Salah Fahri Hamzah atau Putaran Zaman Membuat Langka


Salah Fahri Hamzah atau Putaran Zaman Membuat Langka

By Zulfikri

Dewan sunyi senyap, suara emas, dan berharga tak berbunyi, kondisi hari demi hari negara makin memprihatinkan, suara emas perlu dilontarkan di gedung demokrasi, dengan segudang persoalan.

Kita baca peristiwa yang membuat mata kita terbelalak, Rupiah melemah, keamanan ataupun ancaman Natuna, atas laut cina Selatan, perseteruan Cina dengan AS menjadi ancaman bagi negara berkembang, berita korupsi besar besaran sunyi senyap di telan covid, soal Pendidikan, TKA, Haji dll.

Suara lantang Fahri tak berbunyi di senayan. Ya memang benar! tak berbunyi karena ia bukan corong  suara rakyat, ia bukan lagi petugas rakyat, untuk menjadi singa parlemen. Rakyat sudah tidak asing sama Fahri, saya yakin dari Sabang sampai Merauke, kenal siapa Fahri, apalagi kalau ia tampil di ILC di tunggu tunggu, suaranya sudah mengambar isi hati ratusan juta penduduk.

Fahri sangat merdeka menyampaikan kritik yang membangun dengan solusinya, Fahri benar-benar memposisikan perannya sebagai utusan rakyat apalagi sebagai pimpinan dewan. Bahasanya, idenya bisa diterima oleh akal sehat, cukup rasional, mencerahkan, mencerdaskan. Nahh di Alam demokrasi tidak menutup kemungkinan adanya penyimpangan eksekutif atas kebijakan, salah guna akan kekuasaan, selanjutnya diperlukan tipikal Fahri Hamzah sebagai legislatif dengan tujuan utama memaksimalkan aspek kontrol yang di miliki rakyat. Memang beda, memang terasa, ada dan tidak ada Fahri di dewan.. 🙃🤗

Apakah tidak ada godaan, resiko, konsekwensi dan seterusnya menjadi singa? Saya yakin ada, liat Fahri tetap santuy.

Pernah diskusi sama Fahri di Mukernas KAKAMMI dan ini membekas di kepala saya, "ini jalannya kebaikan".

Semangat keyakinan inilah membuat Fahri kokoh dengan gayanya itu.

Memasuki panggung politik dengan persoalan yang begitu rumit, kepentingan yang begitu beragam dan mengurainya satu persatu sangatlah rumit, belum lagi berhadapan dengan manusia pragmatis, atau sejenisnya. Lalu butuh anti body berupa kekutaan ideologi atau idealisme yang kokoh, namun tidak cukup dengan idealisme ataupun baik tingkah laku saja, namun butuh pengetahuan yang dalam tentang negara serta isinya politik, diplomasi, komunikasi politik, mengenal betul prilaku politik negara dan dapur plus dengan kokinya. Tidak cukup dengan itu tapi bagaimana mengatasinya.

Dan daya tahan ideologi dan pengetahuan itu, saya yakin ada pada Fahri, sayang ia tak jadi pak dewan lagi. Meskipun pada saat peristiwa "yang itu" terjadi, ada partai tetangga menawarkan jabatan tinggi, namun tidak mengindahkan, Fahri punya cara tersendiri 😁. Meskipun tak di Senayan namun ide segar tentang kondisi negara tetap mengalir di dunia maya.

Saya menaruh pertanyaan liar, "salah Fahri" kenapa Fahri tidak mengkaderisasi gayanya itu ke anggota dewan lain?? ini kan baik.. begitu kiranya 🤔

Dari ratusan dewan minimal 10, atau 10 terlalu banyak, cukup 5 sudah pas seperti Fahri, itu sudah ok di hati rakyat, ohhh suara kami "rakyat" ada di senayan. Atau ini orang amat langka di zaman antah berantah. Atau begini saja kenapa pak de atau pak wan tidak mengikuti atau belajar jejak FH, atau karena tahu resikonya seperti apa, lalu diam. Atau asumsi soal oposisi atau koalisi mengantarkan pengantin duduk di istana, tak juga! pada masa pak beye dua kali di antar ke istana, ekonomi baguss, jauh lebih baik di jaman sekarang, Fahri tetap ngomong tetap kontrol jelas dan tegas, misalnya soal century, cicak vs buaya, hambalang dan masih  banyak lagi.

Selamat ngupi☕, semoga ada sosok Fahri di gedung demokrasi.

(23 Juni 2020)

Baca juga :