Pelajaran dari Italia, dari Pusat Wabah Kini Jadi Model Pengendalian Covid-19, Mengedepankan Nyawa di atas Ekonomi

[PORTAL-ISLAM.ID] Banyak cerita dari Italia pada masa pandemi virus corona.

Setelah sempat mengalami dampak yang parah dari pandemi virus corona, Italia secara bertahap mulai disebut sebagai model dalam pengendalian virus corona bagi negara-negara lain, termasuk Amerika Serikat.

Saat virus corona pertama kali mewabah di Barat, Italia menjadi episenter yang menakutkan.

Negara ini menjadi tempat yang dihindari di AS dan sebagian besar Eropa karena disebut mengalami penyebaran virus yang tak terkontrol. 

Namun, beberapa bulan setelahnya, justru AS yang mengalami kasus kematian lebih banyak dari negara-negara lain di dunia.

Sementara, sejumlah negara di Eropa juga masih menghadapi kasus-kasus baru. Beberapa kembali memberlakukan pembatasan dan mempertimbangkan penguncian (lockdown) lagi.

Sementara, jumlah kematian harian akibat virus corona yang dilaporkan di Lombardy, wilayah utara yang sebelumnya paling terdampak pandemi, kini berada di kisaran angka 0.

"Jumlah kasus harian yang dilaporkan telah merosot menjadi salah satu yang terendah di Eropa dan dunia. Kami sangat berhati-hati," kata Direktur Departemen Penyakit Menular di National Institute of Health, Giovanni Rezza.

Meski masih ada kasus-kasus baru yang dilaporkan minggu ini, Italia optimistis bahwa mereka dapat mengontrol virus.

Namun, para ahli di Italia tetap memperingatkan kemungkinan terjadinya lonjakan kasus virus corona yang dapat terjadi.

Mereka sadar bahwa kondisi dapat berubah kapan pun.

Pelajaran dari Italia

Bagaimana perubahan yang terjadi di Italia memberikan pelajaran bagi dunia?

Setelah awal yang buruk, Italia menjadi lebih baik atau setidaknya konsisten dengan kebijakan penguncian (lockdown) yang dipilihnya. 

Pemerintah Italia mengikuti panduan dari komite teknis dan ilmiah.

Dokter-dokter lokal, rumah sakit-rumah sakit, dan kewenangan kesehatan mengumpulkan lebih dari 20 indikator pada virus secara harian dan mengirimkannya ke otoritas wilayah.

Kemudian, mereka melanjutkannya ke Institut Kesehatan Nasional.

Hasilnya berupa sinar-X (X-ray) mingguan yang menggambarkan kondisi kesehatan di negara yang menjadi dasar keputusan akan kebijakan. 

Proses ini merupakan perjalanan yang panjang dari kondisi panik dan hampir mengalami kolaps pada Maret tahun lalu.

Minggu ini, parlemen memberikan suara untuk memperpanjang kekuatan darurat pemerintah hingga 15 Oktober setelah Perdana Menteri Giuseppe Conte mendesak agar negara tidak melonggarkan penjagaannya.

Kewenangan ini memungkinkan pemerintah menjaga pembatasan dan merespons dengan cepat, termasuk penguncian (lockdown), apabila ada klaster baru.

Mengedepankan nyawa di atas ekonomi

Kebijakan penguncian (lockdown) yang dilakukan oleh Italia memang menimbulkan kerugian ekonomi.

Selama tiga bulan, bisnis dan restoran ditutup, pergerakan sangat dibatasi, dan pariwisata ditahan.

Italia diperkirakan kehilangan sekitar 10 persen dari PDB tahun ini.

Namun, pada suatu titik, dengan virus yang mengancam dan dapat menjadi tidak terkontrol, kewenangan di Italia mengedepankan nyawa di atas ekonomi.

"Kesehatan warga Italia berada dan akan selalu menjadi prioritas," kata Conte.

Strategi penghentian kegiatan ini (lockdown) bukannya tanpa kritik.

Akan tetapi, kebijakan tersebut terbukti lebih bermanfaat daripada membuka kembali ekonomi saat kondisi virus masih mewabah sebagaimana di negara-negara lain seperti AS, Brazil, atau Meksiko.

(Sumber: KOMPAS)
Baca juga :