Perang Chechnya: Pengkhianatan THE KADYROV


THE KADYROV

Perang Chechen pada akhirnya (atau sementara ini?), tidak bisa lepas dari sejarah Kadyrov Family.

Kisahnya dimulai saat Akhmatov Haji Abdul Khamidovich Kadyrov, Pulang merantau dari Uzbekistan, Akhir tahun 1986.

Meski berasal dari klan terpandang, Akhmat dan keluarganya bukan orang berada. Bahkan bisa dibilang masa kecilnya melarat.

Bapaknya, Haji Abdul Khamidovich, Tokoh perjuangan Chechnya, menjalani pengasingan di pelosok Asia karena diusir Stalin.

Saat Gorbachev berkuasa, barulah tahun 1957 Haji Abdul Khamidovich bisa kembali ke Chechen. Membawa serta anaknya yang lahir di Kazakhstan itu.

Selama belajar di Uzbekistan, Akhmat Kayrdov menamatkan SMA di Mir-i Arab Madrasah, Propinsi Bukhara. Lalu melanjutkan kuliah di Universitas Islam Tashkent. Masih negeri yang sama.

Sebagai seorang ustadz muda, Akhmat tentu bersemangat mempraktekkan ilmu yang ia miliki. Awal tahun 1990, ia membuka institut Islam, di desa Kurchaloy, Chechnya.

Lembaga Pendidikan Islam resmi pertama di seluruh wilayah Kaukasus, khususnya Chechnya, yang ketika itu masih berupa salah satu propinsi Soviet.

Pembukaan sekolah Islam itu berjarak kurang dua tahun dari api yang akan membakar Chechnya.

September 1991, Dzhokhar Dudayev, Gubernur propinsi Chechnya, mengepung gedung KGB setempat, menawan seluruh intelejen dan pejabat Soviet yang berdinas disitu, lalu memproklamasikan Republik Chechnya merdeka.

Perang Kemerdekaan Chechnya I menghanguskan tanah Kaukasus.

Ketika Dudayev mendeklarasikan Republik Islam Chechen (RCI), Akhmat Kadyrov berdiri di dalam barisan ulama yang mendukung.

Segenap jiwa raga ia kobarkan semangat jihad muslim Chechen. Bahkan menganggap perjuangan mereka sebagai Perang Salib abad 20.

Karena sepak terjangnya yang luarbiasa, Tahun 1993 ia diangkat sebagai wakil mufti.

Dua tahun kemudian, 1995, Barulah ia menjabat sebagai mufti Chechnya. Pemegang otoritas keagamaan tertinggi.

Fatwa-fatwanya menjadi ujung tombak perlawanan.

Kata-katanya menentukan siapa mujahid siapa pengkhianat.

Dan kutipan-kutipan Al-Qur'an yang ia baca menusuk relung kalbu setiap jiwa yang beriman.


Di bawah panji yang ia junjung tinggi, para pemuda dan pria Chechnya sukarela berkorban segalanya demi kemuliaan dalam hidup sebagai pemenang, atau kemuliaan mati syahid di jalan Allah.

Dengan semangat jihad yang Akhmat serukan, mengusir Rusia adalah harga mati!

Posisi Kadyrov segera menjadi amat penting di tubuh Republik Islam Chechen (RCI).

Ia sangat terpandang.
Klannya kuat.
Bahkan punya pasukan pribadi sendiri dengan nama Kadyrovtsy.

Ketenaran Ramzan, Putranya yang masih bocah, Ia katrol dengan menjadikannya komandan pasukan para veteran yang berpengalaman.

Dengan segala ketenaran dan penghormatan bangsa Chechnya yang ia nikmati tersebut, ketika Aslan Maskhadov menjadi presiden RCI pasca gugurnya Dudayev, Kadyrov menjadi iri hati.

Ada ganjalan dan rasa tak puas.


Dia melihat Aslan sebagai rival. Yang menjegal mimpinya menguasai Chechnya.

Walau ada upaya rekonsiliasi antara keduanya, hati Akhmat tetap tidak bisa plong.

Mulailah Akhmat mencari-cari alasan menggoyang pemerintahan Aslan.

Segala kesempatan ia manfaatkan untuk meruntuhkan legitimasi presiden sah Chechnya tersebut.

Tapi karena tak kunjung bisa menguasai Chechnya, hasad mulai membakar rumput kering di hati Akhmat.

Akhmat terus berusaha. Dan momentumnya ia dapatkan ketika melihat Aslan Maskhadov terbuka dengan unsur asing.

Selama ini Aslan sangat terbuka menerima bantuan Saudi.

Dengan pemerintah Taliban pun mereka saling dukung dan memberi pengakuan. Bahkan Gulbuddin Hekmatyar pernah mengirim orang-orang terbaiknya untuk melatih pejuang Chechnya.

Lucunya, dulu semua kedekatan tersebut disponsori, dilegimitasi, bahkan diupayakan langsung oleh Akhmat Kadyrov.

