarini yang disebut imbas dari kasus bisnis Boy Thohir sebagai tuduhan yang keji dan ngawur. 

Ia menyatakan Listiarini mundur secara sukarela dan tidak ada hubungan dengan Menteri BUMN dan kakaknya itu. 

Ia mengutip penjelasan resmi Pupuk Indonesia, katanya, Listiarini mundur karena mau fokus di dunia baru, yaitu politik.
Silakan masyarakat nilai sendiri. Tak perlu banyak retorika dan drama. Indonesia sudah surplus hal macam begitu. Yang berbicara itu adalah seorang wakil rakyat yang—-jika kita kutip pengakuan Krisdayanti—-setiap tanggal 1 terima gaji pokok Rp16 juta, tanggal 5 terima tunjangan Rp59 juta, lima kali setahun dapat Rp450 juta dana aspirasi, delapan kali setahun Rp140 juta dana reses. 

Ia anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan. Daerah pemilihan Kalimantan Utara. No. Anggota: 251. Bertugas di Komisi VI yang memang betul salah satu mitra kerjanya adalah Kementerian BUMN. Ia juga pernah menjadi Komisaris Independen di PTPN 3 (holding) 2016-2018 dan Waskita Beton Precast 2014-2017.

Tapi, sebagaimana undang-undang mengatur, tugas anggota DPR bukanlah meluruskan fitnah terhadap kakak menteri—-jika pun itu layak disebut fitnah. Tugasnya adalah legislasi (pembentukan UU), budgeting (anggaran), dan pengawasan. Salah satu poin pengawasan itu adalah menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK yang berkaitan dengan ruang lingkup tugasnya, pun mengawasi kebijakan pemerintah.

Jadi, pertanyaannya, apakah ‘pelurusan fitnah’ itu sejalan dengan aspirasi konstituennya di dapil Kalimantan Utara? 

Mengapa ia meluruskan konstituen dapil lain yakni Jakarta (KTP Boy Thohir adalah Jakarta)? 

Mengapa ia tidak melakukan tugasnya untuk menindaklanjuti Laporan Hasil Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu Atas Pengendalian Biaya dan Manajemen Proyek Tahun 2016, 2017, dan 2018 pada PT Rekayasa Industri No. 15/AUDITAMA/VII/PDTT/06/2020 tanggal 10 Juni 2020, padahal di situ tercantum potensi kerugian negara akibat proyek dengan kakak Menteri BUMN? 

Pupuk Indonesia juga tak utuh menyampaikan penjelasan. Nalar orang awam pun akan bertanya-tanya apakah mungkin seorang profesional perbankan yang pernah menjadi tim persiapan IPO BRI hingga sampai pada posisi Senior Executive Vice President Treasury & Global Service BRI sebelum menjadi Direktur Keuangan Pupuk Indonesia, hanya dalam waktu tak sampai 3 bulan (diangkat Juli 2011 dan mengundurkan diri 11 Oktober 2021), berubah pikiran terjun ke politik? Mau masuk partai apa? 

Informasi sumber saya menyebutkan seorang wakil menteri BUMN mengarahkannya ke PSI!

Jika mundurnya tanggal 11 Oktober 2021, mengapa baru mengaku sekarang, padahal Pupuk Indonesia adalah emiten obligasi di Bursa Efek Indonesia, yang seharusnya segera mengumumkan keterbukaan informasi.

Apa yang tidak disampaikan adalah masalah Rekind dan PAU itu, yang berpotensi dugaan tipikor. Dari mana saya tahu dan mengapa saya menolak jika disebut fitnah? 

Saya kutip dokumen internal Rekind berjudul “Kronologis Kasus Rekind dengan PAU pada Proyek Banggai Amonia Plant” November 2019. Nilai proyek itu adalah US$507.860.000 (Rp7,6 triliun, kurs Rp15 ribu). Kapasitas pabrik 2.090 MTPD. Jenis kontrak EPC Lumpsum Turn Key. Efektif kontrak 22 Juni 2015. Performance test 18 Agustus 2018.

