Antara FIRAUN dan KOMUNIS CHINA


Antara FIRAUN dan KOMUNIS CHINA

Oleh: Anton Permana

Kalau berbicara kemajuan, Firaun adalah raja yang terkenal dengan pembangunan megah di zamannya. Kalau berbicara keperkasaan, Firaun juga dikenal sebagai ahli militer, punya pasukan kuat, dan tak pernah sakit semasa hidupnya.

Namun, apakah itu semua tolak ukur kemajuan dan kehebatan seorang pemimpin? Yaitu, prestasi bermahzab material, fisik, plus bumbu-bumbu mistis para tukang sihir dalam memanipulasi rakyat yang awam dengan pengaruh sihirnya?

Tapi tahukah kita, bagaimana Firaun membunuhi setiap anak lelaki yang lahir hidup-hidup tak peduli anak siapa. Bayangkan kalau yang dibunuh itu adalah anak atau ponakan cucu kita. Bayi mungil tak berdosa harus disembelih sesuai titah sang Firaun.

Tapi tahukah kita, bagaimana Firaun menjustifikasi dirinya adalah Tuhan, yang wajib disembah, dipatuhi, dan bagi siapa yang menentang akan dibunuh berserta keluarganya atau minimal dipenjara sebagai pekerja paksa.

Artinya, apa guna sebuah kemajuan, kemegahan itu dibangun dari puing tulang belulang rakyatnya. Kemegahan tanpa rasa kemanusian, tanpa belas kasih serta mengorbankan darah dan air mata rakyatnya.

Bagi para pemuja kehidupan materialistis dan bermental budak tentu hal ini tidak masalah. Karena dalam otak dan pikirannya hanyalah kehidupan fisik dan bangga menjadi budak hasil cuci otak para tukang sihir.

Begitu juga dengan fenomena China komunis hari ini. Ada seorang pejabat negeri ini yang begitu mengelu-elukan kemajuan China secara berbusa-busa. Ibarat seorang "marketing brand ambassador"  yang meng-endorse sebuah produk shampo.

Yang menyatakan bahwa komunisme dapat menekan kemiskinan, yang mengatakan komunisne dapat menyatukan 1,4 milyar penduduk China komunis?

Tapi sayangnya, pernyataan tersebut hanya berupa sensasional semata yang menjustifikasi sebuah pendapat dari satu sudut "fisik" semata. Tanpa argumentasi dan indikator ilmiah lainnya. Yaitu bagaimana perasaan dan tanggapan masyarakatnya terhadap negara. Karena rakyatlah yang paling berhak menyatakan baik atau buruknya perlakuan negara.

Kita tentu semua tidak menafikkan atas pencapaian Tiongkok komunis hari ini. Dari sebuah negara miskin yang raksasa, tiba-tiba muncul dengan berbagai capaian prestasi sampai akhirnya menjadi kekuatan ekonomi nomor dua di dunia.

Tetapi apakah cukup dengan pencapaian fisik itu semata lalu kita "latah" berdecak kagum terpesona?

Seperti tulisan pembuka sebelumnya, Firaun juga punya prestasi kemajuan yang fantastis di eranya. Tetapi kemajuan itu dicapai tanpa memandang rasa kemanusian. Bahkan sangat berlebihan dengan menyatakan dirinya adalah Tuhan!

Lalu apa bedanya dengan Tiongkok hari ini?

Perlu dicatat. Kemajuan Tiongkok hari ini bukan karena komunisme. Tetapi oleh kapitalisme yang diadopsi Tiongkok melalui perselingkuhan ekonomi dan politik dengan kelompok elit globalis dunia. Baik itu bersama Israel dan elit Amerika. Ini sudah rahasia umum.

Cuma kelebihan Tiongkok adalah berani menerapkan strategi "One state two system" dalam negeri nya. Ke dalam, Tiongkok menerapkan komunis (Naga), keluar Tiongkok menerapkan kapitalisme (Panda).