Sekian lama putar otak, Akhmat akhirnya menemukan judul besar untuk menyerang pemerintahan RCI:

"BAHAYA WAHABI"

Pemerintahan RCI sebagai wadah besar para pejuang dari seluruh unsur perjuangan, baik Sufi, Asy'ari, Salafy, Jihadi, bahkan Sekuler dan Liberal, memang memperlakukan seluruh kelompok dengan sama baiknya.

Di mata RCI, mereka semua punya jasa besar membebaskan Chechnya dari penjajahan Rusia.

Tapi unsur-unsur penting di tubuh RCI yang berkuasa adalah kelompok Syamil Basayev dan Movladi Udugov.

Kedua pemimpin besar Chechnya ini punya mimpi yang sama. Membebaskan seluruh Kaukasus, dan mendirikan Republik Islam Kaukasus.

Perang Chechen II tahun 1999 meruntuhkan semangat juang Kadyrov. Hasad yang ia tanam dalam-dalam di hatinya, rupanya mampu mengubah seorang mufti besar mujahidin, menjadi pengkhianat yang lemah hati dan pengecut.

Kadyrov akhirnya menyatakan pendapatnya yang mengejutkan seluruh rakyat Chechnya.

Ia memandang bahwa bagaimanapun baiknya pejuang Chechnya, Rusia terlalu besar untuk dilawan.

Meski seorang pejuang Chechnya mampu membunuh 150 tentara Rusia, mereka tetap tidak akan terkalahkan!

Rusia akan selalu sanggup menyerang lagi. Kapanpun dan dimanapun. Maka tak ada gunanya lagi melawan. Lebih baik menyerah!

Pasca kemerdekaan Chechnya 22 Agustus 1996 itu, situasi bagi bangsa dan pemerintah Chechnya memang luar biasa berat.

Selain kondisi ekonomi, keamanan, dan politik di dalam negerinya kocar-kacir, Moskow pun rajin mempersekusi warga Chechnya yang ada di Rusia. Semua orang Chechnya disana mereka tuduh berafiliasi dengan RCI.

Selain itu pesawat-pesawat tempur Rusia terus saja bersliweran diatas langit Chechnya. Mengancam pemerintahan yang masih hijau itu dan menimbulkan kepanikan pada masyarakat sipil.

Puncaknya adalah sebuah informasi intelijen yang menambah kecut hati Kadyrov.

Bahwa pada Maret 1999 Rusia telah mengadakan rapat untuk menumpas separatis Chechnya hingga ke akar-akarnya dengan sebuah perang besar habis-habisan!

Kawan-kawan seperjuangannya tentu kaget sekaget-kagetnya atas pernyataan Akhmat.

Pengkhianatan Akhmat membelah bangsa dan pejuang Chechen menjadi dua besar.

Kelompok Liberal Sekuler yang berperang semata terbawa euforia dan romantisme perjuangan tanpa landasan keimanan, serta sebagian kecil Islamis yang letih baku bunuh, mendukung Akhmat.

Sedangkan kelompok Wahabi dan bagian besar Islamis lainnya, yang pandangan perjuangan mereka selalu lebih besar dari kemampuan mereka sendiri karena berjuang diatas petunjuk dan janji-janji Allah, mengutuk keras pengkhianatan Akhmat.

Diserang sedemikian rupa, bukannya kapok, Akhmat berkeras membalas dengan narasi anti Wahabisme.

Ia mengubah jalan cerita yang sebenarnya.

Dia bilang Rusia sebetulnya hanya berniat menyerang Wahabi, bukan bangsa Chechnya.

Kalau Wahabi bisa diusir dari Chechnya, tentu Rusia akan berhenti berusaha menguasai Chechnya.

Dan banyak lagi fitnah-fitnah Akhmat pada lawan politiknya.

Ia pukul rata semua pejuang yang kontra sebagai Wahabi. Padahal pejuang dari Afghanistan berpaham Deobandi, Dan banyak pejuang asli Chechnya, justru bermadzhab Syafi'i Asy'ari alias Aswaja.

Gaya fitnahan Akhmat itu, hingga hari ini, menjadi salah satu standar baku seluruh pengkhianat bangsa-bangsa kaum muslimin.

Setiap kelompok Islamis yang berusaha meluruskan pemerintahnya, pasti dijuluki Wahabi, meskipun mereka melakukan qunut, tahlilan dan maulidan.

Puncak tuduhan Akhmat mendapat pembenarannya ketika Syamil Basayev hendak menyerbu Dagestan dan mengusir Rusia dari sana.

Ia bilang kelompok Wahabi membahayakan Chechnya karena coba mengusik Rusia di Dagestan.

Menurutnya tindakan Syamil dan para Wahabi sialan itu akan mendatangkan masfadat (kerugian) besar.

Karenanya ia harus mencari kemashlahatan. Menghindari darah terus tertumpah di Chechnya.

Meski dengan menjadi antek Rusia!

