Menteri Agama Berlatar Militer Tak Paham Istilah "TABAYYUN", Bikin Persoalan Berbangsa Makin Runyam


Menteri Agama Berlatar Militer Tak Paham Istilah "TABAYYUN", Bikin Persoalan Berbangsa Makin Runyam

Oleh: Ahmad Khozinudin, SH (Ketua LBH Pelita Umat)

"Saya memberi apresiasi atas langkah tabayyun yang dilakukan oleh Banser PC Ansor Bangil yang mengedepankan cara-cara damai dalam menyikapi gesekan yang terjadi di masyarakat terkait masalah keagamaan,"

[Fachrul Razi, Sabtu (22/08/2020)]

Tabayyun menurut bahasa, telitilah dulu. Berasal dari bahasa Arab tabayyana – yatabayyanu - tabayyunan, yang berarti mencari kejelasan hakekat suatu fakta dan informasi atau kebenaran suatu fakta dan informasi dengan teliti, seksama dan hati-hati.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) disebutkan bahwa tabayyun berarti pemahaman atau penjelasan. Allah SWT didalam Al Qur'an Surat Al-Hujurat Ayat 6 berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ

"Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu."

Tabayyun secara istilah dapat didefinisikan sebagai upaya melakukan klarifikasi, konfirmasi dan kroscek atas suatu kabar yang diragukan kebenarannya, dimana kabar tersebut berasal dari orang-orang fasiq. Sebab, jika kabar itu berasal dari orang yang beriman, adil, maka tak boleh menaruh curiga apalagi meragukan kabar atau informasi yang dituturkan. Ini berangkat dari kaidah, setiap muslim wajib khusnudz dzan kepada muslim lainnya.

Apa yang disampaikan Menag terkait tindakan 'polisionil yang tak beradab' yang dilakukan oleh Saad Muafa, Ketua Ansor Bangil dan anggotanya, yang disebut Menag Fachrur Razi sebagai bentuk 'Tabayyun' bahkan Razi ikut mengapresiasinya jelas menimbulkan persoalan tambahan.

Selain merusak makna Tabayyun yang merupakan tradisi mulia dalam Islam, Menag juga memberikan legitimasi atas tindakan tak beradab, melanggar hukum, dan mengambil peran dan fungsi kepolisian sebagai aparat penegak hukum.

Tabayun dilakukan dengan syarat, sumber informasi yang diperoleh masih diragukan kebenarannya karena bersumber dari orang Fasik. Tabayun juga dilakukan dengan meminta keterangan secara arif, bijak, membiarkan pihak yang diambil keterangan memberikan keterangan secara bebas tanpa tekanan, dan mengandung motif dan tujuan untuk menyelesaikan persoalan dengan upaya membuat terang kedudukan masalah.

Saad Muafa tidak melakukan tindakan sebagaimana lazimnya melakukan Tabayun. Muafa Ngeluruk* lembaga pendidikan dimana Kiyai Zainulloh Muslim sebagai staf pengajarnya, menginterogasi secara kasar, mengeluarkan berbagai tuduhan dan intimidasi. Bahkan saat menginterograsi Ustadz Abdul Halim, Muafa mengambil sejumlah barang bukti untuk dikonfrontir secara kasar. Padahal, pengambilan apalagi penyitaan barang, termasuk mengkonfrontir status dan kepemilikan barang bukanlah wewenang ormas, melainkan wewenang penyidik kepolisian.

Kepolisian juga hanya berwenang melakukan tindakan ini dalam rangka melakukan penyelidikan dan/atau penyidikan. Tanpa dasar itu, kepolisian juga tak berhak seenaknya mengobrak abrik property milik rakyat sipil yang dilindungi oleh UU.

Objek atau materi Tabayun sebenarnya juga bukan informasi yang muskil sehingga membutuhkan klarifikasi. Soal ajaran Islam Khilafah, adalah perkara yang "Ma'lum Min Ad Din Bi Ad Daruri", yakni sesuatu yang telah diketahui dalam agama yang bersifat urgen/pasti.

Khilafah adalah ajaran Islam, seluruh ulama Mahzab ijma' atas kewajibannya. Khilafah bukanlah ajaran yang berasal dari pikiran manusia seperti Sosialisme, Kapitalisme atau Komunisme. Khilafah adalah ajaran Islam yang berasal dari Wahyu Allah SWT.

Semua Ulama ahlussunah wal jama'ah sepakat tentang wajibnya Khilafah. Syaikh Abdurrahman al-Jaziri (w. 1360 H) menegaskan bahwa Para imam mazhab (yang empat) telah bersepakat bahwa Imamah (Khilafah) adalah wajib’. (Al-Jaziri, Al-Fiqh ‘ala al-Madzâhib al-Arba’ah, 5/416).

Imam Ibnu Hajar al-Asqalani menegaskan, ‘Para ulama telah sepakat bahwa wajib mengangkat seorang khalifah dan bahwa kewajiban itu adalah berdasarkan syariah, bukan berdasarkan akal (Ibn Hajar, Fath al-Bâri, 12/205).

