Kalau UU Ibu Kota Baru Disahkan, Status DKI Jakarta Mati dengan Sendirinya


[PORTAL-ISLAM.ID] Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 60 Tahun 2020 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur (Jabodetabek-Punjur).

Presiden Jokowi meneken Perpres tersebut pada pada 13 April dan diundangkan pada 16 April.

Peraturan Presiden No. 60 Tahun 2020 masih menyebut Jakarta sebagai pusat pemerintahan, kawasan diplomatik, serta pusat berbagai kegiatan bisnis. Hal itu dinyatakan dalam Pasal 21 ayat (2).

Dalam Pasal 21 ayat (2) Perpres tersebut dinyatakan, "Pusat kegiatan di Kawasan Perkotaan Inti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di DKI Jakarta." Kegiatannya sendiri meliputi pusat pemerintahan dan kawasan diplomatik, serta berbagai kegiatan ekonomi, bisnis, dan perdagangan.

Hal ini memicu spekulasi soal batalnya rencana Presiden Jokowi memindahkan ibu kota negara dari Jakarta ke sebagian wilayah Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara di Kalimantan Timur.

Menanggapi hal ini, Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Sofyan Jalil, menyatakan Perpres tersebut tak ada hubungannya dengan rencana pemindahan ibu kota.

"Perpres tersebut didasarkan pada undang-undang yang ada," kata Sofyan menjawab kumparan, Selasa (12/5/2020).

Dalam konsideran Perpres tersebut, disebutkan undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang di bagian 'Menimbang'. Sedangkan undang-undang tentang ibu kota negara memang tak menjadi konsideran Perpres tersebut.

Menurut Sofyan, jika undang-undang tentang ibu kota negara yang baru sudah disahkan, maka status Jakarta sebagai daerah khusus ibu kota (DKI) maka akan mati dengan sendirinya.

"Begitu UU IKN (Ibu Kota Negara) yang baru disahkan, ketentuan pasal yang disebutkan (Pasal 21 di Perpres) mati dengan sendirinya," pungkas dia.

Sumber: kumparan


Baca juga :