Padahal situasi saat itu, Chechnya yang kaya minyak, bagaimanapun juga, pasti akan coba direbut Rusia lagi.

Mau ada Wahabi atau tidak. Mau Dagestan direbut atau tidak. Setelah kekalahan mereka pada perang Grozny 1996, Rusia sangat kehilangan lumbung minyak nasionalnya itu dan tidak akan berhenti mencoba kembali menjajahnya.

Maka ketika presiden Aslan Maskhadov sibuk menggodok penerapan hukum Islam untuk membasmi kriminalitas serta memperbaiki situasi ekonomi yang berantakan.

Juga ketika Syamil Basayev sedang mematangkan rencana membuka front di Dagestan.

Kadyrov malah melirik ke Moskow!

Diam-diam ia menyambar umpan lezat yang dilempar Putin:

"Bro, Gue butuh pemimpin Chechnya masa depan. Mau ga lo jadi presiden? Full otonomi deh. Semua Tentara Rusia gue tarik. Dan lo jadi presiden Chechnya sepenuhnya. Yang penting Chechnya tetap berada di dalam negara Rusia. Terus lo urus orang-orang Wahabi itu. Habisi mereka semua!"


Kadyrov kemudian resmi menggonggong di samping Rusia. Menyalak pada kawan-kawan seperjuangannya dulu. Bahkan menggigit dan menghabisi mereka yang menghalangi jalannya.

Penuh sukacita ia berterimakasih pada Rusia. Menurutnya segala penderitaan yang menimpa rakyat Chechnya adalah karena mereka tidak mensyukuri nikmat yang diberikan oleh Rusia. Selama ini Rusia sudah memberi semua yang dimaukan Chechnya, tapi kok masih saja minta merdeka?

Kadyrov juga mengklaim perubahannya untuk memihak ke Rusia tidak datang dari diri sendiri, melainkan aspirasi dari pendukungnya.

Alasan sederhana yang dibuat-buat. Khas seorang pragmatis.

Ketika tahun 1999 Rusia menyerbu Chechnya lagi, Pasukan Kadyrov ikut bertempur. Bukan melawan Rusia. Tapi melawan pemerintahan dan saudara-saudara seperjuangannya sendiri.

Waktu Rusia menang, Putin menepati janjinya.

Akhmat Kadyrov, diangkat sebagai presiden daerah itu di bawah federasi Rusia.

Pasukan pribadinya dijadikan Polisi Militer dengan tugas khusus: Memburu sisa-sisa gerilyawan.

Selain menggunakan kekejaman, Akhmat juga mengiming-iming lawannya bergabung demi amnesti dan segenggam uang.

Dari sudut pandang pragmatisme, Akhmat seorang yang jenius.

Ia sangat pandai menempatkan diri.

Meski menjadi kepanjangan tangan Moskow, tapi bukan kepanjangan lidah mereka.

Lain di bibir lain di hati.

Agar terus mendapat simpati, narasi-narasi yang ia teriakkan tetap terlihat seolah memihak bangsa Chechnya.

Berulang kali Akhmat menuntut penarikan mundur tentara Rusia, mengkritik kejahatan perang Rusia dan menceritakan heroisme orang Chechnya dalam perang pertama.

Tapi semua itu cuma di bibir saja.

Tak ada satu batu pun yang ia lemparkan pada Rusia.

Bahkan sebaliknya. Segala keistimewaan ia berikan.

Dari konsesi minyak Chechnya, hingga arah perpolitikan internasional. Semuanya tunduk di bawah arahan Rusia.

Di mata bekas kawan-kawannya dulu, Kadyrov adalah pengkhianat.

Dia menjual darah saudara-saudaranya satu parit. Dan lebih memusuhi sesama muslim daripada orang kafir.

Si pengkhianat tidak lama menikmati darah kaum muslimin.

4 tahun berkuasa. Akhmat Kadyrov dihantam serangan bom, tewas. Yang diduga dilancarkan oleh loyalis Syamil Basayev.

Akhmat Kadyrov menjadi kepala pemerintahan Republik Chechnya sejak Juli 2000. Pada tanggal 9 Mei 2004, dia dibunuh oleh Islamis Chechnya di Grozny, menggunakan ledakan bom selama parade kemenangan peringatan Perang Dunia II.

Kekuasaannya sebagai Presiden Republik Chechnya kemudian diwarisi putranya, Ramzan Kadyrov. Bocah yang lebih kejam dari ayahnya.

Saking kejamnya, semua rival disingkirkan, meski sesama antek Putin.

Ramzan Kadyrov menikmati limpahan uang Rubel. Istana. Kebun binatang. Dan pasukan pribadi.

Ia menjalani hidup seolah sebagai pemilik Chechnya.

Setelah segala kekuasaan yang ia dapatkan, lalu apa yang ia berikan bagi Rusia?

Tentu semua sumber daya alam yang melimpah ruah di Chechnya.

BERSAMBUNG...

(ditulis oleh Pega Aji Sitama, diedit oleh Fathi Nasrullah)

Baca juga :