Para ulama muta’akhirîn juga menyatakan wajibnya khilafah (Lihat, misalnya: Syaikh Abu Zahrah, Târîkh al-Madzâhib al-Islâmiyah, hlm. 88; Dr. Dhiyauddin ar-Rais, Al-Islâm wa al-Khilâfah, hlm. 99; Abdul Qadir Audah, Al-Islâm wa Awdha’unâ as-Siyâsiyah, hlm. 124;

Semestinya, Saad Muafa ngaji dulu bab Siyasah Islamiyyah, jangan hanya berkecimpung dalam politik praktis. Ngaji kitab ulama ahlussunah wal jama'ah, biar mudeng wajibnya Khilafah.

Sehingga, tak perlu proses Tabayun untuk memastikan apakah Khilafah ajaran Islam. Dengan NGAJI, Muafa tidak akan salah pikir, atau pikirnya salah, tentang kewajiban Khilafah yang agung.

Adapun, jika dalihnya Khilafah adalah ajaran terlarang berdasarkan Perppu Ormas (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan) yang telah disahkan menjadi UU Nomor 16 tahun 2017, lagi-lagi Muafa sebagai anggota DPRD Pasuruan, WAJIB NGAJI HUKUM LAGI TENTANG SUBTANSI PERPPU.

Didalam Perppu Ormas, tak ada satupun pasal yang menyebut Khilafah sebagai ajaran terlarang. Perppu juga tidak melarang umat Islam untuk mendakwahkan kewajiban ajaran Islam khilafah.

Adapun jika dalihnya putusan PTUN Jakarta yang mencabut BHP HTI, itu juga hanya putusan administratif yang menolak gugatan HTI. Artinya, Majelis Hakim TUN tingkat pertama hingga Kasasi, hanya menolak gugatan HTI dan melegitimasi status Beshicking yang dikeluarkan Kemenkumham yang mencabut BHP HTI.

Tak ada satupun amar putusan PTUN maupun dalam pertimbangannya, yang menyebut HTI Ormas Terlarang atau ajaran Islam khilafah disebut sebagai paham atau ajaran terlarang.

Adapun untuk bendera tauhid, Muafa perlu ngaji lagi bab awal huruf Hijaiyah. Itu bendera tulisannya dalam bahasa arab yang isinya kalimat tauhid, bukan HTI.

Lagipula, tindakan Saad Muafa dan anggotanya tidak bisa disebut klarifikasi atau Tabayun. Tindakan Ketua Ansor Bangil ini terkategori Persekusi dan Main Hakim sendiri (Eigenrichting).

Persekusi adalah perlakuan buruk atau intimidasi yang dilakukan secara sistematis oleh individu atau kelompok terhadap individu atau kelompok lain, khususnya karena suku, agama, atau pandangan politik. Persekusi merupakan pemburuan sewenang-wenang terhadap seorang atau sejumlah warga yang kemudian disakiti, dipersusah, atau bahkan ditumpas.

Tindakan Saad Muafa yang Ngeluruk Kiyai Zainulloh Muslim dan Ust  Abdul Halim bukanlah tindakan beradab dalam rangka Tabayun atau klarifikasi. Tindakan Ketua Ansor Bangil ini terkategori Persekusi dan Main Hakim sendiri.

Celakanya, Menag Fachrur Razi justru mengapresiasi tindakan Saad Muafa dan anggotanya dan menyebutnya sebagai 'TABAYUN'. Tindakan Menag ini jelas merusak kemuliaan Tabayun sebagai ajaran dan tradisi penyelesaian masalah dalam Islam. Lebih jauh, Menag justru melegitimasi tindakan biadab, main hakim sendiri dan persekusi yang dilakukan Saad Muafa dan anggotanya.

Upaya hukum yang dilakukan oleh Saad Muafa adalah buntut dari kegagalan Muafa memaksa Kiyai Zainulloh Muslim membuat pernyataan. Ini seperti anak kecil yang kalah main neker*, lalu mengadu ke bapaknya.

Tindakan polisi yang hadir dan membiarkan Muafa dan anggotanya melakukan pelanggaran hukum, juga menimbulkan praduga bahwa polisi bahkan Negara ada dibalik Persekusi yang dialami Kiyai Zainulloh Muslim dan jamaahnya.

Ini yang di apresiasi Menag ? Bukan mengurai masalah, pernyataan Menag soal 'Tabayun' justru menambah rumit friksi ditengah Umat dan bertumpuknya problematika yang dihadapi bangsa ini. Sikap Kemenag ini, seolah juga mengkonfirmasi bahwa rezim Jokowi ini berada dibalik berbagai tindakan persekusi dan kriminalisasi terhadap ulama, aktivis, hingga pada ajaran Islam khilafah yang agung, karena melakukan pembiaran bahkan mengapresiasi dan melegitimasinya. [].

NB:

*Ngeluruk, yakni tindakan persekusi dengan membawa sejumlah orang (bawa kawan : bolo) untuk mengintimidasi orang atau individu kelompok tertentu.

*Neker : Kelereng, Gundu.

Baca juga :