Netizen Ungkap Alur Penindasan BPJS, Miris!!


Alur penindasan BPJS: 
1. Setiap orang wajib jadi peserta
2. Iuran dinaikkan 100% per Januari 2020
3. Dirut: Lebih murah dari pulsa
4. Penunggak iuran akan ditagih secara langsung
5. Ada sanksi bagi penunggak iuran BPJS
6. Administratifnya ribet saat digunakan
7. Kualitas buruk

Dua pekan lalu saya ke Kalsel. Diajak teman jalan2 ke kampungnya. Anaknya berumur 1 tahun sakit saat sampai disana. Kamipun ke Puskesmas terdekat dari rumah ortunya. Petugas Puskesmas bilang: Nda bisa ditangani bu karena faskes satunya bukan disini tapi di Jogja.

Petugasnya nambahin: kesempatan berobat diluar faskes satunya ibu sudah terpenuhi (ternyata hanya 3 kali coy), jadi mesti lewat UGD jika ingin ditangani. Kamipun coba jalur UGD, padahal kondisi anak nda darurat sih.

Point pertama saya dapat: Kalo lu sakit diluar daerahmu, lu hanya bisa berobat pake BPJS sebanyak 3 kali. Sakit keempat kalinya lu mesti masuk UGD dulu baru ditangani coy. Jadi selain 'orang msikin dilarang sakit', juga 'dilarang sakit dikampung orang'.

Setelah pemeriksaan, kami diberi rujukan ke RS. Temanku sudah bilang kalo anaknya perlu di EEG dan sudah cek RS yg punya fasilitas itu. Tapi rujukan tdk bisa langsung ke RS yg diminta, mesti tetap ke RS tipe C, nanti dirujuk ke RS tipe B lalu ke RS tipe A.

Karena alat EEG adanya di RS tipe A, sementara rujukannya mesti berjenjang dan dlm 24 jam hanya boleh ada 1 rujukan, maka 3 hari kami bolak balik RS hanya untuk urus rujukan ditengah kondisi anak yg sakit.

Point kedua saya dapatkan: BPJS tdk memakai prinsip keadilan sesuai kebutuhan tapi prinsip sama rata. Anak kejang tersebut butuh diagnosa cepat sebelum pengobatan karena sarafnya bisa keganggu jika dibiarkan, tapi BPJS tdk melihat itu.

Singka cerita, kami sudah di RS tipe A dan proses pemeriksaan EEG berjalan. Setelah itu kami diarahkan ke dokter ahli anak/saraf. Rekomendasinya anak mesti minum obat (puyer) dlm jangka waktu yg lama. Kami diberi resep obatnya. Nahas kembali menghampiri.

Dokternya bilang: obatnya sebenarnya ditanggung BPJS, tapi stoknya kosong jadi beli di apotek aja. Kami ke apotek luar RS cari obat tersebut. Apotekernya bilang, obatnya langka nih mba, kami hanya punya stok untuk 15 hari. Kami ambil yg ada, bayar lalu pulang.

Point ketiga saya catat:  Obat tdk tersedia berarti bayar sendiri, apakah BPJS menyiapkan mekanisme penggantian biaya penebusan obat karena keteledoran mereka? Sejauh ini beberapa org yg mengalami hal sama tdk mendapatkan itu.

Ditengah ketidaksiapan BPJS memberikan pelayanan, malah muncul kenaikan iuran, sanksi penunggak, dikejar-kejar seperti pengutang, cibiran kalo iuran itu nda seberapa, dll. Taik!

Sekian kisahku ttg #BPJSpenindas.

(Dari twitter @gloriakaraja 02-11-2019)
Baca juga :