VAKSINASI: BISNIS ATAU KORUPSI?

Tulisan bernas dan cerdas!

VAKSINASI: BISNIS ATAU KORUPSI?

Oleh: Abdullah Hehamahua (Penasihat KPK 2005-2017)

Vaksin Corona China, Sinovac sebanyak 3 juta dosis tiba di Jakarta, sejak Desember 2020. Tanpa ijin edar BOPM, 4 Januari 2021, vaksin tersebut didistribusi ke 34 provinsi. Sertifikat halal MUI belum ada. Beberapa hari kemudian baru terbit sertifikat halal.

Izin edar BPOM pun terbit. Apakah sertifikat halal MUI dan ijin edar BPOM sudah ikut SOP yang ada? Tanya KPK!

Apakah vaksin ini proyek bisnis sehingga konsumen di-fait accompli untuk menerimanya, tanpa persetujuan sebelumnya? Bahkan mereka meng-fait accompli BOPM dan MUI. Jangan-jangan, vaksinasi ini salah satu bentuk korupsi. Ataukah ia bentuk lain dari korupsi seperti yang dilakukan mantan Menteri Sosial?

Tragisnya, jika vaksinasi ini merupakan kedunguan birokrat. Sebab, jika MUI tidak menerbitkan sertifikat halal dan tidak ada izin edar BPOM, bagaimana nasib 3 juta dosis tersebut?

Satu hal yang pasti, ahli epidemiologi, dr. Tifauzia Tyassuma menegaskan, dirinya tidak bersedia divaksin walau dengan todongan pistol, teror dipecat, dan ancaman denda sekalipun kecuali dengan vaksin Merah Putih.

Vaksin dan Vaksinasi

Vaksin adalah bibit penyakit yang dilemahkan, digunakan untuk vaksinasi. Vaksinasi sendiri adalah penanaman bibit penyakit yang sudah dilemahkan ke dalam tubuh manusia. Vaksin, bukan obat. Ia hanya memicu terbentuknya kekebalan spesifik seseorang terhadap Covid-19 agar tidak tertular. Vaksin yang digunakan Indonesia ini diproduk oleh perusahaan Sinovac, China.

Covid 19 mengakibatkan 51 juta orang sedunia yang terinfeksi. Meninggal, 1,2 juta orang. Studi terhadap lebih dari 11.000 petugas layanan kesehatan di kota Newcastle, Inggris, menemukan bahwa, tidak ada orang yang dites positif covid-19 mengalami gejala lagi beberapa waktu kemudian. Namun, setelah 6 bulan, orang tersebut bisa terkena Covid 19 lagi.

Konsekwensinya, rakyat Indonesia harus divaksinasi 2 kali dalam tahun ini. Faktanya, ada pasien Covid 19 yang dikarantina di rumah sakit khusus (Jakarta) selama 15 hari dan dinyatakan sembuh, ternyata kurang dari sebulan, terinfeksi kembali.

Wajar jika masyarakat “puyeng” dengan pelbagai informasi pemerintah, baik yang disampaikan presiden, menteri, maupun pers.

Proses vaksinasi di Indonesia dimulai tanggal 13 Januari. Namun, Covid 19 sudah bermutasi di Inggeris dan Afrika. Turunan covid 19 ini dapat merontokkan kekebalan yang dihasilkan oleh vaksin apa pun. Dilemanya, turunan Covid 19 tersebut telah masuk ke Indonesia.

Jika virus baru tersebut bermutasi berkali-kali, maknanya, vaksin apa pun tidak berguna. Apalagi, virus tersebut mampu mengelabui kekebalan yang dimiliki seseorang setelah divaksinasi. Artinya, terhadap yang mendapat suntikan vaksin China, virus bisa mencari jalan lain untuk menginfeksi orang tersebut.

Mungkin seperti Harun Masiku yang dapat mengelak dari Penyidik KPK. Bedanya, Harun Masiku, mungkin punya pelindung sedangkan pasien turunan Covid 19, tidak. Sebab, suatu waktu nanti, penderita Covid 19, sama seperti penderita flu. Maksudnya, orang bisa beberapa kali terserang flu. Namun, flu jarang mematikan. Anak cucu Covid 19 dapat membunuh jika seseorang punya penyakit bawaan. Apalagi, konon, belum ada bukti kalau orang meninggal karena covid 19.

Mereka meninggal akibat penyakit bawaan seperti jantung, paru-paru, ginjal, lever, darah tinggi, diabetes atau penyakit lainnya. Maknanya, jika orang dalam keadaan sehat, secara sunatullah dia tidak akan meninggal hanya karena terpapar covid 19.

