Sidang Kasus Korupsi Kondensat 37,8 Triliun, Buronan Honggo Dituntut 18 Tahun Penjara


[PORTAL-ISLAM.ID]  Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut mantan Kepala Badan Pengelola Usaha Hulu Migas (BP Migas) Raden Priyono dan Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas Djoko Harsono hukuman 12 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Keduanya merupakan terdakwa korupsi kondensat migas PT Trans-Pasific Petrochemical Indotama (PT TPPI) senilai US$2,7 miliar (Rp37,8 triliun).

Demikian JPU Bima Suprayoga saat membacakan tuntutan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang dihadiri Gresnews.com, Senin (8/6/2020).

Priyono dan Djoko dinilai melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Ayat (1) UU 31/1999 jo UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 KUHP.

JPU menyampaikan hal yang memberatkan kedua terdakwa tidak mendukung upaya pemerintah dalam rangka menjalankan penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.

Hal yang meringankan terdakwa dianggap tidak menikmati uang hasil korupsi serta telah ada pemulihan keuangan dan kerugian keuangan negara sebesar US$2,5 juta.

Honggo Sidang In Absentia

Selain itu JPU juga menuntut mantan Dirut TPPI Honggo Wendratno hukuman 18 tahun penjara, denda sebesar Rp1 miliar, dan membayar ganti rugi keuangan negara sebesar US$128 juta (sekitar Rp 1,7 Triliun). Hingga kini Honggo masih melarikan diri dan belum ditangkap. Sidang pembacaan tuntutan pun dilakukan in absentia.

"Menuntut supaya dalam perkara ini majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengadili untuk memutuskan: Menyatakan terdakwa Honggo Wendratno terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi," kata Bima.

Honggo disebut melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Ayat (1) UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 KUHP.

Menurut jaksa, tidak ada hal yang meringankan untuk Honggo. Sedangkan hal yang memberatkan adalah terdakwa melarikan diri dan masuk daftar pencarian orang (DPO).

Kasus Korupsi

Kasus ini bermula saat  TPPI dihantam krisis 1998 sehingga perusahaan itu dibantu bangkit oleh pemerintah. Namun TPPI kembali mengalami kesulitan keuangan pada 2008 sebab harga bahan baku sangat mahal, namun harga jual sangat murah. Alhasil, TPPI merugi. Untuk menyelamatkan TPPI, Wapres Jusuf Kalla (JK) melakukan rapat dengan BP Migas dan JK meminta TPPI diselamatkan.

Setelah itu, BP Migas menindaklanjuti arahan tersebut dengan menyuntik US$2,7 miliar. Belakangan, tindakan penyelamatan TPPI bermasalah. Kasus ini kemudian diusut Mabes Polri sejak 2015 saat Kabareskrim dipegang Komjen Budi Waseso---kini Kepala Bulog.

Januari 2020, Mabes Polri melimpahkan kasus ini ke Kejaksaan. Pada Februari 2020, Kejaksaan Agung mendakwa Raden Priyono merugikan negara sebesar USD2.716.859.655 (atau setara Rp37,8 triliun) dalam kasus penjualan minyak mentah/kondensat.

Perbuatan Raden dinilai memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi. Perbuatan Raden dilakukan bersama-sama dengan Djoko Harsono selaku Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas dan Honggo Wendratno.

Pangkal masalahnya ketika Honggo selaku Dirut TPPI mengajukan program PSO (Public Service Obligation) melalui surat ke BP Migas.

Dia mengklaim, selain mampu menghasilkan produk aromatic (paraxylene, benzene, orthoxylene, toluene), TPPI juga mampu memproduksi Bahan Bakar Minyak (BBM) khususnya Mogas RON 88 (bensin premium) sebagaimana Surat Nomor: TPPI/BPH Migas/L-040 tanggal 5 Mei 2008 yang ditujukan kepada BP Migas.

Honggo kemudian mengirimkan surat permohonan kepada Djoko agar TPPI dapat membeli minyak mentah/kondensat sebagai bahan baku langsung dari BP Migas untuk produksi BBM guna memenuhi kebutuhan dalam negeri. Atas permohonan itu, Djoko menyetujuinya. Priyono kemudian menunjuk TPPI sebagai Penjual Kondensat Bagian Negara. Tapi penunjukkan itu menyalahi prosedur.

"Bahwa penunjukan langsung PT TPPI sebagai penjual kondensat bagian negara tidak melibatkan Tim Penunjukan Penjual Minyak Mentah/Kondensat Bagian Negara, sehingga tidak pernah dilakukan kajian dan analisa sehingga penunjukan TPPI sebagai penjual kondensat bagian negara tidak melalui lelang terbatas, TPPI tidak terdaftar di BP Migas, TPPI tidak pernah mengirim formulir atau penawaran, dan TPPI tidak menyerahkan jaminan berupa Open Credit/Irrevocable LC," papar jaksa.

Priyono dan Djoko kemudian menyerahkan kondensat bagian negara kepada TPPI dari kilang Senipah, kilang Bontang Return Condensate (BRC) dan kilang Arun tanpa dibuatkan kontrak kerja sama dan tanpa jaminan pembayaran. Akibat penyerahan kondesat itu, Honggo tidak mengolah kondensat bagian negara itu di kilang TPPI.

Perusahaan itu mengolah kondensat bagian negara yang seharusnya menjadi Produk Mogas 88, kerosene dan solar yang dibutuhkan PT Pertamina menjadi produk-produk olahan kondensat yang tidak dibutuhkan PT Pertamina. Sehingga semua produk olahannya tidak dijual ke PT Pertamina (Persero) tetapi dijual ke pihak lain.

Jumlah keseluruhan penyerahan kondensat bagian negara kepada Honggo sejak 23 Mei 2009 sampai 2 Desember 2011 sebanyak 33.089.400 barel dengan nilai US$2.716.859.655. (Gresnews)
Baca juga :