Damai Lubis: Hendropriyono Seorang Terduga Pelanggar HAM, Jangan Bicara Sembarangan

Hendropriyono Jendral (Purn) Seorang Terduga Pelanggar HAM Kalau Bicara Tidak Boleh Sembarangan 

Oleh: Damai Hari Lubis (Pengamat Hukum dan Politiki Mujahid 212)

Hendro adalah salah seorang Tokoh Bangsa ini, walau nyatanya banyak Masyarakat, utamanya dari Kelompok Aktifis Kemanusiaan / HAM yang tidak menyukainya, namun mau tidak mau, atau suka tidak suka Hendropriyono Sang Jendral TNI (Purn) adalah seorang Publik Pigur walau dirinya ditokohkan hanya oleh sebagian dari Kelompok Tertentu yang ada di tanah air, maka andai dirinya memiliki wacana atau buah pikir, baiknya positif untuk semua golongan atau semua lapisan masyarakat, jangan malah menggulirkan ide atau wacana yang justru ciptakan sekat atau pembatas serta diskriminatif terhadap kelompok yang "tidak ia sukai" atau hanya menguntungkan kelompok tertentu. 

Sebaiknya Hendro jika mengeluarkan statemen layaknya seorang guru yang disukai oleh banyak murid. Dan semua subtansi dari pernyataan dan sikap Hendro idealnya adalah demi kemaslahatan semua anak bangsa dan negara serta bukan semangat pecah belah.

Materi narasi atas tulisan ini muncul oleh sebab Hendropriyono eks Kepala BIN (Badan Intelijen Negara) sering menyudutkan atau memusuhi organisasi FPI (Front Pembela Islam), sejak sebelum ada larangan terhadap organisasi ini, lalu setelah ada organisasi baru yang bernama Front Persaudaraan Islam hadir, Hendro kembali masih saja tetap memusuhi, walau tanpa dasar hukum yang jelas (dalih tidak punya asas legalitas), wacana dari dirinya mirip  orang benci atau hanya atas dasar ketidaksukaan belaka.

Contoh negatif terbaru statemen Hendropriyono terkait pernyataannya pada salah satu media online, bahwa "FPI melakukan mimikri (kamuflase -red)" sudah semestinya nada berbau sentimentil juga tendesius ini dicabut, karena tidak layak digunakan, karena pendapat terkait "sampling mimikri" bisa dirasakan sebagai upaya mindset dari seorang mantan Kepala BIN demi menimbulkan image permusuhan, maka pendapat ini tidak sepatutnya dimunculkan kehadapan publik oleh seorang publik figur.

Sudah sepantasnya pernyataan model "kuliah umum" dengan wujud filtrasi atau penyekatan yang bermuatan doktrinisasi terhadap beberapa kelompok atau golongan dari anak bangsa supaya benci FPI, termasuk bagai pola mindset langsung terhadap penguasa Pemerintahan Negara RI agar musuhi FPI. 

Secara hukum dan merupakan fakta hukum FPI yang lama (Front Pembela Islam), dan Para Pengurusnya tidak bisa dipersepsikan sebagai musuh bangsa dan musuh negara Republik Indonesia yang mirip dengan PKI, PKI memang nyata secara konstitusi telah dilarang oleh TAP MPR RI dan oleh Hukum Positip (KUHP), namun larangan terhadap FPI hanya terkait soal izin pendaftaran dan mungkin karena FPI yang diharapkan cukup hanya menggunakan satu asas yakni Pancasila pada Anggaran Dasar/AD senagai landasan organsasinya, namun ternyata pada AD FPI dicantumkan atau menyertakan juga asas lain (Al Qur'an dan Al Hadist ), secara hukum kenapa rupanya apa ada yang salah? Jika sebuah kelompok pada sebuah golongan yang mengimani Kitab Sucinya dan ingin mematuhi perintah Rasul sebagai UtusanNYA? Salahnya dimana menurut kaidah hukum yang berlaku?

Namun terkait alasan-alasan yang ada, banyak juga tokoh bangsa dan tokoh ulama berpendapat "larangan terhadap FPI (Front Pembela Islam) karena FPI tidak mau mendukung atau menolak beberapa kebijakan penting penguasa atau FPI dianggap oposan". 

Maka untuk selanjutnya Hendropriyono jika memang hendak memberikan opini selalu gunakan asas hukum yang berlaku, karena makna mimikri disini seolah FPI (Front Pembela Islam) ingin mempertahankan diri dari musuh sehingga hanya mengganti nama menjadi Front Persaudaraan Islam. Mana mungkin negara secara hukum diminta agar memusuhi warga negaranya sendiri? Lalu Hendro jangan lupakan faktor rule of law yang ada pada Konsitusi Dasar Negara RI yang membolehkan atau membebaskan semua WNI individu dan kelompok untuk bebas berpendapat dan berkumpul atau berserikat.(*)

*Sumber: FaktaKini
Baca juga :