Jokowi Didesak Kembalikan Penghargaan Antikorupsi atau Batalkan Transaksi Jual beli-video Prakerja Rp 5,6 Triliun


Seberisik apa pun lapangannya, pastikan fokus pada uangnya.

Keluarkan kalkulator.

Kita hitung bisnis jualan video Prakerja.

Hanya dalam 20 hari (12 April - 1 Mei 2020), omset Skill-Academy by Ruangguru mencapai Rp82,99 miliar. Artinya, dalam sehari omsetnya adalah Rp4,1 miliar.

Selisihnya dengan Sisnaker di posisi dua 500% lebih: Rp69,85 miliar.

Itu belum semua peserta gelombang I dan II (456.265) yang membeli. Baru 50,8% yang membeli alias 231.975 orang.

Saya tanya. Pada masa susah seperti sekarang ini, bisnis apa yang menghasilkan Rp80 miliar uang keras dalam 20 hari seperti jualan video Prakerja ini? Tuliskan di kolom komentar. Kalau ada. Kecuali bisnis narkoba, mungkin ya.

Tidak bisa dibantah. Uang itu masuk ke rekening platform digital langsung sejalan dengan aktivitas peserta membeli video di platform digital. Saya sudah ‘menyumbang’ Rp220 ribu ke kas Ruangguru. Pakai uang yang dikasih negara/APBN lewat saldo nontunai di akun Prakerja saya.

Saya dengar selentingan kabar bahwa isu Prakerja hanya menyerang Ruangguru tetapi tidak menyentuh 7 platform lainnya. Katanya, ini membuktikan kualitas layanan Ruangguru memang lebih bagus ketimbang platform lain.

Saya pikir kita wajib tertawa terbahak-bahak mendengar kabar itu. Jangan GR. Di sini, urusannya adalah uang negara Rp5,6 triliun yang berpotensi menguap. Pangkalnya adalah pengambil kebijakan yang diduga kuat salah memutuskan bentuk program Prakerja.

Jika Bill Gates, Jack Ma, atau Kim Jong-un sekali pun yang terlibat dalam jual-beli video memakai APBN Rp5,6 triliun, sama saja aksinya: kita protes!

Jangan coba-coba mendegradasi aspirasi masyarakat.

Namun, hal yang lebih menggelikan sekaligus membuat kecut adalah kenyataan bahwa bisnis jual-beli video Prakerja itu terjadi di negara yang dipimpin oleh seorang presiden peraih penghargaan bergengsi antikorupsi Bung Hatta Anti Corruption Award (BHACA) 2010 yakni Pak Joko Widodo; dan Menteri Keuangan Ibu Sri Mulyani, peraih BHACA 2008—di mana saat itu saya terlibat dalam tim yang menelusuri rekam jejak calon penerima bersama Kang Teten Masduki (sekarang Menkop dan UKM).

Ada dua kriteria penerima penghargaan antikorupsi itu:

- Bersih dari praktik korupsi, tidak pernah menyalahgunakan kekuasaan atau jabatannya, menyuap atau menerima suap;
- Berperan aktif, memberikan inspirasi atau mempengaruhi masyarakat atau lingkungannya dalam pemberantasan korupsi.

Mari kita uji setelah 10-12 tahun penghargaan itu berlalu.

Nyatanya, masyarakat belum mendengar ada tindakan yang mencerminkan dua kriteria antikorupsi di atas yang dilakukan oleh Presiden dan Menkeu.

Presiden di Mata Najwa malah cenderung ‘mempromosikan’ video itu (ada yang Rp168 ribu, Rp200 ribu, Rp800 ribu. Tidak harus Rp1 juta).

Menkeu kemarin juga mirip tangkapannya. “Karena bibitnya (masalah) apakah itu kursusnya harganya segitu?”

Yang seperti ini berpotensi membuat masyarakat geram.

Masalahnya bukan harga!

Bahkan jika harga per video itu Rp1 pun, kita tetap protes. Karena itu uang negara. Harus digunakan untuk program yang patut dan dikunci serapat-rapatnya dari potensi penyelewengan.

Kebijakan Kartu Prakerja berbentuk transaksi jual-beli video pelatihan itu yang harus dicabut. Caranya dengan merevisi Perpres 36/2020.

Transaksi itu harus dihentikan.

Tapi prioritaskan insentif tunai langsung kepada peserta. Yang Rp600 ribu/bulan itu. Sekarang.

Sampai serak suara saya berorasi.

Tapi ada perkembangan baru yang perlu saya kutip dari Tempo. Sumber Tempo berkata persoalan kepantasan harga sempat dibahas bersama Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja Denni Puspa Purbasari.

Sempat ada 3 wacana:

- Anggaran pelatihan Rp1 juta dikurangi;
- Platform dibuka (menerima platform lain seluas-luasnya)
- Pemerintah membeli konten lalu ditayangkan gratis.

Namun, menurut Tempo, Denni belum memberikan konfirmasi ketika ditanyakan tentang wacana itu.

Tekanan ke Menko Perekonomian juga kuat.

Ada teman di Golkar yang berbisik ke saya bahwa sebenarnya banyak juga orang dalam Golkar yang tidak setuju model jual-beli video Prakerja itu.

Mereka khawatir isu jual-beli video menjadi skandal semacam Papa Minta Saham yang mengguncang kredibilitas Golkar. Apalagi, kecuali Golkar, fraksi-fraksi lain di DPR sudah menentang jual-beli video Prakerja ini.

Tapi kalau melihat berita-berita yang muncul hari ini, bro Uchok Sky Khadafi (Center for Budget Analysis) yang tembak langsung bahwa sumber masalah jual-beli video Prakerja ini adalah Menko Perekonomian alias Ketum Golkar.

Sementara NU memberikan catatan di poin pertama mengenai rekrutmen 8 platform yang terkesan tertutup sehingga ada kesan seolah hanya diberikan pada kelompok yang ‘dekat’ dengan Istana.

Tapi di ujungnya, NU memberikan catatan juga agar urusan Prakerja ini lebih melibatkan Kementerian Ketenagakerjaan (Ya, ini soal lain lah ya).

Kembali ke laptop.

Bagi saya, yang amat penting adalah saat ini ada suatu kebijakan yang berpotensi merugikan keuangan negara, memperkaya diri sendiri atau orang lain yang terjadi di depan mata dua pejabat penting negara yang pernah diganjar penghargaan antikorupsi. Keduanya ada dalam posisi berwenang dalam jabatannya untuk melakukan tindakan mencegah kerugian negara itu terjadi.

‘Lucu’ sekali situasi bangsa kita hari ini.

Penghargaan tokoh antikorupsi itu bukan seperti sertifikat pelatihan jurnalistik yang kemarin saya dapat di Ruangguru. Itu adalah JAMINAN KREDIBILITAS orang sepanjang hayat dikandung badan.

Diakui atau tidak, salah satu JAMINAN KREDIBILITAS di mata publik yang menaikkan karier politik Presiden adalah penghargaan BHACA itu.

Agaknya—menurut saya—cuma ada dua pilihan yang masuk akal saat ini:

Kembalikan penghargaan antikorupsi itu atau batalkan transaksi jual beli-video Prakerja.

Salam 5,6 Triliun.

(By Agustinus Edy Kristianto)


Baca juga :