Dengan strategi dua mata uang (remimbee dan Yuan), Tiongkok melakukan pembangunan industri dan explorasi alam yang murah meriah. Kenapa bisa murah? Sejatinya dengan strategi dua mata uang ini, Tiongkok membangun industri dan infrastruktur negaranya "nol". Hanya dengan cetak uang untuk biaya pembangunan.

Setelah itu, sistem komunis ampuh memaksa rakyatnya untuk rela menjadi kuli negara berbiaya murah. Kombinasi inilah yang akhirnya segala produk-produk China berbiaya murah dan memukul produk negara lain. Uangnya dari cetak sendiri, tenaga kerjanya dari "perbudakan" rakyatnya sendiri.

Lambat laun, kondisi ini akhirnya membuat Amerika dan sekutunya menanamkan investasinya di China untuk menekan cost produksi dan mendapatkan keuntungan berlipat.

Saat inilah, baru Amerika dan sekutunya sadar, bahwasanya ada "hidden agenda" China dalam ambisinya untuk menjadi penguasa baru dunia dengan memanfaatkan tenaga dan keunggulan energi lawan ibarat jurus Taichi dalam serial film kungfu.

Barat yang sebelumnya fokus menjadikan Islam sebagai musuh utama, akhirnya lalai dan lengah terhadap China komunis yang sekarang tiba-tiba sudah menjadi Naga raksasa.

Nah kembali ke pembahasan awal. Kemajuan China itu bukan karena komunisme tapi karena kapitalisme. Persatuan China atas nama komunis pun adalah persatuan semu dan sepihak hasil propaganda opini agen komunis melalui media.

Bagaimana kita percaya terhadap informasi sebuah negara yang semua lini komunikasinya dikontrol negara? Tidak ada kebebasan pers? Tidak ada HAM? Dan tidak ada perimbangan informasi independen baik secara kanal berita maupun perangkat IT nya. Itulah negara komunis.

Kita tentu melihat Hongkong, Taiwan, dan Shenzen hari ini yang gemerlap sebagai kota metropolis dengan gedung pencakar langitnya yang megah. Tahukah kita bahwa tiga kota tersebut bukan China yang bangun tetapi Barat yang bangun dari awal.

Tahukah kita bahwasanya saat ini ada 55 kota hantu di China? Kenapa dinamakan kota hantu? karena sudah mulai ditinggal para penghuninya atas sewanya yang mahal. Padahal kota ini dibuat dari program "printing money" renimbi,  bahan baku dari industri murah serta upah ala komunis yang murah. Mana ada UMK (Upah Minimum Kota) atau standar KHL seperti di Indonesia.

Padahal kota hantu ini adalah juga basis kolateral China kepada pemodal. Coba kalau di negara demokrasi seperti ini ? Pasti sudah ribut dan di penjara para pejabatnya.

Di China, yang penting bagi pekerjanya ada tempat tidur, dapat makan, rakyat yang bekerja dapat upah seadanya dan wajib patuh pada aturan negara. Melawan? Langsung hilang tengah malam.

Lalu komunisme dapat menyatukan China. Ini jelas pernyataan berlebihan dengan aura menjilat yang kentara sekali untuk cari muka terhadap China.

Mana ada persatuan kalau di Uyghur saja rakyatnya ditindas sedemikian rupa. Lihat pula penanganan terhadap demonstrasi besar-besaran saat di Hongkong. Belum lagi kalau kita ingat tragedi Tianamen di Taiwan.

Entah sudah berapa puluh dan ratus juta China membunuhi rakyatnya tanpa rasa kemanusiaan. Namun itulah ideologi komunis. Tak mengenal Tuhan, tak mengenal HAM, apalagi hanya belas kasih. Yang penting bagi mereka tujuan politiknya tercapai.

