Bebas untuk Zaim Pasar Muamalah

Bebas untuk Zaim Pasar Muamalah

Zaim Saidi bisa bernapas lega setelah segala persoalan hukum yang menjeratnya tidak terbukti di Pengadilan Negeri Depok. Padahal, sebelumnya, ia didakwa menggunakan alat transaksi selain mata uang rupiah dalam proses jual-beli di pasar yang ia dirikan dengan nama Pasar Muamalah.

Kuasa hukum Zaim Saidi, Algiffari Aqsa, mengatakan sejak awal ia yakin Zaim tidak bersalah. Sebab, transaksi Zaim di Pasar Muamalah tidak menyalahi aturan dan tidak mengganti mata uang rupiah sebagai alat pembayaran. “Transaksinya menggunakan dinar yang dipesan di PT Antam. Pajaknya dibayarkan,” kata dia kepada Tempo, kemarin.

Algiffari mengatakan sikap majelis hakim dalam menentukan perkara ini juga patut diapresiasi. Sebab, hakim telah menggolongkan transaksi yang dilakukan oleh kliennya di Pasar Muamalah bukan sebagai transaksi jual-beli, melainkan barter menggunakan logam mulia yang mengikuti harga pasaran. “Kami mengapresiasi putusan hakim, ya, karena banyak keterangan saksi dan pendapat kuasa hukum dipertimbangkan dalam putusan,” ujar dia.

Zaim Saidi divonis bebas oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Kelas IB Kota Depok dalam persidangan yang digelar pada Selasa, 12 Oktober 2021. Juru bicara Pengadilan Negeri Kota Depok, Divo Ardianto, mengatakan majelis hakim tidak menemukan unsur pidana dalam perbuatan Zaim yang didakwa mengganti mata uang rupiah dengan benda lain, dalam hal ini dirham.

“Menyatakan Terdakwa Zaim Saidi tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana,” kata Divo. Atas vonis tersebut, kata Divo, majelis hakim, yang diketuai oleh Fausi dan Andi Musyafir serta Ahmad Fadil sebagai hakim anggota, memerintahkan agar terdakwa dibebaskan dari tahanan dan hak-haknya dipulihkan.
Menurut Algiffari, pertimbangan itu sangat lengkap, terutama dalam mendefinisikan mata uang. Selain itu, kata dia, mereka menyatakan bahwa transaksi di Pasar Muamalah adalah barter. Algiffari mengatakan kliennya yang memiliki perhatian perihal gerakan dinar dan dirham ini hanya mencoba menerapkan praktik zaman Nabi Muhammad ke kehidupan sekarang. Dulu, kata dia, dinar digunakan sebagai alat transaksi. “Dinar atau emas memang lebih stabil dari dulu. Misalnya, beli kambing di zaman Nabi, 1 dinar. Sekarang harga kambing, ya, 1 dinar, sekitar Rp 4 jutaan,” kata Algiffari.

Gerakan seperti yang dilakukan Zaim Saidi ini, kata Algiffari, sudah dipopulerkan sejak 2002 oleh Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan juga didukung oleh PT Antam serta pemerintah saat itu karena baik untuk ekonomi. “Dinar memang sebagai penopang rupiah karena dulu, kan, mata uang kita di-support oleh emas. Hitungannya, berapa rupiah setara dengan berapa gram emas, begitu. Sampai sekarang malah. Meski pada praktiknya sekarang tidak (begitu),” kata dia.

Algiffari malah melihat sikap penegak hukum, dalam hal ini kepolisian, yang cepat-cepat merespons viralnya transaksi yang dilakukan oleh Zaim Saidi di Pasar Muamalah. Menurut dia, yang dilakukan aparat penegak hukum terhadap Zaim Saidi adalah kriminalisasi. Dia melihat banyak kejanggalan dalam prosedur hukum terhadap Zaim.

Algiffari menyebutkan pelaporan, penangkapan, penyitaan, penggeledahan, dan penahanan terhadap Zaim dilakukan pada hari yang sama. Menurut dia, sangat jarang terjadi proses hukum seperti itu. “Bandingkan dengan #percumalaporpolisi yang bertahun-tahun enggak diproses. Ini dalam waktu satu hari diproses semua sampai orang itu ditahan,” kata dia.

Meski sudah ada sejak 2014, Pasar Muamalah di Jalan Raya Tanah Baru, Beji, Kota Depok, itu mulai menjadi perbincangan di media sosial pada akhir Januari 2021. Pasar itu menjual sandal, parfum, pakaian, madu, dan makanan. Pasar itu disebut tidak menggunakan uang rupiah sebagai alat transaksi, melainkan menggunakan koin dinar dan dirham.

Setelah keberadaan pasar itu viral, Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI menangkap Zaim Saidi, koordinator Pasar Muamalah, pada 2 Februari 2021. Bareskrim menyangka Zaim melanggar Pasal 9 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Hukum Pidana dan Pasal 33 UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Zaim disangka berperan sebagai koordinator Pasar Muamalah sekaligus wakala induk, yaitu tempat menukarkan rupiah menjadi dinar dan dirham.

Jaksa penuntut umum mendakwa Zaim melanggar Pasal 9 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Zaim didakwa membuat benda semacam mata uang atau uang kertas dengan maksud untuk menjalankannya atau menyuruh menjalankannya sebagai alat pembayaran yang sah. Jaksa menuntut Zaim dihukum 1 tahun penjara.

Menanggapi vonis bebas terhadap Zaim, Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Depok, Andi Rio Rahmat, mengatakan pihaknya masih pikir-pikir untuk menentukan sikap, apakah akan melakukan banding atau tidak. “Yang dapat kami sampaikan hari ini, jaksa penuntut umum baru mendapat salinan putusan resmi. Selanjutnya, terkait dengan putusan tingkat pertama tersebut, kami diberi hak 14 hari untuk menentukan sikap,” kata Andi.

(Sumber: Koran Tempo)
Baca juga :