Oposisi Mandul, KAMI Muncul


[PORTAL-ISLAM.ID]  Pengamat politik Ujang Komarudin menilai, munculnya Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) karena mandulnya oposisi di parlemen. Hal ini bukan hanya karena oposisi yang minoritas. Apalagi, hampir semua partai mendukung Presiden Joko Widodo.

"Tetapi terkadang oposisi juga mengikuti irama kekuasaan. Seperti penambahan jabatan pimpinan MPR dan revisi UU KPK. Oposisi diam saja," ujar Ujang kepada wartawan di Jakarta, Selasa (18/8).

Bahkan, oposisi ikut larut dalam 'permainan' pemerintah. "Oleh karena itu, wajar jika muncul kekuatan dari civil society yang peduli aka nasib bagsanya," katanya.

Deklarasi KAMI dinilai spesial di era Jokowi. Menurut Ujang, hadirnya KAMI bisa menjadi harapan bagi tumbuhnya kekuatan rakyat untuk menjaga demokrasi.

"Saat ini kan tak ada check and balance. Munculnya KAMI bukan hanya suplemen bagi demokrasi, tetapi juga sebagai bentuk kekecewaan sebagian rakyat atas masalah-masalah bangsa yang makin hari makin tak jelas arahnya," pungkasnya.

Hari ini, sejumlah tokoh KAMI membacakan deklarasi di depan patung Soekarno-Hatta, Tugu Proklamasi. Tampak di antaranya Rocky Gerung dan mantan Menteri Koordinator Kemaritiman, Rizal Ramli, Ichsanuddin Noorsy, MS Kaban hingga mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo.

Saat membacakan deklarasi KAMI, Gatot berada tepat di samping Din Syamsuddin. Mayoritas massa tampak mengenakan masker. Namun, proses deklarasi tidak mengedepankan jaga jarak atau social distancing.

Di depan pintu masuk, ada seorang petugas yang menyemprotkan disenfektan kepada peserta deklarasi KAMI. Lalu ada pemeriksaan suhu. Selain itu, ada juga petugas yang mengenakan pakaian medis menyemprotkan hand sanitizer.

Pengamat politik Boni Hargens menilai, terbentuknya KAMI tak lepas dari lemahnya oposisi parlemen terhadap pemerintahan Presiden Jokowi. Hal ini memungkinkan bangkitnya oposisi jalanan.

Menurut Boni, dalam demokrasi yang sehat, oposisi jalanan biasanya dimainkan oleh kekuatan civil society dan benar-benar mencerminkan aspirasi public yang tak tersalurkan melalui mekanisme prosedural kekuasaan.

"Namun, KAMI ini oposisi jalanan yang terpisah dari masyarakat. Para pengusungnya adalah “para bekas” yaitu bekas politisi, bekas birokrat, bekas tokoh agama, bekas akademisi kampus, dan bekas aktivis yang sempat menikmati kekuasaan pada periode pemerintahan sebelumnya," jelas Boni kepada wartawan di Jakarta, Selasa (18/8).

Ia menambahkan, kehadiran broker politik dan pemburu rente, rent-seekers, dalam demokrasi electoral sudah menjadi tradisi umum di negara yang demokrasinya belum begitu stabil. Alasannya jelas, para deklarator dan momentum deklarasi adalah orang-orang yang dikenal public karena kebiasaan mereka mencibir pemerintah di media.

"Meski demikian, gerakan mereka tetap kita hargai sebagai bagian dari kebebasan demokratik," ungkap dia.

Boni menduga, KAMI dibentuk hanya untuk membangun bargaining position yang strategis untuk target pilpres 2024. Tentu ada salah satu dari tokoh-tokohnya yang berambisi menjadi capres atau cawapres. Kalaupun tidak ada, setidaknya mereka bisa menjadi kekuatan yang layak diperhitungkan oleh para kandidat. Artinya, target KAMI politik pragmatis.

"Saya skeptis dengan misi mereka “menyelamatkan Indonesia”. Justru para tokoh KAMI adalah orang-orang yang perlu diselamatkan—diselamatkan dari cara berpikir yang sinis dan pesimis terhadap pemerintah. Mereka perlu diselamatkan dari sikap skeptis yang cendrung absurd," jelas Direktur Lembaga Pemilih Indonesia ini. (Knu)
Baca juga :