Refly Bela Rocky yang Sebut Bukan UU ITE Tapi Otak Presiden Harus Direvisi

[PORTAL-ISLAM.ID]  Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun ikut angkat bicara mengomentari pernyataan pemikir politik Rocky Gerung yang dituding segelintir orang menghina Presiden Jokowi.

Sebelumnya, pernyataan tersebut dilontarkan Rocky Gerung saat mengkritik wacana revisi UU ITE yang menurutnya hanya merupakan alat kontrol terhadap oposisi.

Tak pelak, hal itu membuat Rocky Gerung menyebut bukan UU ITE yang seharusnya direvisi, tetapi isi pikiran presiden.

Sebab, menurut Rocky, yang harus dilakukan pemerintah kekinian adalah memulihkan hak oposisi Jokowi.

"Rocky Gerung mengeluarkan pernyataan, lagi-lagi dianggap menghina, bukan UU ITE, tapi otak presiden yang harus direvisi. Dianggap penghinaan, tetapi Rocky Gerung bergeming mengatakan itu bukan penghinaan, yang dia sampaikan itu kritik presiden, bukan ke Jokowi secara personal tetapi ke pemimpin negara dan pemerintah," ujar Refly Harun seperti dikutip Suara.com pada Selasa (23/2/2021) dari tayangan dalam kanal YouTube-nya.

Refly Harun kemudian mengulas pernyataan Jokowi yang menyebut soal oposisi. Dia menyoroti pemberitaan soal partisipasi Partai Gerindra yang diklaim Jokowi sebagai bentuk tidak adanya oposisi.

Mengaku tidak memihak siapa pun, Refly mengatakan sejatinya problematika sekarang ini adalah sering dicampuradukkannya sistem pemerintahan.

Meski begitu, dia menegaskan pernyataan Presiden Jokowi soal bergabungnya Partai Gerindra dalam pemerintahan tidaklah benar.

"Bukan soal ingin mengatakan Jokowi salah atau benar, Rocky Gerung salah atau benar. Kita sering mencampuradukkan sistem pemerintahan yang kita anut, parlementer dan presidensiil. Selain itu juga soal tradisi politik dengan nilai esensial dalam demokrasi," tukas Refly.

"Presiden orang nomor satu. Ketika Presiden Jokowi mengatakan soal bergabungnya Partai Gerindra dalam pemerintahan karena tidak oposisi, ini kekeliruan melihat sistem pemerintahan," lanjutnya.

Bukan tanpa sebab, Refly Harun berbicara demikian lantaran sistem pemerintahan Indonesia semestinya tidak mengenal adanya Partai Politik bergabung dalam kekuatan eksekutif.

"Menteri yang direkrut itu mengatasnamakan pribadi, dia harusnya lepas dari partai. Mereka tidak memiliki visi misi partai, tapi visi misi Jokowi," terang Refly.

Soal adanya oposisi sebagaimana dikatakan oleh Jokowi, Refly Harun menuturkan bahwa hal itu bisa salah dan bisa juga benar.

"Dalam pembagian, maka secara formal memang tidak ada oposisi. Tapi jangan lupa kalau pengertian formalitas, maka sesungguhnya seluruh anggota DPR itu pengawas pemerintah. Jadi tidak bisa diklaim bahwa mereka bekerja untuk presiden tapi rakyat," jelasnya.

"Mereka dalam tanda kutip oposisi dalam pemerintah. Semua anggota DPR harus diangap oposisi eksekutif," kata Refly menambahkan.

Namun demikian, hal itu menurut Refly Harun patut disorot karena menurut dia Partai Politik sekarang tidak meyakini adanya individual power.

Refly Harun mengatakan, Partai Politik sudah menjadi institusi oligarki dan pribadi.

"Parpol tidak menjadi institusi demokrasi, tapi menjadi institusi oligarki bahkan pribadi, yang memimpin kalau tidak individu ya keluarga. Hanya satu dua orang partai yang dipimpinnya berbeda," tandasnya. [suara]
Baca juga :