Ditekan organisasi massa Islam, Presiden Jokowi akhirnya membatalkan lampiran peraturan presiden yang membuka investasi pembuatan minuman keras di Indonesia.
Diputuskan setelah pertemuan empat mata dengan Wakil Presiden Ma'ruf Amin.
Teka-teki Jokowi Membatalkan Investasi Minuman Keras
JAKARTA - Presiden Joko Widodo akhirnya mencabut butir lampiran dalam Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal, yang mengatur ihwal investasi minuman keras. Keputusan tersebut diambil setelah beberapa organisasi massa Islam dan partai politik menolak sejumlah poin dalam kebijakan tersebut.
"Saya putuskan lampiran peraturan presiden mengenai pembukaan investasi baru di industri minuman keras yang mengandung alkohol dicabut," ujar Jokowi dalam kanal YouTube Sekretariat Presiden, kemarin.
Aturan turunan Undang-Undang Cipta Kerja itu semula memasukkan ketentuan investasi minuman keras, yang hanya diperbolehkan di Provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Papua. Peraturan ini diteken Jokowi dan diundangkan pada 2 Februari lalu. Ketentuan ini mulai berlaku 30 hari sejak diundangkan atau 4 Maret 2021. Namun, belum juga aturan main investasi minuman beralkohol berlaku, Presiden berubah sikap.
Penutupan kembali keran investasi minuman keras terjadi beberapa jam setelah Jokowi bertemu dengan Wakil Presiden Ma'ruf Amin di Istana Kepresidenan, kemarin pagi, sekitar pukul 09.30.
“Ma'ruf bertemu empat mata dengan Jokowi untuk membahas investasi minuman keras,” ujar juru bicara Wakil Presiden, Masduki Baidlowi.
Dalam pertemuan itu, Ma’ruf banyak memberikan masukan kepada Jokowi.
Sejak awal, Ma'ruf memang ingin aturan tentang minuman keras dihapus dari daftar positif investasi.
Staf Khusus Wakil Presiden, Arif Rahman, membenarkan adanya pertemuan tersebut. Menurut dia, pertemuan itu memang dikhususkan untuk membahas polemik yang mengemuka setelah pemerintah mengumumkan pembukaan investasi baru di industri minuman keras. Namun Arif tak mengetahui secara rinci isi pertemuan tersebut.
Yang pasti, kata dia, pertemuan itu baru masuk dalam agenda Ma’ruf sehari sebelumnya. “Yang meminta bertemu bukan Pak Kiai, melainkan Presiden Jokowi,” ujar Arif.
Pertemuan selama 1-1,5 jam itu berlangsung setelah banyak organisasi massa Islam menentang kebijakan investasi minuman keras melalui media sosial dan media lainnya.
Sebagai bekas Ketua MUI, Ma’ruf juga banyak menjalin komunikasi dengan sejumlah ormas Islam. Menurut Masduki, Ma’ruf berkomunikasi antara lain dengan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah, ataupun Majelis Ulama Indonesia.
Komunikasi dengan ormas Islam itu bertujuan agar penolakan dari ormas Islam tidak berlebihan atau overdosis. “Sebagai wakil presiden dan representasi tokoh Islam, beliau berperan sebagai mediator agar polemik diselesaikan baik-baik,” ujar Masduki.
Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas tidak tahu apakah ada komunikasi personal antara Ma’ruf dan sejumlah pimpinan MUI. Pembicaraan itu, dia melanjutkan, bisa saja terjadi karena Ma'ruf merupakan Ketua Dewan Pertimbangan MUI periode 2020-2025. “Apalagi masing-masing pimpinan MUI dan organisasi lainnya sudah bicara di media, menolak kebijakan investasi minuman keras,” ujar Anwar.
Wakil Sekretaris Jenderal MUI, Muhammad Ikhsan Abdullah, mengapresiasi langkah pemerintah mencabut investasi minuman keras. "Ini bisa jadi menjadi momentum agar (pemerintah) menyusun peraturan perundangan-undangan yang mewujudkan kemaslahatan publik,” ujar ikhsan.
(Sumber: Koran TEMPO, Rabu, 3 Maret 2021)