PERNYATAAN MUHADJIR BERBAHAYA!
Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) berkata sesama keluarga miskin besanan kemudian lahirlah keluarga miskin baru. Sebelum itu dia juga pernah bicara kalau sekarang gaji guru honorer sedikit, syukuri dulu nikmat yang ada, nanti masuk surga.
Pernyataan tentang guru honorer tak usah kita dengarkan dengan alasan sederhana: siapa dia seenteng itu memastikan orang masuk surga, dia sendiri belum tentu masuk surga.
Pernyataan soal besanan sesama keluarga miskin berbahaya sebab terbukti menuntun dia pada usulan kebijakan perkawinan lintas strata ekonomi (yang miskin menikah dengan yang kaya)—yang tentu saja sesat dari segala sisi.
Pernyataan dia justru menunjukkan bukti kuat negara ini gagal mencerdaskan kehidupan penyelenggara negaranya sendiri. Yakni menteri tersebut.
Kemiskinan bukan keinginan dari si miskin melainkan problem struktural negara.
Negara dibentuk untuk mendistribusikan keadilan dan memajukan kesejahteraan umum. Jika ada menteri yang notabene adalah penyelenggara negara menurut undang-undang berkata kemiskinan adalah masalah besanan semata, pemerintahan ini mengalami kegagalan kuadrat: gagal menyejahterakan masyarakat, gagal mencerdaskan penyelenggaranya sendiri.
Mengapa banyak orang miskin, jawabannya bukan karena mereka saling berbesanan. Mengapa banyak orang miskin, jawabannya karena penyelenggara negara mendistribusikan sumber daya kepada segelintir orang yang tidak miskin.
Jika itu berlangsung terus menerus dan diamini sebagai kebijakan negara maka konsekuensinya adalah akumulasi kapital yang makin memiskinkan banyak orang di luar kalangan mereka.
Simpel!
Orang menyisihkan hasil keringat untuk proteksi asuransi, dana yang terkumpul dipakai menggoreng saham, beli kapal, main kasino oleh pengelola (Lihat sidang kasus Jiwasraya).
Orang menabung di bank, dananya diputar-putar, diberikan sebagai modal usaha kepada grup terbatas, ketika gagal bayar negara yang menanggung beban. Di situ muncul calo piutang yang bisa dapat Rp540 miliar (Lihat kasus Joker).
Orang butuh pelatihan kerja, duit negara diutak-atik lewat teknologi digital, muaranya masuk pula rekening perusahaan kalangan terbatas (Lihat kasus Prakerja).
Kita ingatkan Presiden Jokowi bahwa masyarakat juga jijik melihat pejabat yang tidak memiliki aura krisis. Menyusun DIPA saja tidak becus, tapi terus digaji dan diberi fasilitas negara.
Ancaman resesi dihadapi paling depan oleh masyarakat biasa, bukan oleh pejabat yang bernafas saja masih dibayari negara secara rutin.
Kita mau tegaskan di sini, perkawinan adalah urusan sakral persatuan lelaki dan perempuan untuk membentuk rumah tangga yang bahagia dan sejahtera lahir batin. Negara tidak mengurusi privat rumah tangga orang tapi melindungi kepentingan umum, menjamin kesejahteraan rakyat, melindungi segenap warga negara...
Pikiran saya sederhana: menjadi menteri lebih dari satu periode menggerogoti nurani dan akal sehat rupanya.
Mungkin Presiden bisa mulai berpikir untuk memarkir menteri yang bersangkutan supaya bisa lebih fokus pada bakatnya menjadi biro jodoh spesialis lintas strata ekonomi.
(By Agustinus Edy Kristianto)