Dicky Budiman, dokter yang punya pengalaman 20 tahun di Kementerian Kesehatan, Bappenas, BPS Kesehtan, UNDP, Asean, dan OKI berpendapat:

(1) Vaksin bukan solusi ajaib. Ia hanya salah satu cara membangun kekebalan individu; 
(2) Tidak ada vaksin yang memberi perlindungan sempurna. Sebab, masih ada peluang penerima vaksin tertular kembali. 
(3) Tidak ada pandemi selesai hanya dengan vaksinasi. Cacar misalnya, perlu waktu 200 tahun baru hilang. Polio, hilang 50 tahun setelah vaksinasi; 
(4) Vaksinasi efektif jika disuntik sewaktu pandemik melandai trendnya. Indonesia, sekarang berada di tahapan menaik.

Aneh! Negara muslim terbesar di dunia, impor obat dari China. Padahal, menurut BPOM, evektivitas vaksin snovac hanya 65,3%. Hasil uji klinis terakhir di Brazil, vaksin snovac hanya 50,4% efektif. Mengapa tidak prioritaskan vaksin Bion Tech Pfizer, temuan dua ilmuan muslim Jerman yang efikasinya mencapai lebih dari 90%.?

Raja Salman dan seluruh petinggi Arab Saudi menggunakan vaksin ini. Temuan ilmuan Jerman ini sepatutnya memicu dokter muslim di Indonesia, menghasilkan penyembuh virus China ini. Jika murid SMK Solo saja bisa menciptakan mobil esemka, kok ribuan profesor dan doktor kesehatan, tidak mampu memproduk vaksin Covid 19.?

Vaksin Proyek Bisnis?

Penduduk China, 1,4 miliar. Maknanya, perlu sejumlah besar pangan, energi, dan bahan baku. China terbatas lahan pertaniannya, kurang dari 10%.

Solusiya, China membeli dan menyewa lahan di beberapa negara antara lain: Eropa, Amerika, Australia, Brazil, Kamboja, dan Selandia Baru. Pengembang properti Cina Cred (2016), bergabung dengan kelompok pertambangan lokal membeli lahan pertanian terbesar di dunia dari S. Kidman & Co di Australia, yang mempunyai 185.000 sapi dan menguasai 2,5 persen lahan pertanian di negara itu.

Pembelian itu menyusul pengambilalihan pertanian kapas terbesar Australia (2012) oleh perusahaan Cina, Shandong Ruyi. Perusahaan pangan raksasa Cina, Bright Food, Yili dan Pengxin membeli puluhan peternakan sapi susu di Selandia Baru. Kini ia menghasilkan produk-produk yang sangat popular di Cina.

Di Amerika, penghasil daging sapi, WH group, yang dulu dikenal dengan nama Shanghai International Holdings, membeli produsen daging terbesar di Amerika Smithfield Foods (2013). Di Perancis, seorang taipan Cina membeli ladang-ladang gandum yang terluas untuk menjamin persediaan makanan bagi rakyat negeri tirai bambu tersebut. Selain pangan, China juga perlu bahan enerji yang sangat besar.

China, negara produsen batubara terbesar di dunia, 3,55 miliar ton per tahun. Namun, negeri ini merupakan salah satu pengimpor batubara terbesar karena besarnya kebutuhan dalam negeri.

Mengatasi krisis pangan dan energi, China lakukan dua pola: (1) Sebanyak mungkin rakyatnya pindah ke negara lain. Menteri Hukum dan HAM mengatakan, dalam Januari 2020 saja, 188 ribu warga China masuk Indonesia. Mereka merasa, Indonesia adalah provinsi baru sejak 2014. Ada 1.000 perusahaan China yang beroperasi di Indonesia. Daerah pertambangan, pertanian, dan industri, dijumpai banyak pekerja bermata sipit yang tidak bisa berbahasa Indonesia.

Bahkan, di Banten, dijumpai tukang potong rumput yang warga negara China dan tinggal di losmen. Tahun lalu, Pemkab Serang menandatangani naskah MoU kerja sama dengan Pemkot Linfen, Provinsi Shanxi, China. Salah satu programnya, membangun kota kembar Linfen di kabupaten Serang.

China mengobral utang ke negara lain dalam proyek pembangunan infra struktur yang gilirannya, negara itu menjadi “jajahannya”.

Langkah berikut, pekerja dan barang produksi mereka leluasa masuk ke negara tersebut. Suatu kedunguan melanda pemerintah Indonesia adalah mengimpor komoditas yang merupakan hasil utama petani dalam negara agraris seperti buah-buahan, sayur, dan tembakau.

