Apa Itu PANDORA PAPERS?

Pandora Papers

Sudah beberapa kali dunia diguncang oleh pembocoran rahasia-rahasia kekayaan orang super kaya. Dulu ada Panama Papers yaitu pembocoran data dari sebuah firma hukum yang bernama Mossack Fonseca. Dari data-data ini terungkap berbagai perusahaan cangkang (shell companies) yang dibikin oleh orang-orang super kaya di dunia.

Ada 2,6 terabytes data yang dibocorkan keluar. Para jurnalis mengayak data-data tersebut, membagi-baginya ke negara-negara dimana data itu relevan. Termasuk juga ke Indonesia.
Sebuah konsorsium yang bernama International Consortium for Investigative Journalism (ICIJ) mengkoordinasi pengayakan data ini.

Dari situ kita tahu apa dan siapa yang menyembunyikan kekayaannya lewat perusahan-perusahan cangkang di luar ngeri. Termasuk para orang kaya dari Indonesia. Hampir semua pengusaha besar dan politisi Indonesia masuk daftar ini.

Apa tujuannya? Sederhana saja: menyembunyikan kekayaan sehingga tidak usah membayar pajak.

Kemudian, ada Paradise Papers yang dijebol dari sebuah firma jasa keuangan Appleby. Ada 1,4 terabytes data yang dibocorkan.

Yang terakhir ini adalah Pandora Papers. Dibanding dua yang terdahulu, ada 2,94 terabytes data yang dibocorkan. Ia terdiri dari 11,9 juta files. Ia mengungkap bagaimana kerja dunia keuangan para super kaya di muka bumi ini -- yang tidak tersembunyi dari mata publik dan oleh karenanya tidak bisa dipungut pajak.

Anda mungkin bertanya, terus apa kepentingan kita dengan hal-hal seperti ini? Bukankah wajar orang tidak mau diketahui berapa nilai kekayaannya? Bukankah lebih baik orang kaya tampil sederhana, merakyat, dan bila perlu rajin blusukan dan lempar-lempar hadiah kepada kaum kere?

Oh iya, betul. Tapi ini tidak ada hubungannya dengan image sederhana yang dibangun orang kaya. Hubungannya adalah dengan pajak. Mereka menyembunyikan kekayaannya supaya tidak membayar pajak.

Anda membayar pajak bukan? Berapa dari kekayaan Anda yang diambil negara dalam bentuk pajak? Anda bayar PBB, Pajak kendaraan bermotor, Anda bayar PPN setiap beli sesuatu, Anda bayar pajak penghasilan ... total sajalah berapa pendapatan Anda selama setahun dan berapa yang diambil oleh negara.

Idenya adalah negara mengambil untuk nantinya dikembalikan kepada Anda dalam bentuk jalan raya, vaksin gratis, pengobatan murah di Puskesmas, pendidikan anak-anak gratis, subsidi kepada kaum kere yang tidak bayar pajak tapi dibantu oleh negara supaya bisa kerja dan nantinya ikut bayar pajak juga.

Ada banyak hal yang dibeayai oleh pajak. Anda memberi, tapi nanti Anda juga mendapat manfaatnya. Itu pun kalau tidak dikorupsi oleh orang-orang yang mengurusi negara. Tapi ini soal lain.

Jadi bandingkanlah dengan orang-orang kaya itu. Berapa pajak yang mereka bayar?

Taruhlah penghasilan Anda 10 juta per bulan. Kalau semua pajak Anda dikumpulkan (termasuk pajak penjualan/PPN), negara mengutip 10% dari jumlah itu (ini masih sangat kecil menurut saya), maka itu adalah Rp 1 juta. Itulah tax rate Anda kepada negara.

Asumsikanlah bahwa orang-orang kaya ini punya penghasilannya 1 milyar per bulan. Jika tax rate mereka sama dengan Anda, 10%, maka mereka harusnya membayar 100 juta per bulan.

Anda mungkin langsung terbelalak, banyak bangettttt!!!!! Iya. Tapi itu adil bukan? Anda bayar 10% dari pendapatan Anda. Demikian juga seharusnya mereka. Anda hidup jungkir balik dengan 9 juta per bulan. Mereka tentu tidak jungkir balik seperti Anda karena harus menghabiskan 900 juta per bulan.

Namun seringkali dunia tidak beroperasi seperti itu. Orang-orang kaya ini ingin membayar pajak seperti Anda juga ...

Bukan. Bukan tax rate-nya yang mereka ingin samakan. Tetapi mereka ingin membayar pajak Rp 1 juta saja. Sama seperti yang Anda sumbangkan.

Disitulah perusahan cangkang dipakai. Mereka bisa membuat orang-orang kaya ini penghasilannya hanya tampak 10 juta per bulan!

Orang-orang kaya itu mungkin berargumen, kami bayar pajak banyak sekali. Sekali kami makan di restoran mewah di Jakarta, kami menghabiskan Rp 10 juta. Ada 7% PPN yang kami bayar. Itu sudah 700 ribu sendiri! Bayangkan itu dikalikan 20 kali saja! Jadi jumlah kami bayar pajak kan luar biasa banyaknya ketimbang para kere itu ...

Nah, disinilah sebenarnya kita bisa berdebat soal peranan negara.

Mengapa negara diperlukan untuk hidup bersama? Supaya semua orang bisa maju bersama. Orang-orang kaya itu memang tidak hidup untuk menolong orang lain. Dalam sistem modern, Anda tidak punya kewajiban menolong orang lain. Kewajiban itu, Anda serahkan kepada negara!

(Ingat pasal 33 UUD kita? ... Bukan. Ia tidak berbunyi semua seniman, intelektual dan aktivis miskin dipehara rejim. Bukalah kembali UUD 45).

Jadi nasib orang miskin, kere, dan sial itu bukan urusan orang-orang kaya itu. Itu urusan negara. Sebagai gantinya, orang-orang kaya itu mendapatkan banyak hal yang sama dengan yang didapat oleh orang-orang miskin -- jalan, fasilitas umum, dll.

Juga mereka mendapatkan keamanan dan masyarakat yang tertib -- hei, jangan dipikir masyarakat tertib itu gratis! Tidak sama sekali. Ketertiban butuh polisi, jaksa, hakim, dan segenap sistem hukum.

Semua ini sangat mahal harganya. Pajak dari orang-orang biasa saja tidak cukup. Itulah sebabnya orang-orang kaya ini dituntut membayar lebih. Toh mereka bisa mendapatkan sesuatu dengan lebih mudah dan hidup jauh lebih nyaman daripada orang kebanyakan.

Lalu bagaimana dengan Pandora Papers ini?

Di Indonesia, media Tempo menjadi kolaborator dari laporan ini. Sejauh ini ada dua orang yang disoroti oleh laporan Tempo ini, yaitu Luhut Binsar Panjaitan dan Airlangga Hartarto. Mereka adalah orang-orang yang sangat berpengaruh pada pemerintahan Jokowi.

Saya tidak tahu apakah ini laporan satu-satunya yang akan keluar. Namun menilik dari besarnya data, besar kemungkinan akan ada lanjutannya.

Orang mengatakan bahwa uang itu tidak berbau. Namun kadang-kadang dia meninggalkan jejak juga. Sekalipun banyak orang berusaha menghapus jejak itu.

Soal Pandora Papers, silahkan baca laporan dari The Guardian ini: https://bit.ly/2Y9Gbhv

Laporan Tempo bisa dibaca disini: https://bit.ly/3uBHVfH 

(Made Supriatma)

Baca juga :