BERISIK di SOSMED vs BUZZER, Antara PAHALA dan LAKNAT

BERISIK di SOSMED vs BUZZER, Antara PAHALA dan LAKNAT

Oleh: Syofyan Hadi 

Ketika kita berteriak di medsos melihat kecurangan terjadi secara masif, mereka berkata sinis, “Untuk apa anda berteriak, karena teriakan anda tidak akan mengubah keputusan yang ada?”. Ketika kita ribut di medsos melihat sebagian ulama dizhalimi, mereka berteriak pula sambil mencibir, “Untuk apa anda ribut di medsos, karena teriakan anda tidak akan berpengaruh kepada ambisi mereka yang sedang berkuasa”?. Ketika kita berisik membela bangsa Palestina yang sedang dizhalimi, mereka pun berisik pula sambil mengolok, “Untuk apa anda berisik di medsos, toh suara anda tidak sedikitpun akan mengubah keadaan mereka di sana”?

Betul, andai teriakan kami tidak mengubah keadaan orang lain, minimal terikan kami akan mengubah keadaan kami sendiri di hadapan Tuhan kelak. 

Perlu anda ingat, bahwa bangsa Yahudi dilaknat Allah swt karena ucapan mereka, seperti dalam firman-Nya walu’inu bimā qālū (وَلُعِنُوا بِمَا قَالُوا) “Dan mereka dilaknat disebabkan ucapan mereka”. (Rujuklah QS. AL-MA’IDAH [5]: 64). 

Namun perlu juga anda catat, bahwa kaum beriman akan masuk sorga dan diganjar pahala yang besar hanya karena ucapan yang mereka ucapkan. Demikian seperti firman-Nya fa atsābahumullāh bimā qālū jannātin (فَأَثَابَهُمُ اللَّهُ بِمَا قَالُوا جَنَّاتٍ) “Maka mereka diberi ganjaran sorga disebabkan ucapan mereka”. (QS. AL-MA’IDAH [5]: 85).

Minimal itulah tujuan kami berisik dan berteriak di medsos setiap melihat kezhaliman dan kemungkaran terjadi, yang sekiranya teriakan kami tidak mampu mengubah dan memperbaiki keadaan orang lain, minimal teriakan kami akan mengubah keadaan kami sendiri di akhirat kelak.

Pesannya, jangan pernah berhenti berisik dan berteriak di medsos untuk menyuarakan kebenaran, karena pahala dan sorga telah menunggu anda andai suara anda tidak mengubah keadaan menjadi lebih baik.

Bagi saya, sekeji-kejinya orang hari ini adalah mereka yang mencari nafkah dengan membela penjajah, mengkhianati hati nurani untuk membenarkan penindasan atas sesama manusia, mereka-reka alasan untuk melegitimasi pembunuhan massal. Sebutan apa yang pantas disematkan kepada mereka? 

Belakangan ini, di Indonesia, tiba-tiba muncul buzzer Israel. Sekelompok orang yang membenarkan penyerangan Israel atas Palestina sembari menyalahkan Hamas di media sosial. Dalihnya, karena Hamas memprovokasi tentara Israel dan terus meluncurkan rudal. 

Jika orang-orang seperti ini hidup di zaman kolonial bangsa kita dulu, mungkin mereka akan menyalahkan Soedirman sambil membela Belanda hanya gara-gara Sang Jendral memilih jalur perang gerilya untuk mengusir penjajah itu. Orang-orang ini hanyalah para pecundang, pengecut, pengkhianat! 

Bagi bangsa yang sedang dijajah, semua upaya harus dilakukan untuk merdeka. Jalur perang atau diplomasi tak bisa dipilih salah satunya saja. Dulu saat memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, Soekarno mengerjakan jalur diplomasi, tapi Soedirman memilih jalur perang gerilya. Keduanya berperan penting dalam kemerdekaan bangsa kita. Tak bisa dipilih cara siapa yang paling benar, bukan? 

Di Palestina, kelompok Fatah mengerjakan cara diplomasi dengan mengupayakan lobi di level Internasional, termasuk di PBB. Sebaliknya, Hamas memilih konfrontasi, mereka tak mau bangsa Palestina tinggal diam saat tanahnya direbut dan warganya diusir dengan kekerasan, kemerdekaan harus diperjuangkan sampai titik darah penghabisan! 

Bagi rakyat Palestina, di Gaza, Sheikh Jarrah, West Bank, atau di manapun, tak ada yang memilih Hamas atau Fatah. Keduanya penting untuk kemerdekaan rakyat Palestina. Bayangkan kakek dan nenek buyut kita dulu, mereka juga tak akan tinggal diam negerinya di Jajah. Ada yang terjun ke medan perang, ada yang melakukan lobi dan diplomasi. 

Israel adalah negara baru, kaum Yahudi datang sebagai pencari suaka pasca perang Dunia II, diterima sebagai tamu di Palestina, tapi kini justru balik menjajah sang tuan rumah. Dulu saat mereka datang ke Palestina dengan kapal, tahun 1948, pengungsi Yahudi membentangkan spanduk, "Don't you destroy our hopes!" Ironis,  kini mereka justru jadi penjajah yang menghancurkan harapan bahkan hidup banyak orang Palestina. 

Memang, seiring berjalannya waktu, lobi Israel memenangkah hati para sekutunya. Inggris yang pertama kali mendukung pendirian negara Israel, lantas disahkan Liga Bangsa-bangsa. Kini, Israel merasa kuat, dengan militer dan persenjataan yang dimilikinya, merasa dibackup sekutu, kelompok Zionis itu membabi buta melakukan upaya perebutan wilayah hingga ethnic cleansing terhadap bangsa Palestina. 

Dulu, saat Indonesia belum merdeka, Mufti Agung Palestina Amin Al-Husaini adalah pemimpin dunia pertama yang mengakui kedaulatan Indonesia, bahkan sejak September 1944. Dukungan ini penting untuk membantu Soekarno dan kawan-kawan melanjutkan perjuangan kemerdekaan RI dalam rangka mendapat pengakuan Internasional yang lebih luas. 

Singkatnya, kita berhutang kepada Palestina untuk dukungan kemerdekaan bangsa kita hampir 77 tahun lalu. Kini, saat Palestina berjuang untuk mendapatkan kemerdekaannya, satu-satunya pilihan yang kita punya adalah mendukungnya. Tak ada yang lain, tak ada opsi membela penjajah Israel yang biadab itu. 

Hari ini, jika ada media atau orang yang mengatakan Hamaslah salah, Palestina yang salah dan yang benar adalah Israel, jelas itulah yang pemutarbalikkan fakta. Bukan sebaliknya. Coba baca dan pelajari sejarah dengan saksama. Apapun argumen yang membenarkan dan membela Israel hanyalah propaganda belaka. 

Namun, sedihnya, ada beberapa orang Indonesia, sebagian mereka mengaku berilmu, justru membela Israel dan menyalahkan Palestina. Lebih bodoh lagi, ada sebagian orang yang merasa karena bukan Muslim, maka harus membela Israel. Hei, ini bukan soal agama saja, ini soal penjajahan yang bertentangan dengan perikemanusiaan dan perikeadilan! 

Di situasi seperti ini, keberpihakan kita harus jelas dan tegas. Apakah kita membela kemanusiaan dan keadilan, ataukah kita Buzzer Israel alias buzzer Yahudi pesek yang buta mata hatinya.[fb]
Baca juga :