Delapan komoditas yang diimpor dari China (2020) adalah: aluminium sebanyak 311,1 juta kg dengan nilai R12,1T; buah-buah sebanyak 397,7 juta kg senilai Rp10,2T; sayur-sayuran sebanyak 603,8 juta kg senilai Rp7,25T; pupuk sebanyak 2,3 juta ton senilai Rp7,21T; pipa besi dan baja sebanyak 280,4 ribu ton senilai Rp.5,7T; tembaga sebanyak 67,1 juta kg senilai Rp5,1T; minyak bumi sebanyak 436,2 ribu ton senilai Rp3,9T; dan tembakau sebanyak 38,5 juta ton senilai Rp2,3T.

Terlepas benar tidaknya rumor, Covid 19 adalah virus ciptaan China, satu hal yang pasti, negara tirai bambu ini memanfaatkan pandemi ini guna meraup keuntungan besar. Indonesia perlu 364 juta dosis vaksin di mana 73,96 juta dosis dari China dengan total nilai R14,792 triliun.

China punya tiga perusahaan vaksin covid 19: Cansino, Sinovac (50 juta dosis), dan Sinopharm (60 juta dosis).

Negara-negara yang memesan vaksin dari China antara lain: Brazil (46 juta dosis); Cile (60 juta dosis); Turky (50 juta dosis); Singapura (puluhan juta dosis); dan Philipina (25 juta dosis).

Pemerintah melalui SK Menkes, No: HK.01.07/ Menkes/ 9860/ 2020, ditetapkan 7 jenis vaksin yang untuk tahap pertama: Sinovic, 125 juta dosis, Novavax dari Amerika-Kanada, 50 juta dosis; AstraZeneca, 50 juta dosis, dan perusahaan farmasi gabungan Jerman dan Amerika Serikat, Pfizer BioNTech sebesar 50 juta. Dana yang disiapkan Rp54,44 triliun dari realokasi APBN. Rencana penduduk yang akan divaksin, 182 juta orang sehingga vaksin yang diperlukan, 364 juta dosis.

Dana sebesar Rp54,44 triliun merupakan ajang perebutan pengusaha, BUMN, maupun pejabat terkait sebagai suatu bisnis yang menggiurkan. Hal ini bisa dilihat dari menjamurnya usaha swab PCR, rapid test, dan antigen test, baik yang dilaksanakan rumah sakit pemerintah, rumah sakit swasta maupun kedai di tepi jalan dan kampung. Test antigen misalnya ada yang Rp195 ribu, Rp225 ribu, bahkan Rp240 ribu.

Vaksin dan Korupsi

Pengalaman saya di KPK menunjukkan, antara tahun 2006 – 2010, 43% kasus di KPK berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa (PBJ). Padahal, 35% dari APBN untuk PBJ. Maknanya, dana APBN yang dikorupsi adalah 43% x 35% x APBN. Kali ini, KPK berhasil membongkar proyek PBJ untuk dana Bansos di Kemensos. Koruptornya adalah menteri sendiri, Wakil Bendahara Umum PDIP.

Tragisnya, KPK menemukan 16,7 juta orang tidak ada NIK, tapi ada di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang isinya 97 juta orang. Data ini juga menunjukkan bahwa, para pemilih dalam Pilpres 2019 penuh rekayasa. Apalagi, salah seorang komisioner KPU ditangkap KPK dan Ketuanya diberhentikan karena pelanggaran Kode Etik KPU.

Jika ada potensi korupsi dana vaksin dan vaksinasi, maka ia dikategorikan korupsi material, korupsi politik, dan atau korupsi intelektual. Sebab, apakah penunjukkan perusahaan China sebagai produsen dan BUMN sebagai distributor sudah memenuhi ketentuan perundang-undangan yang ada. Apakah ada “janji” atau “fee” yang diperoleh pihak-pihak terkait dalam proses pengadaan vaksinasi ini.

KPK dalam kontek ini perlu pro aktif, turun ke lapangan guna memastikan tidak terjadi tindak pidana korupsi, mulai dari penunjukkan produsen, distributor serta penentuan ijin edar oleh BPOM dan seritikat halal oleh MUI. Direktorat Libang KPK perlu mengkaji masalah ini.

Sebab, secara teoritis, berdasarkan temuan dan pendapat para pakar, dunia tidak bisa kembali lagi ke keadaan normal seperti tahun 2019. Hal ini dibuktikan dengan adanya mutasi virus ini di Inggeris dan Afrika. Virus yang bermutasi tersebut sudah masuk ke Indonesia.

Maknanya, selama bertahun-tahun, kita akan berhadapan dengan varitas baru dari covid 19. Selama itu pula kita akan berlangganan setiap bulan dengan vaksin. Di sinilah pentingnya Direktorat Litbang turun ke lapangan. Kan tidak perlu ijin Dewan Pengawas.

