COPOT NADIEM MAKARIM !!


MENTAL PEDAGANG, BUKAN MENTAL PENDIDIK

Jika negara ini sudah makmur dan sejahtera, sosok Nadiem Makarim mungkin bisa jadi tepat sebagai mendikbudnya. Dirinya tinggal mengembangkan dan mencoba hal-hal baru sebagai alternatif belajar bagi masyarakat. Bukan lagi membangun dari awal pondasinya.

Sayangnya, negara ini hanya maju sebagai ucapan saja. Belum makmur dan sejahtera bagi rakyatnya. Kehidupan masyarakat dalam menyekolahkan anaknya malah banyak hadirkan kisah sedih.

Nadiem bukanlah orang yang dilahirkan untuk merasakan bagaimana susahnya mengenyam dunia pendidikan. Dari kecil dirinya sudah diberikan fasilitas hebat buat belajar.

Dirinya gak pernah merasakan bagaimana bertelanjang kaki ke sekolah.

Dirinya pun tidak pernah merasakan baju sekolahnya basah oleh peluh ketika menuju sekolah.

Nadiem pun tidak pernah tau berapa bayaran sekolahnya, karena ia tidak pernah menerima surat pemberitahuan tunggakan.

Negara ini sial ketika menempatkan sosoknya sebagai menteri pendidikan. Seorang menteri yang tidak memahami geografis dan kultur daerahnya sendiri.

Jika negara ini kaya, sosoknya mungkin diperlukan. Tapi negara ini masih belum kaya, bisa dikategorikan sangat miskin jika melihat anak-anak di pelosok negeri melakukan kegiatan belajar. Negara ini butuh menteri yang mampu memecahkan masalah, bukan menambah masalah dengan kebijakan mewahnya.

Program belajar online memang pilihan sulit di masa pandemi corona, banyak indikator mengapa program itu tidak bisa dijalankan oleh semua lapisan masyarakat. Walau sulit, seharusnya pemerintah melalui Nadiem bisa melakukan hal-hal yang dirasa membantu kegiatan belajar anak-anak.

Tapi apa yang dia lakukan baru-baru ini?

Alih-alih membuat program pendidikan, justru Nadiem menggelontorkan dana pada perusahaan-perusahaan yang seharusnya mereka yang membantu pendidikan kita dengan dana keuntungannya, bukan malah pemerintah yang membantu mereka!

Perusahaan Sampoerna dan Tanoto mendapatkan gelontoran dana 20M/tahun untuk bekerja sama dengan mendikbud di program POP. Keterlibatan mereka dengan mendapatkan kucuran dana ini jadi aneh ditengah masa pandemi corona.

Anggaran kemendikbud ikut terpotong karena pandemi, seharusnya dengan anggaran yang ada Nadiem bisa membuat terobosan baru dan memgalihkannya untuk membantu permasalahan saat ini. Tinggal lakukan saja perizinan pada DPR dan Presiden dalam mengubah plan dengan alasan urgensi.

Nadiem seharusnya bekerja sama dengan Provider Telkomsel dalam hal pengadaan sinyal internet di daerah pelosok. Kegiatan belajar online tidak bisa dilakukan karena sinyal internet yang minim di daerah pelosok. Bantuan pemancar buat daerah yang terisolir akan membantu anak-anak mereka mengenyam pendidikan berbasis online. Selain itu, keberadaan internet juga akan banyak membantu masyarakat dalam mengembangkan usahanya.

Nadiem pun seharusnya bisa bekerja sama dengan produsen penyediaan HP skala besar. Begitu banyak merk-merk HP di negara ini, masak gak bisa mengajak mereka bekerja sama menyalurkan HP gratis ke masyarakat yang membutuhkan untuk belajar online?

Begitu banyak cerita di masyarakat akan masalah ini, cerita dengan uraian air mata yang  membuktikan bahwa kehidupan di masyarakat sangat jelas perbedaan status sosialnya.

Dimasalah yang utama, sosok Nadiem tidak bisa membuat terobosan yang meringankan beban rakyat.

Nadiem bukanlah menteri yang tepat untuk pendidikan kita. Gaya kepemimpinannya sama dengan gaya dia saat memimpin Gojek Indonesia. Abai pada kritik dan masukan, lebih mengutamakan kerja berdasarkan kemauan sendiri. Gak heran apabila dirinya kerap menuai protes dari sejak menjabat hingga saat ini.

Bicara dengan Nadiem gak akan bisa nyambung jika bertanya solusi. Tapi bicara keuntungan atau CUAN, sosok Nadiem akan lancar menjelaskan prospek bisnis kedepan. Karena mentalnya memang pedagang, bukan mental pendidik.

Sekali lagi, negara ini sial ketika menempatkan dirinya sebagai menteri pendidikan. Copot Nadiem untuk mencerdaskan anak bangsa.

Jangan sampai Nadiem mengubah makna Slogan Pendidikan yang sudah diajarkan Ki Hajar Dewantara.

Ing Ngarso Sung Tulada
Ing Madyo Mangun Karsa
Tut Wuri Handayani

Yang artinya Ing Ngarsa Sung Tulada (di depan, seorang pendidik harus memberi teladan atau contoh tindakan yang baik), Ing Madya Mangun Karsa (di tengah atau di antara murid, guru harus menciptakan prakarsa dan ide), dan Tut Wuri Handayani (dari belakang seorang guru harus bisa memberikan dorongan dan arahan).

Jika ada pengusaha yang menerima anggaran dengan topeng program pendidikan, semboyan pendidikan itu akan berubah maknanya.

Kita belum mengupas nasib guru bantu dan tenaga honorernya yang sampai saat ini masih menunggu apa kebijakan Nadiem untuk mereka dalam hal kesejahteraan.

(By Iwan Balaoe)

Baca juga :