[PORTAL-ISLAM.ID] Terlalu gembira jadi salah. Mendengar ada obat Avigan dan Klorokuin yang bisa menyembuhkan Covid-19 buru-buru Pak Jokowi pesan berjuta-juta pil. Tidak menggunakan moto "teliti sebelum membeli".
Mungkin takut kedahuluan orang atau negara lain. Sungguh sigap. Ada yang menyebut bagai gaya "lompat katak".
Kemudiannya muncul informasi, baik Avigan maupun Klorokuin itu bukan obat yang efektif dan cocok untuk menyembuhkan penyakit akibat virus corona. WHO belum merekomendasikan. Bahkan uji klinis legal dan terpercaya belum dilakukan. Berita justru datang dari Nigeria dan China.
China sendiri hingga kini masih melakukan penelitian lebih dari 70.000 obat yang diseleksi di antaranya chloroquine, favipiravir, dan remdesivir hingga 5000 kandidat yang berpotensi efektif. 100 terpilih akan masuk fase uji klinis lanjutan.
Israel fokus pada IBV atau avian coronavirus vaksin yang digunakan untuk menanggulangi penyakit bronchitis. Iran meneliti serius imunomodulator yang disebut actemra. Iran baru menguji pada tahap awal.
Sementara Indonesia belum terinformasikan melakukan sendiri penelitian, padahal desas-desus rempah-rempah itu konon potensial. Presiden menerima rekomendasi dari siapa sehingga sedemikian cepat memesan jutaan pil? Entah ke negara mana, jangan-jangan China lagi. Padahal efektivitas avigan dan klorokuin obat anti malaria itu masih dalam tahap uji coba.
Kita tentu harus sigap mencari obat, tapi yang benar-benar efektif. Soal klorokuin ternyata masih pro dan kontra. Peneliti UNPAD Keri Lestari dari bidang Farmakologi dan Farmasi Klinik memang menyatakan bahwa klorokuin posfat dapat memblokir infeksi Covid-19.
Pakar Farmakologi & Clinical Research Supporting Unit FKUI dr. Nafrialdi mengimbau jangan buru-buru menetapkan klorokuin sebagai obat melawan virus corona, sebab belum ada uji klinis yang meyakinkan. Belum ada approve WHO untuk ini. Jika terlalu awal menetapkan "bisa bermasalah nanti" tuturnya. Temuan ekstrak kina hanya sinyal awal yang bisa sebagai obat, bisa juga tidak.
Buru-buru memesan jutaan pil klorokuin menjadi tanda tanya. Jika betul hasil uji klinis kelak obat malaria sama dengan obat Covid-19 ya bagus saja. Jika tidak, maka sikap terburu-buru main pesan itu menjadi gegabah. Dampaknya bisa melalaikan penanganan sistematis wabah di Indonesia karena yakin telah ada obatnya. Tren kematian akibat virus corona cukup tinggi di negeri ini.
Mesti diwaspadai juga adanya makelar penjual obat ilegal yang memasarkan dan mengkampanyekan klorokuin atau lainnya sebagai obat melawan virus corona. Di tengah musibah biasanya terbuka ruang bisnis. Kita berprasangka baik pemesanan jutaan pil itu bukan masuk ranah bisnis.
Mereka yang panik selalu menjadi obyek.
Baiknya Presiden tidak terburu-buru pesan jutaan pil. Tapi telaah dengan baik hasil uji klinis obat yang kelak dianggap efektif. Untuk klorokuin WHO masih membantah sebagai obat untuk melawan virus corona.
Kini saatnya melakukan upaya maksimal untuk mencegah dan menghambat penyebaran virus corona. Lockdown, rapid test, penyemprotan desinfektan, atau lainnya.
IDI telah membantah pula bahwa Chloroquine Phospate (Klorokuin) adalah obat Covid-19. Menurut IDI hingga kini belum ditemukan obat untuk melawan virus corona.
Sementara itu keterangan pers resmi Kemenkes 19 Maret 2020 yang disampaikan Achmad Yurianto juga menegaskan bahwa obat pilihan belum ditemukan, vaksin juga belum. Pasien sembuh lebih kepada imunitas dirinya yang membaik.
Jadi, kok buru-buru pesan?
Penulis: M Rizal Fadillah