Demokrasi ala Negeri Uncle Sam


Demokrasi ala Negeri Uncle Sam

Apakah oposisi bisa ikut serta dalam kabinet bentukan lawan politiknya? Di Amerika Serikat, jangan harap ada kejadian seperti itu. Pride (marwah/kebanggaan) sebagai oposisi sudah dimengerti oleh kedua partai besar yang ada disana. Saat debat capres, mereka saling bertentangan visi dan misi. Masak ketika lawan jadi penguasa gedung putih, lalu oposan merengek-rengek minta jabatan? Yang berkuasa juga gak bakal mau melibatkan lawan dalam pemerintahan. Yang kalah cuma bisa teriak-teriak di parlemen.

Saat Republik berkuasa, Demokrat jadi oposisi. Namun ketika Demokrat memenangkan konstelasi Pilpres, maka selama 4 tahun kedepan, Republik bakal jadi pengkritik nomor wahid.

Kenapa dua partai itu takkan bisa menyatu? Karena visi, misi dan gaya kepemimpinannya memang berbeda.

Begitulah gambaran demokrasi di negeri uncle Sam. Pantang bagi Republikan menitipkan kadernya untuk mengisi jabatan menteri di kabinet Barrack Obama. Begitu pula sekarang, tak ada satupun kader partai Demokrat yang dipercaya menjadi menteri Donald Trump.

Apa saja perbedaan Republik dan Demokrat?

Republik disimbolkan dengan Gajah merah. Berdiri sejak tahun 1854. Sedangkan Demokrat disimbolkan dengan Keledai biru. Berdiri sejak tahun 1824.

Presiden yang terkenal dari partai Republik adalah Abraham Lincoln. Sedangkan Presiden ternama dari Demokrat adalah Thomas Jefferson, presiden AS yang ketiga.

Republik itu cenderung konservatif. Para elitnya mayoritas beragama Protestan yang mengusung nilai dan norma agama. Sedangkan Demokrat beraliran sekuler liberal, memisahkan urusan Negara dan agama.

Partai Republik mendukung penuh hukuman mati untuk pelaku pemerkosaan atau pembunuhan. Sedangkan partai Demokrat sangat menentang pelaksanaan hukuman mati dengan dalil bertentangan dengan HAM.

Republik kurang mensupport LGBT. Sebaliknya Demokrat, sangat menjunjung tinggi kebebasan dalam segala hal, termasuk melegalkan aborsi janin dan perkawinan sejenis.

Republik memprioritaskan warga kulit putih, penganut paham 'white supremacy'. Sedangkan Demokrat anti terhadap rasisme, mereka berprinsip bahwa Amerika adalah 'land of opportunity' bagi setiap orang, tak peduli akan ras dan perbedaan warna kulit.

Dari uraian singkat diatas, tiap US citizen dapat dengan mudah mengidentifikasi pilihan politiknya sejak usia dini. Kaum agamis (Protestan) lebih cenderung memilih partai Republik. Sedangkan yang doyan dengan kehidupan bebas dipastikan memilih partai Demokrat.

Dengan perbedaan yang begitu kentara, mustahil bagi keduanya untuk bersatu. Karena friksi itulah demokrasi bisa dipertahankan. Saat Donald Trump menjadi pimpinan eksekutif, maka Hillary Clinton cs akan beroposisi, getol menyampaikan kritik hingga Pemilu Presiden dilaksanakan kembali 4 tahun berikutnya.

Di Amerika Serikat, anggota DPR (house of representatives) dipilih setiap 2 tahun sekali. Sedangkan DPD (senator) dipilih setiap 6 tahun sekali.

Bagaimana kondisi politik terkini dari dalam negeri? Aneh. Elit yang beberapa bulan lalu getol berteriak Pemilu curang, begitu ditawari jabatan, akhirnya mengangguk senang.

Demokrasi ala Indonesia memang membingungkan. Sistem bikameral tak berjalan optimal. Otoritarianisme bercampur dengan kebebasan yang kebablasan. Akhirnya banyak orang bilang, kalau semua ini cuma dagelan.

(By BZH)


Baca juga :