Permasalahan Rekind dan PAU ada 5:

1- Penahanan uang retensi senilai US$50,7 juta (Rp760,5 miliar) oleh PAU, meskipun PAU sudah mengoperasikan pabrik secara komersial;

2- Pencairan jaminan pelaksanaan senilai US$56 juta (Rp840 miliar) secara sepihak oleh PAU;

3- Pabrik telah dioperasikan secara komersial oleh PAU meskipun PAU belum memberikan Plant Acceptance Certificate kepada Rekind;

4- Klaim Rekind atas pengembalian uang retensi, pengembalian uang jaminan pelaksanaan, pembayaran kemajuan pekerjaan  dan pekerjaan tambah belum dibayar oleh PAU;

5- Klaim PAU yang tidak memiliki dasar yang jelas.

LHP BPK (Hal. 103-104) mencantumkan pencairan jaminan pelaksanaan Rp840 miliar itu terjadi pada 16 Mei 2019 dari Standard Chartered Bank yang selanjutnya dicairkan melalui Bank Mandiri kepada Standard Chartered Bank pada 20 Mei 2019.

Pemeriksaan lebih lanjut atas Laporan Keuangan PT Surya Esa Perkasa Tbk (ESSA/induk perusahaan PAU di mana Boy Thohir menjadi pengurus dan pemegang saham) per 30 Juni 2019 menunjukkan penerimaan pencairan jaminan pelaksanaan itu pada arus kas dari aktivitas pendanaan senilai US$56 juta. “Penerimaan ini diindikasikan digunakan oleh PT PAU untuk pembayaran utang bank. Terdapat pembayaran utang ke bank sebesar US$6,4 juta dan per 30 Juni 2019 pembayaran utang ke bank mengalami kenaikan signifikan menjadi US$54,3 juta,” tulis BPK.

Akibat ditahannya uang retensi dan pencairan jaminan pelaksanaan itu, Rekind melaporkan ke Polda Metro Jaya melalui Laporan no. LP/2705/V/2019/PMJ/Dit.Reskrimum tanggal 2 Mei 2019. Sementara PAU mendaftarkan arbitrase ke Singapura.

Apa yang terjadi setelah Erick Thohir menjadi Menteri BUMN?

Dilakukan Perjanjian Penyelesaian Terhadap Supplemental Agreement antara Rekind dan PAU tanggal 12 Agustus 2020. Salah satu klausulnya pencabutan laporan polisi dan arbitrase. Bayangkan jika sang adik bukan Menteri BUMN, apakah semudah itu mengesampingkan proses hukum?

PAU juga telah mengembalikan uang jaminan pelaksanaan yang dicairkan itu sebesar US$56 juta dan membayar US$2 juta sebagai penyelesaian akhir kepada Rekind pada Oktober 2020 (Laporan Keuangan ESSA Q2 2021 hal. 69). Tapi tidak demikian dengan uang retensi US$50,7 juta yang masih ditahan.

Lalu terjadilah restatement (penyajian kembali) dalam Laporan Keuangan Pupuk Indonesia Tahun 2020 adalah fakta: Laba tahun 2019 sebesar Rp3,7 triliun diubah menjadi Rp2,9 triliun!

Kemudian muncul masalah permodalan Rekind yang negatif bahkan sampai batuk-batuk untuk membiayai gaji dan operasional. 

Lantas berganti-gantilah direktur keuangan. Wajar saja, siapa yang mau pasang badan buat barang panas begini. Apalagi sumber pemasukan Pupuk Indonesia yang terbesar adalah subsidi pupuk langsung pemerintah dari APBN Rp25 triliun/tahun. Kerugian Pupuk Indonesia adalah kerugian APBN langsung.

Saya dengar Plt. Direktur Keuangan Pupuk akan diambil alih oleh seseorang yang dulu menjadi Direktur Manajamen Pelaksana Kartu Prakerja. Kita lihat saja gong resminya nanti.

Jadi semua ini bukan fitnah atau hoaks. Fakta peristiwanya memang ada dan memang ada kaitannya dengan perusahaan kakak Menteri BUMN. KPK juga sudah pegang barang ini melakukan permintaan keterangan kepada beberapa pihak sejak tahun lalu.

Seperti apa kelanjutannya? Mengapa aktor utama tidak dijerat? Mengapa Menteri BUMN tidak tersentuh?

Mari bernyanyi: YO NDAK TAHU KOK TANYA SAYA.

Salam YNTKTS.

(fb)


Baca juga :