Lalu adakah sama rasa itu terjadi? Itu hanya kamuflase semata bahwa negara akan menanggung hajad hidup rakyatnya. Yang benarnya adalah, negara hanya dinikmati oleh elit partai politik semata dan militer. Rakyatnya hidup dalam sebuah doktrin komunisme yang sangat kuat dan ketat. Dimana rakyat wajib tunduk, patuh kepada negara. Mulai dari lahir, sekolah, cara hidup, cara makan, sampai untuk cita-cita pun semua hanya untuk negara. Tuhan mereka adalah negara.

Lalu kondisi seperti inikah yang mau diadopsi Indonesia? Itukah yang dimaksud oleh pejabat endorser komunis tersebut?

China hari ini adalah hasil revolusi tentara komunis dari kelompok china demokratik yang akhirnya lari dan mendirikan Taiwan. Jadi negara Tiongkok hari ini adalah hasil revolusi komunis jadi wajar jadi negara komunis.

Berbeda dengan Indonesia. Negara ini lahir dari perjuangan para ulama pejuang kemerdekaan dari penjajahan Belanda dan Jepang. Bangsa Indonesia lahir dari kesepakatan anak bangsa yang di abadikan dalam Sumpah Pemuda 1928. Lalu diproklamirkan 17 Agustus 1945, dan pada tanggal 18 Agustus dibacakanlah UUD 1945 dan Pancasila sebagai dasar dan konstitusi negara bernama Indonesia.

Bangsa Indonesia sangat kaya akan kultur budaya dan khasanah tradisi daerah yang beragam. Dimana nilai KeTuhanan Yang Maha Esa sebagai nilai utama kita dalam bernegara.

Dan komunisme sudah meninggalkan sejarah kelam bagi bangsa ini. Sama dengan China, komunisme di Indonesia juga telah bermandikan darah dan memakan korban nyawa ketika PKI masih ada.

Memaksakan kembali ajaran komunisme ke Indonesia akan sama saja memantik perang saudara di Indonesia. Karena sudah pasti ummat Islam dan kaum nasionalis yang masih setia pada Pancasila akan melakukan perlawanan keras.

Karena kerusakan yang terjadi di Indonesia hari ini adalah salah satu hasil infiltrasi dan hegemoni China terhadap pemerintah kita. Mana ada lagi kedaulatan negara kita hari ini. Hampir semua lini di dikte dan manut pada perintah China. Ibarat negeri ini bagaikan provinsi bagian dari China.

Artinya, sebagai bangsa yang beradab serta berKeTuhanan Yang Maha Esa, seharusnya kita tidak mudah terpesona dengan kemajuan sebuah negara seperti China.

Karena kemajuan dalam konsepsi negara Indonesia itu tidak kemajuan fisik semata. Tapi bagaimana memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut aktif dalam perdamaian dunia. Dimana tujuannya itu adalah mewujudkan masyarakat yang berdaulat, adil dan makmur.

Buat apa gedung megah, jalan tol pangjang, bandara besar, tapi kalau semua dibuat dari hutang berbunga besar dan juga tidak punya bangsa kita.

Buat apa kata maju, tapi dibaliknya ada penindasan, pelanggaran HAM, ketidakadilan hukum, serta tanpa ada kebebasan dalam kehidupan.

Jadi hanya mereka yang bermental budak dan jongos saja yang terpesona oleh kemajuan komunis China. Mereka yang mengabaikan nilai moralitas, nilai keTuhanan, dan nilai spritualitas, nasionalisme patriotisme dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Firauan dan komunis China hampir sama saja. Yaitu; mengejar kemajuan dunia dengan mengabaikan nilai Ilahiah, serta menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya.

Kemajuannya pun hanyalah kemajuan tipu daya hasil "sulap" para tukang sihir. Kalau zaman Firaun ada tukang sihir untuk menakuti dan mengelabui rakyatnya. China hari ini menggunakan sihir media massa untuk mengelabui masyarakat dunia.

Tapi yakinlah, seperti Firaun, kemegahan China hari ini akan hancur lebur. Karena mereka telah melampaui batas. Mau buktinya? Semoga kita sama-sama punya masa dan waktunya sebagai saksi dari kehancuran China.

Salam Indonesia Jaya!

Baca juga :