Oleh:Tony Rosyid
TIGA periode jabatan presiden hampir tidak mungkin terjadi di era reformasi. Indonesia sepertinya trauma mempunyai presiden terlalu lama.
Kabarnya, semua partai, terutama PDIP, tidak setuju presiden tiga periode. Presiden Joko Widodo alias Jokowi sendiri juga menegaskan tidak setuju untuk tiga periode.
Jadi, clear. Semua kompak. Selama ini, ide tiga periode hanya wacana liar yang berkembang di media, terutama media sosial.
Lalu, ke mana arah politik Jokowi di Pilpres 2024? Apakah Jokowi akan ditinggalkan mitra koalisinya? Atau masih punya kekuatan untuk tawar-menawar?
Pada 2024, ada 270 pelaksana tugas (Plt) kepala daerah. Semua Plt dipilih presiden dan memiliki kekuatan tersendiri.
Apalagi jika menjelang 2024 Jokowi menjadi ketua umum salah satu partai. Kemungkinan Jokowi menjadi Ketua PDIP, Demokrat, atau partai yang lain bukan hal mustahil. Nah, jika Jokowi memiliki partai, kekuatan tawarnya akan tetap besar.
Di antara tokoh yang santer dan berpeluang maju di Pilpres 2024 adalah Prabowo Subianto, Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, Sandiaga Uno, Ridwan Kamil, dan sejumlah nama yang lain.
Di antara nama-nama itu, siapa yang memungkinkan didukung Jokowi?
Semua tetap punya peluang untuk didukung Jokowi. Prabowo misalnya, cukup kuat dan dekat dengan Jokowi untuk saat ini.
Tapi, jika Prabowo diusung oleh PDIP, maka pengaruh Jokowi ke Prabowo kalah kuat dengan Megawati. Apalagi, Prabowo dua kali pernah dikalahkan oleh Jokowi di Pilpres 2014 dan 2019.
Hiruk pikuk pilpres masa lalu bisa jadi resisten dan punya potensi kerentanan hubungan antara Jokowi dengan Prabowo. Tentu, ini akan jadi kalkulasi tersendiri bagi Jokowi.
Selain Prabowo, orang yang cukup dekat dengan Jokowi adalah Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah. Lagi-lagi, Ganjar adalah kader PDIP.
Tanpa jabatan presiden pasca 2024, Jokowi tidak akan dihitung kekuatannya oleh Megawati yang notabene menjadi penguasa di partai berlambang kepala banteng ini.
Artinya, dominasi Megawati ke kader akan menihilkan pengaruh Jokowi. Kecuali jika Ganjar membelot dan keluar dari PDIP.
Sandiaga Uno dan Ridwan Kamil tidak terlalu dekat, tapi akan sangat ditentukan oleh partai pengusung dan elektabilitas.
Sandi kader Gerindra. Sulit mendapatkan tiket maju dari Gerindra, mengingat Prabowo masih menjadi primadona di partai berlambang garuda ini.
Kecuali jika Prabowo batal maju di Pilpres 2024, Sandi akan punya peluang.
Sementara Ridwan Kamil, selain tidak punya partai, elektabilitasnya juga tidak terlalu menonjol. Masih perlu kerja keras jika ingin dapat pinangan dan dukungan.
Mendukung Anies, kalkulasinya bagi Jokowi lebih rasional. Selain elektabilitas menjanjikan, Anies sulit dikalahkan jika maju di Pilgub DKI lagi.
Anies mesti nyapres. Jika tidak, Anies akan bertarung di Pilgub DKI lagi sebagai incumbent.
Seandainya pun semua partai dihalangi untuk mengusung Anies nyagub di DKI, Anies masih bisa lewat jalur Independen.
Di DKI, elektabilitas Anies tidak tertandingi. Akan sulit bagi siapapun untuk mengalahkan Anies di Pilgub DKI 2024. Incumbent, prestasi cukup banyak dan populer, serta fanatisme pemilih masih sangat kuat. Soal ini, analis dan surveyer politik paham datanya.
Jika Jokowi berniat membawa putra sulungnya Gibran Rakabuming Raka ke Jakarta, mesti menghindari lawan Anies. Masih terlalu berat dan tidak tepat waktu. Untuk menghindari lawan Anies di Pilgub DKI, Anies mesti dicapreskan.
Jokowi dukung Anies ini akan jadi win win solution.
Pertama, keduanya pernah punya sejarah kedekatan yang bisa direkatkan lagi. Kedua, rekonsiliasi bangsa ini akan bisa dijahit kembali. Anies punya karakter merangkul dan bersinergi dengan semua pihak.
Ketiga, Anies tipe orang yang di dalam dirinya tidak ada kosa kata balas dendam. Siapapun, akan aman dan nyaman bersama Anies.
Tapi, apapun itu, Presiden Jokowi pasti sudah punya rencana dan kalkulasi yang matang soal Pilpres 2024. Karena ini menyangkut eksistensi politiknya setelah tidak lagi menjadi presiden.
(Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa)