Kesan Pertama Seorang Yahudi Kepada Rasulullah SAW


[PORTAL-ISLAM.ID] Masih nuansa bulan Rabiul Awal. Bulan kelahiran baginda Nabi Muhammad saw. Maka kali ini kami sampaikan sebuah potret diri Nabi di mata orang Yahudi tatkala pertama kali orang itu bertemu Rasulullah saw.

Banyak orang tertarik kepada Islam itu bukan melihat aspek ritual umatnya. Tetapi sisi sosial dan kemanusiaan pemeluknya. Itulah yang diceritakan Husein bin Salam bin Al Harits (yang kemudian dikenal dengan nama Abdullah bin Salam). Seorang rabbi Yahudi yang terkesima tatkala pertama kali melihat wajah Nabi Muhammad dan mendengar ucapannya.

Sebagaimana hadits berikut ini.

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَلاَمٍ قَالَ لَمَّا قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الْمَدِينَةَ انْجَفَلَ النَّاسُ إِلَيْهِ وَقِيلَ قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَجِئْتُ فِى النَّاسِ لأَنْظُرَ إِلَيْهِ فَلَمَّا اسْتَبَنْتُ وَجْهَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَرَفْتُ أَنَّ وَجْهَهُ لَيْسَ بِوَجْهِ كَذَّابٍ وَكَانَ أَوَّلَ شَىْءٍ تَكَلَّمَ بِهِ أَنْ قَالَ « أَيُّهَا النَّاسُ أَفْشُوا السَّلاَمَ وَأَطْعِمُوا الطَّعَامَ وَصَلُّوا وَالنَّاسُ نِيَامٌ تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ بِسَلاَمٍ

Dari Abdullah bin Salam (Husein bin Salam bin Al Harits) dia berkata: Ketika Rasululah saw tiba di Madinah orang-orang berlari kepadanya. Dikatakan, Rasulullah datang, Rasulullh datang, Rasulullah datang. Akupun ikut bersama orang-orang untuk menyaksikannya. Setelah aku memandang wajahnya, yakinlah aku dari wajahnya ia bukan tipe pembohong. Yang pertama beliau ucapkan adalah, “Tebarkan perdamaian, berilah makan, dan sholatlah saat manusia pada tidur (tahajud). Kamu akan masuk surga”. (HR. Tirmizi)

Husein bin Salam bin Al Harits (Abdullah bin Salam) itu beragama Yahudi saat Rasulullah baru hijrah ke Madinah. Kesan yang mendalam tentang sosok Nabi tersebut menyebabkan dirinya percaya terhadap kebenaran risalah yang ia bawa. Sehingga menuntunnya masuk Islam.

Apalagi ucapan beliau yang pertama saat masuk Madinah itu luar biasa. Mengajak kepada kedamaian. Memberi makan dan shalat di saat manusia pada tidur. Empat karakter inilah yang menjadi ciri khas penghuni surga.

Jika diuraikan kesan pendeta Yahudi tersebut terhadap diri Nabi adalah sebagai berikut:

1. Muhammad bukanlah pembohong

Baru melihat wajahnya sudah nampak aura pribadi Rasulullah saw. Itulah kesan pertama yang merasuk ke sanubari si Yahudi itu. Ungkapan tersebut merupakan bentuk kejujurannya menilai sesuatu. Walaupun ia berbeda keyakinan tetapi hati kecil tidak dapat memungkiri.

Dalam ilmu psikologi ada pelajaran tentang membaca wajah manusia. Dengan kewaskitaan tertentu wajah seseorang dapat diketahui ia tipe manusia apa. Dan ternyata ilmu membaca wajah itu dimiliki oleh Husein bin Salam bin Al Harits. Dan dia langsung dapat menyimpulkan Muhammad bukanlah tipe manusia pembohong.

Lawan dari pembohong adalah sidiq, yaitu orang yang dapat dipercaya. Dan Muhammad memiliki sifat ini. Bahkan jauh sebelum diangkat menjadi utusan Allah, Muhammad sudah dijuluki Al Amin yang memiliki makna sama, yaitu dapat dipercaya. Sehingga orang-orang kafirpun yang menjadi musuhnya banyak yang menitipkan hartanya kepada beliau.

Dalam pergaulan sosial, kebohongan menjadi pemicu ketidak harmonisan hubungan. Pada kehidupan keluarga misalnya, jika relasi suami istri salah satunya atau keduanya sudah tidak saling pecaya. Maka kehancuran biduk rumah tangga akan tarjadi. Dalam berteman juga begitu. Jika salah satu pihak tidak lagi dapat dipercaya maka dipastikan pertemanan itu akan rusak. Dalam hubungan bisnis apalagi. Jika salah satu pihak bohong maka relasi bisnis itu akan kandas.

Begitulah, kebohongan akan menjadi perusak apa saja. Merusak keluarga, merusak amal sholih, merusak pertemanan, merusak bisnis bahkan juga dapat menghancurkan tatanan sosial masyarakat.

Maka kesan pendeta Yahudi itu betul-betul mendalam. Walaupun dirinya belum pernah bergaul dengan Nabi tetapi ia sudah berkesimpulan orang yang baru datang itu bukanlah pembohong. Ini sebuah modal yang luar biasa.

Karena kebohongan itu sangat berbahaya, sebagaimana sabda Nabi berikut ini.

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ - رضى الله عنه - عَنِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ « إِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ ، وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَصْدُقُ حَتَّى يَكُونَ صِدِّيقًا ، وَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِى إِلَى الْفُجُورِ ، وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِى إِلَى النَّارِ ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبُ ، حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا

Dari Abdullah ra, dari Nabi saw bersabda, “Sesungguhnya kejujuran itu membawa kebaikan dan kebaikan menuju kepada surga. Sesungguhnya seorang laki-laki yang selalu berbuat jujur sehingga ia disebut sebagai si tukang jujur. Dan sesungguhnya bohong itu membawa keburukan dan keburukan itu membawa ke neraka. Dan sesungguhnya seorang laki-laki yang suka berbohong sehingga dicatat oleh Allah sebagai pembohong. (HR. Bukhari)

Mengapa Husein bin Salam bin Al Harits menganggap kejujuran itu penting. Sebab laki-laki yang baru saja ia temui itu nantinya banyak membawa cerita-cerita di luar nalar. Tentang akherat, tentang surga dan neraka dan berbagai informasi ghoib lainnya. Jika ia tukang bohong tentu informsi tersebut menjadi berbahaya.

2. Tebarkan perdamaian

Ucapan pertama yang didengar orang Yahudi dari Nabi juga sangat mendalam. Yaitu ajakan untuk menebarkan perdamian. Ini merupakan tonggak baru dalam pergaulan sosial di Madinah. Karena sudah puluhan tahun di kota tersebut selalu kisruh antar suku. Bahkan sesama suku Arab, yaitu Aus dan Khazraj pun juga saling berperang. Karena itu ajakan Rasulullah kepada umatnya agar menjaga perdamian menjadi menarik.

Ajakan itu bukan hanya diucapkan, tetapi dibuat sebuah traktat perdamaian yang biasa disebut Assulhu Al madinah (Piagam Madinah). Pada piagam tersebut semua warga dilindungi keamanannya dan bebas menjalankan ibadah sesuai dengan kepercayaanya. Seperi tercantum dalam salah satu pasal berikut ini.

“Bahwa orang-orang Yahudi banu Auf adalah satu umat dengan orang bariman. Orang-orang Yahudi hendaknya berpegang pada agama mereka, dan orang- orang Islampun hendaknya berpegang pada agama meraka pula, termasuk pengikut-pengikut meraka dan diri mereka sendiri, kecuali orang yang melakukan aniaya dan durhaka. Orang semacam ini hanyalah akan menghancurkan dirinya sendiri dan keluarganya.”

Kemudian dalam pasal sebelum penutup ditegaskan tentang jaminan keamanan semua penduduk Madinah.

“Bahwa barang siapa yang keluar atau tinggal dalam kota Madinah ini, keselamatannya tetap terjamin, kecuali orang yang berbuat aniaya dan melakukan kejahatan”.

Kesan Husein bin Salam bin Al Harits yang beragama Yahudi itu juga sejalan dengan perintah Allah dalam beperang.

Ayat tentang perang yang pertama kali turun kepada Nabi adalah semata-mata untuk pembelaan diri. Sebagaimana firman Allah:

أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا وَإِنَّ اللَّهَ عَلَى نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ

"Diijinkan berperang kepada mereka yang diperangi, karena meraka dianiaya dan sesungguhnya Allah Maha kuat menolong meraka." (Ah Haj: 39)

Maka, salah besar kalau ada yang berpandangan bahwa Islam adalah tukang buat kisruh, buat onar dan tidak suka perdaiman. Justru sebaliknya Islam itu agama yang sangat suka damai. Itulah yang disabdakan Nabi pertama kali ketika masuk kota Madinah. Meskipun demikian Islam pantang berpangku tangan bila musuh memerangai mereka. Dan itu hak asasi manusia dalam rangka membela diri.

3. Ajakan memberi makan

Anjuran untuk memberi makan orang yang lapar. Inilah pesan berikutnya dari Nabi Muhammad saat tiba di Madinah yang didengar Husein bin Salam bin Al Harits. Mengapa makan ?

Karena makan adalah kebutuhan pokok manusia. Sebelum beliau memerintah ibadah yang lain maka mengenyangkan orang-orang lapar itu diutamakan. Karena dengan perut terisi urusan yang lain akan lebih mudah diatasi.

Walaupun teksnya memberi makan, tetapi hakekatnya ajakan kepada kaum muslimin agar bersedekah kepada orang-orang yang membutuhkan. Jika urusan makan sudah selesai maka beranjak kepada tempat tinggal, pendidikan dan kesehatan.

Intinya berderma kepada sesama itu penting. Bentuknya dapat berupa apa saja. Sesuai kebutuhan seseorang. Karena boleh jadi seseorang sudah selesai urusan kebutuhan pokok berupa makan. Tetapi ia tinggal di gubug reot yang jika hujan kehujanan dan kebanjiran. Maka membuatkan mereka rumah rumah yang layak huni menjadi prioritas.

4. Shalat ketika manusia masih pada tidur

Pesan Rasulullah saw ini juga sangat menarik. Secara tersurat menunjuk kepada shalat malam, atau sholat tahajud. Karena sholat yang dikerjakan saat umumnya manusia masih terlelap tidur adalah shalat malam.

Akan tetapi secara tersirat, pesan tersebut mengajak umatnya agar beridabah secara ikhlas. Hanya untuk Allah semata. Tidak riya agar dilihat manusia. Tidak seperti orang munafiq, shalatnya hanya untuk pencitraan. Seperti firman Allah

إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَى يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا [النساء/142

"Sesungguhnya orang munafiq itu hendak menipu Allah, tetapi Allahlah yang menipu mereka. Apabila mereka berdiri untuk shalat mereka lakukan dengan malas. Mereka bermaskud riya di hadapan manusia. Dan mereka tidak mengingat Allah kecuali hanya sedikit."

Itulah empat kesan pertama Husein bin Salam bin Al Harits, seorang pendeta Yahudi yang baru pertama kali bertemu dengan Nabi. Menariknya, dari empat kesan tersebut tiga diantaranya terkait dengan relasi antar manusia. Yaitu kejujuran, kedamaian dan kedermawanan. Dan hanya satu aspek yang terkait relasi manusia dengan Allah, yaitu ibadah secara ikhlas.

Betapa pentingnya citra sosial itu dilakukan oleh setiap muslim. Bukan demi pencitraan kepada manusia tetapi karena memang telah menjadi karakternya dan menjadi perilaku setiap hari, sehingga akhirnya orang lain terkesan orang muslim itu memang baik.

Kesan pertama itu mengantarkan pendeta Yahudi tersebut masuk Islam. Bersyahadat di depan Rasulullah saw. Dan kemudian beliau mengubah namanya menjadi Abdullah bin Salam.

Wallahu’alam.

15/11/2019

(Oleh: Ustadz Muh. Nursalim)


Baca juga :