BISNIS PANDEMI

BISNIS PANDEMI

Oleh: Agustinus Edy Kristianto*

Jika Presiden Jokowi bisa memerintahkan supaya harga tes PCR diturunkan dari Rp900 ribu menjadi Rp495 ribu lalu saat ini Rp300 ribu, berarti dia juga bisa memerintahkan penurunan ke angka nol rupiah!

Kita patut mempertanyakan atas dasar apa pembentukan harga itu. Apakah atas dasar supply-demand semata atau intervensi. Logika dan pengamatan kasat mata saja menunjukkan saat ini masih masa pandemi (WHO) dan kebutuhan akan tes PCR pasti ada karena dikunci oleh regulasi (misalnya syarat perjalanan).

Faktor-faktor apa saja yang membedakan pembentukan harga antara Surat Edaran Dirjen Yankes tentang Batas Tarif Tertinggi Pemeriksaan RT-PCR) Rp495 ribu dan Rp900 ribu (Surat Edaran Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor HK.02.02/I/3713/2020 Oktober 2020)? Apa sebabnya dalam waktu kurang dari setahun, harga turun hampir setengah begitu? Kurun Oktober 2020-Agustus 2021, menurut ICW, keuntungan bisnis PCR mencapai Rp10,46 triliun. Artinya profit per bulan sekitar Rp1 triliun! Duit itu dinikmati siapa?

Terlepas dari debat ada-tidaknya Covid-19, dari sisi ini, jelas bau bisnisnya menyengat banget. Lihat harga alatnya.

Kemenkes mengeluarkan izin edar darurat Covid-19 untuk merek TIANLONG Real-Time PCR System Gentier96E selama 1 tahun (sampai 10 Desember 2021) atas nama PT Interskala Medika Indonesia yang berdomisili di Jakarta. Harga di e-katalog LKPP Rp436 juta/unit. Harga di Shopee Rp333 juta. Pengakuan sumber DetikX (24 Agustus 2021) Rp400 juta - Rp1 miliar, impor dari Tianlong China (Xi’an Tianlong Technology Co., Ltd).

“Dalam proses impor mesin dan reagen itu, distributor mendapat begitu banyak kemudahan dari pemerintah. Pasalnya, kini pemerintah telah menetapkan diskresi penghapusan pajak impor bagi alat-alat kesehatan untuk penanganan pandemi COVID-19. Banyak bisnis akhirnya banting setir karena melihat peluang bisnis kesehatan. Jadi sempat ada persaingan tidak sehat. Banyak juga barang gelap beredar tanpa izin edar dari Kemenkes,” tulis DetikX.

Virus ini bermula dari China dan saat ini kita mengimpor alat tes dari China. Vaksin ‘generasi awal’ yang dibeli pakai APBN pun dari China (Sinovac, 3 juta dosis, Rp633,8 miliar, per Januari 2021). Lalu vaksin merek lain (Moderna, AZ, Pfizer dll). Kemudian booster.

Itu faktanya, meskipun memang situasinya sulit berkata demikian, karena akan dituding sebagai kelompok bumi datar yang tidak percaya pandemi oleh sejumlah kalangan. Padahal masalahnya bukan itu melainkan transparansi dan pengawasan terhadap keuangan negara.

Yang menyedihkan adalah selama 2 tahun pandemi, pendapatan masyarakat turun drastis. Dapur keluarga di Indonesia sayup-sayup ngebulnya. Bansos dari pemerintah pun hanya cukup untuk sekali PCR, belum untuk kebutuhan lain.

Tapi masyarakat dihajar isu harga terus. Mulai dari ‘harga’ bunga dan denda jerat pinjol sampai harga PCR. Jokowi minta harga PCR turun ke Rp300 ribu, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) minta Rp200 ribu, sementara di lapangan harga bisa liar, tergantung waktu keluar hasil pemeriksaan (mau 1 hari, 3 jam, 6 jam atau berapa…. ). Epidemiolog minta yang dasarnya tracing digratiskan, selebihnya bayar. Sementara pejabat Kemenkes berdalih JIKA DIBANDINGKAN dengan sejumlah negara ASEAN lain, kita jauh lebih murah.

Woi, masalahnya bukan murah atau mahal, doang! Governance lu mana? Lu, pikir ini bisnis bank!

Coba kita minta pemerintah gratiskan seluruh urusan Covid-19 ini (mulai dari tes awal, karantina, vaksin, dan perintilannya). Pakai duit negara semuanya. Larang segala jenis bisnis swasta di lapangan Covid-19. Bikin kejang-kejang pemodal yang mau ambil untung saat pandemi ini berikut relasi patronnya di pemerintahan. (Tambahan pada paragraf ini berdasarkan masukan bagus dari komentator status ini agar testing dilakukan hanya untuk yang bergejala seperti pendapat dr. Agni dkk, kembalikan diagnosa ke dokter sehingga testing hanya penunjang).

Jangan sampai kebijakan dan statistik kasus Covid-19 ditentukan berdasarkan pertimbangan harga dan komisi pejabat dari rekanan alat/produk kesehatan.

Salam. Pakai masker dan jaga jarak.

Negara ini bau!

*fb penulis (26/10/2021)
Baca juga :