Langkah Berat Mantu Jokowi Lawan Petahana di Pilkada Medan


Langkah Berat Mantu Jokowi Lawan Petahana di Pilkada Medan

Pilkada Kota Medan bakal diramaikan oleh dua pasangan calon, yakni Akhyar Nasution-Salman Alfarisi dan Bobby Nasution-Aulia Rachman. Mereka sudah mendapat nomor urut untuk berlaga di pilkada.

Pilkada Kota Medan menjadi sorotan karena menantu Presiden Joko Widodo ikut berkontestasi, yakni Bobby Nasution. Namun, bukan berarti dia mendapat kans menang lebih besar.

Pengamat Politik dari Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) Arifin Saleh Siregar menilai pasangan Akhyar Nasution-Salman Alfarisi lebih berpeluang menang atas Bobby Nasution-Aulia Rachman di Pilkada Medan 2020.

Menurutnya, masyarakat tentu lebih memilih sosok yang memiliki banyak pengalaman, yakni Akhyar yang saat ini masih menjabat Plt Wali Kota Medan.

Sementara Bobby Nasution merupakan sosok yang baru muncul di Kota Medan, sehingga butuh waktu yang lama untuk meyakinkan publik.

"Kalau misalnya hari ini pilkadanya saya lihat masih Akhyar (lebih berpeluang menang)," kata Arifin saat dihubungi CNNIndonesia.com pekan lalu.

Dia menilai nama besar Presiden Jokowi tak lantas membuat masyarakat memilih Bobby saat Pilkada. Arifin mengamini bahwa Bobby jadi lebih dikenal atau popularitasnya bertambah.

Akan tetapi, bukan berarti masyarakat otomatis menyukai usai mengenal Bobby. Elektabilitas tak serta merta bertambah ketika popularitas terdongkrak.

"Bobby bawa nama besar Jokowi, itu mempopulerkan cukup, tapi kan untuk membuat orang suka enggak cukup. Perlu peran maksimal Bobby dan timnya," bebernya.

Bobby diusung oleh koalisi besar partai politik yakni PDIP, Partai Gerindra, PAN, Golkar, NasDem, PSI, Hanura dan PPP. Bila di total, koalisi partai pengusung Bobby-Aulia memiliki 39 kursi di DPRD Kota Medan.

Sementara pasangan Akhyar-Salman hanya diusung Partai Demokrat dan PKS.

Mengenai hal itu, Arifin menilai bukan jaminan Bobby bisa memenangkan pilkada meski didukung banyak mesin politik partai.

"Saya tidak melihat lagi peran parpol itu, karena peran parpol hanya untuk mengusung dan mengantar ke KPU saja. Jadi ada pasangan yang diusung parpol besar dan ada yang diusung parpol kecil itu enggak begitu berpengaruh," kata Arifin.

Arifin bicara demikian bukan berarti mendukung Akhyar. Dia mengatakan kedua paslon sama-sama belum memiliki visi misi yang jelas. Akhyar diunggulkan hanya karena punya pengalaman di pemerintahan.

"Misalnya saja Akhyar-Salman dengan tagline Medan Aman dan Medan Cantik. Ini kan belum terukur dan seperti apa amannya, seperti apa cantiknya. Sama juga dengan Bobby dengan semangat kolaboratornya, juga belum terukur," imbuhnya.

Terpisah, Pengamat Politik dari Universitas Sumatera Utara (USU) Warjio juga berpendapat serupa. Akhyar lebih diunggulkan menang tapi bukan berarti lebih baik dari Bobby.

"Kalau sekarang ini belum ada isu yang mendesak secara nasional, bisa jadi Akhyar yang akan menang," kata Warjio.

Dia menilai pilkada kota Medan kali ini tidak terlalu menarik. Akhyar Nasution terbilang belum memberi banyak kemajuan, di sisi yang lain Bobby pun masih cenderung baru dan belum paham persoalan di Medan.

"Jadi masyarakat Medan seolah-olah wah ini tidak ada pilihan lagi, tidak ada sesuatu yang bisa diharapkan lebih. Ini menjadi persoalan saya kira," kata Warjio.

Dia melihat sosok Akhyar sebenarnya tidak memberi kontribusi banyak terhadap kemajuan Kota Medan sejak menjadi Plt Wali Kota. Karenanya, masyarakat setempat tidak begitu senang dengan Akhyar.

Terlebih, Akhyar termasuk dari pemerintah kota Medan sebelumnya yang tersangkut kasus korupsi. Dia adalah mantan Wali Kota Medan Dzulmi Edin.

"Tradisi kasus wali kota di Medan yang tersangkut korupsi terus terjadi, sedangkan beliau ini bagian dari petahana," kata Warjio

"Wajar ya dengan kinerja yang diharapkan lebih, ternyata belum bisa dipenuhi oleh Akhyar. Masyarakat juga jengah, ada tuntutan keinginan perubahan dalam konteks kebijakan, tapi ternyata itu yang tidak ada," tambahnya.

Pasangan Akhyar, yakni Salman Alfarisi juga tidak punya pengalaman di pemerintahan. Lebih lama di legislatif sehingga perlu adaptasi terlebih dahulu jika terpilih. Tidak bisa langsung tancap gas.

Mengenai Bobby Nasution, Warjio menganggapnya belum memahami Kota Medan. Pendatang baru yang harus lebih banyak menyerap aspirasi dan memahami problem yang ada selama ini.

"Nah muncul sosok bobby, pendatang baru sekali. Dia (Bobby) baru dan belum punya banyak pengalaman bagaimana menata dan membangun birokrasi dan pemikiran konteks di Medan," kata Warjio.

"Karena terus terang saja dia masih baru sekali. Dan belum menguasai persoalan Medan. Yang dia lakukan selama ini ya terus terusan menghubungi atau mendekati para tokoh," tambahnya.

Warjio mengatakan bahwa Medan merupakan Kota Metropolitan yang cukup besar, tapi belum dikelola cukup bagus oleh kepala daerah yang sudah ada.

Akan tetapi kedua kandidat ini juga tak cukup memberikan solusi untuk menjawab permasalahan di Kota Medan. Sebab apa yang diharapkan masyarakat dengan yang ditawarkan para kandidat calon sangat jauh dari ekspektasi.

"Misalnya saja Bobby mau menggarap wilayah Medan Utara yang saya tahu kawasan ini sangat terpinggirkan dari kawasan lain di Kota Medan. Saya kira masyarakat di sana belum begitu tahu apa sih yang akan dibangun di sana," kata Warjio.

"Akan tetapi, meski Bobby pendatang baru, namun kekuatan dan jejaring mertuanya dalam hal ini Presiden Jokowi memudahkannya. Sedangkan Aulia Rachman, kita juga tidak begitu banyak pengalaman," tambahnya.

(Sumber: CNNIndonesia)

Baca juga :