Karena Sial, China menjadi Agresif


Karena Sial, China menjadi Agresif

India-China clash: 20 Indian troops killed in Ladakh fighting [BBC 16/6/2020]

China memang mulai menuai sial. Upaya menjadi pemain global dengan cara cara penipuan dan kekerasan bukan hanya menuai kritik internasional namun juga menggoyang pemerintahan di dalam negeri.

China menghadapi kemungkinan isolasi internasional karena penipuan dan pengkhianatannya dalam pengelolaan Coronavirus, yang akhirnya harus mengalah karena tekanan internasional untuk penyelidikan ulang.

Cina menghadapi krisis eksistensial di beberapa bidang termasuk kekurangan makanan untuk populasi yang besar, penurunan permintaan untuk produk-produk industri, frustrasi akibat kegagalan One Belt  One Road (OBOR) yang telah menghabiskan triliunan Dolar, tidak ada keuntungan dari BRICS, tidak ada pasar baru, kemunduran untuk industri di Wuhan, termasuk juga isu keamanan Hongkong yang menjadikan titik panas baru, dll.

Dalam kondisi ini maka tak ada jalan lain upaya rezim Xi agar tetap kuat yaitu menaikan isu nasionalis rakyat sebagai upaya menjaga kesatuan rakyat dan popularitas PKC (Partai Komunis China). 

Maka tak heran, agresifitas territorial China yang meningkat akhir akhir ini dipropagandakan sebagai upaya nasionalis China mempertahankan kedaulatannya. Tak peduli ambisi geopolitik ini akan menyakiti negara-negara tetangganya.

Agresif atas ambisi 9 dash line di Laut China Selatan yang terakhir menamai 83 pulau buatannya dan penguatan ambisi telapak tangan China di wilayah seputaran Himalaya. Telapak tangan China  yang dimaksud adalah ambisi Mao yang secara sepihak mengklaim bahwa Tibet adalah telapak tangan Cina dengan lima jarinya yang diidentifikasi sebagai Bhutan, Ladakh, Sikkim, Nepal, dan Arunachal Pradesh.

Ambisi Telapak Tangan China ini masih gagal. China berhasil mencaplok Tibet namun Bhutan dan Nepal berhasil mempertahankan kedaulatan dan integritas teritorial mereka, Ladakh dan Arunachal Pradesh tetap menjadi negara bagian India, sedangkan Sikkim dianeksasi oleh India pada tahun 1970-an.

Clash border pada Garis Kontrol Aktual dengan India di wilayah Ladakh Senin tanggal 15 Juni 2020 dua hari lalu tidak terlepas dari bagian ambisi ini dan upaya menguatkan rasa nasionalis rakyat China.

Dalam insiden ini 20 orang tentara India dilaporkan menjadi korban mati, sementara di pihak China 5 orang mati dan 11 orang terluka parah. Kejadian sengketa yang memakan korban jiwa ini baru pertama kali sejak tiga dekade terakhir.

Ladakh merupakan choke point penting, karena disamping tanahnya mengandung uranium yang diperlukan untuk bahan baku nuklir, juga pemanfaatan air terjun di aliran sungai Indus PLTA nya. Ada 9 PLTA yang tengah dibangun India.

Ladakh juga merupakan penghubung perdagangan Asia Selatan dan Asia Timur, yang bila dilihat dari sudut China yang negative memandang sebagai ancaman pintu belakang China yang terhubung ke Xinjiang.

(Prof. Adi Ketu)

Baca juga :