Hasilnya dikaji oleh Direktorat Pengaduan Masyarakat untuk selanjutnya melakukan pulbaket guna menentukan, ada atau tidak indikator tindak pidana korupsi. Bisa juga secara paralel, temuan Litbang dikaji oleh Direktorat Penyelidikan KPK.

Projek vaksinasi ini diduga sarat dengan konflik kepentingan, penyuapan, dan gratifikasi. Sebab, pemerintah akan memeroleh 54 juta dosis vaksin gratis dari GAVI.

Bahkan, jumlah itu akan bertambah menjadi 108 juta dosis. Berarti, ia terkategori gratifikasi. Jika bantuan gratis dari GAVI tersebut merupakan bantuan internasional ke negara-negara miskin, mengapa pemerintah Indonesia harus mengeluarkan dana sekitar Rp143 triliun untuk impor vaksin ?

Ingat, kasus dana Bansos Kemensos, menterinya mengambil Rp. 10 ribu dari setiap paket sehingga dia memeroleh Rp. 17 milyar. Bagaimana kalau untuk vaksin ini, pihak-pihak terkait mendapat hadiah sepuluh ribu per dosis, maka ada Rp3,2 triliun. Di sinilah pentingnya KPK, khususnya direktorat Pengaduan Masyarakat pro aktif melacak dugaan gratifikasi tersebut. Untungnya, MUI mengeluarkan sertifikat halal.

Bagaimana dengan termen-termen berikutnya di mana produser tidak lagi menaati SOP, baik dari kehalalan maupun tayyibah sebagaimana yang pernah terjadi sebelumnya, khususnya dalam produk makanan maupun obat-obatan.

Direktorat Litbang KPK perlu mengkaji hal ini dengan MUI agar polemik yang terjadi di antara Majalah Tempo dan MUI (2014), tidak berulang.

Simpulan dan Solusi Cerdas

1. Covid 19 nantinya seperti flu. Sebab, virus China ini sudah bermutasi dalam pelbagai turunan sebagaimana yang ditemukan di Inggeris dan Afrika beberapa waktu lalu.

2. Vaksin bukan obat. Ia adalah bibit penyakit yang dilemahkan yang berfungsi merangsang lahirnya kekebalan orang yang divaksin. Olehnya, vaksinasi bukan satu-satunya metode penanggulangan covid 19. Apalagi, turunan covid 19 yang bermutasi punya kemampuan menghindari kekebalan orang yang sudah divaksin.

3. Langkah strategis menghadapi maraknya covid 19 dan turunan mutasinya, kembali ke ajaran agama, khususnya Islam sebagaimana perintah UUD 45 pasal 29 ayat (1) dan (2).

Langkah-langkah tersebut antara lain: 
(a) Lelaki dan perempuan yang bukan mahram, tidak bersalaman; 
(b) Tidak ada budaya cipika-cipiki di antara mereka yang bukan mahram; 
(c) Muslimah yang mengenakan cadar, tidak perlu lagi khawatir dituduh teroris oleh Densus A-Z; 
(d) Shalat awal waktu secara disiplin; 
(e) Usahakan untuk selalu berwuduk; 
(f) Senantiasa mengonsumsi makanan yang memenuhi syarat, 4 sehat, 5 sempurna, dan 6 halal.

4. Nuansa bisnis dari vaksin sinovac tercium ketika ada ura-ura, sanksi sekian juta rupiah bagi mereka yang tidak mau divaksin. Padahal, ikut vaksinasi atau tidak seseorang merupakan hak, bukan kewajiban. Apalagi pasal 28H ayat (1) UUD 45 mewajibkan negara menjamin, melindungi, dan memberi layanan kesehatan bagi setiap warga negara.

5. Aroma korupsi tercium dalam pengadaan vaksin corona China sehingga perlu ditelisik KPK, khususnya berupa sejumlah vaksin gratis dari salah satu produsen vaksin. Direktorat Litbang KPK perlu turun lapangan mengkaji masalah ini sebelum kasus serupa dana bansos Kemensos, berulang. Sebab, dana yang disediakan untuk vaksin ini cukup besar Rp143 triliun.

6. Pemerintah harus mendukung projek putra-putri Indonesia yang mau memproduk vaksin Merah Putih guna mengantisipasi mutasinya covid 19 sampai tahun 2024. Ingat, Jokowi terkenal sehingga terpilih sebagai presiden karena mobil asemkanya. Mengapa Jokowi tidak bisa tampil dengan jargon baru, vaksin “merah putih” sehingga kita tidak perlu impor dari negara komunis China.

Depok, 15 Januari 2021

(Abdullah Hehamahua)

Baca juga :