RAKYAT ADALAH TUAN DARI PENGUASA


Saya jarang mengamati struk kasir ketika makan di restoran. Baru hari ini, karena kurang kerjaan, membaca lebih teliti. Bukan kuatir apakah kasir keliru hitung. Tapi, melihat pajak yang saya bayar untuk negara: Rp 13.200.

Uang ini tak seberapa, cuma 10% dari biaya keseluruhan. Tapi, inilah sebenarnya yang mengikatkan kita dengan negara, dalam setiap tarikan nafas kita, siang maupun malam.

Setiap kali kita makan di restoran, nonton film, atau beli barang dan jasa apa saja, kita dikenai pajak. Makin sering kita makan di restoran atau belanja, makin banyak kita menyumbang negara.

Itu di luar pajak lain, seperti pajak pendapatan, pajak bumi bangunan, pajak motor, pajak mobil, beli pulsa listrik, retribusi parkir dan sebagainya.

Dan itu berlaku untuk semua warga negara, 260 juta orang. Tak peduli dia pendukung Jokowi, Prabowo atau golput.

Uang pajak itu dikumpulkan, dan sebagian dipakai menggaji presiden, menteri, anggota parlemen, tentara dan polisi, berikut fasilitas-fasilitas yang mereka nikmati.

Dalam setiap tarikan nafas kita, siang dan malam, kita adalah mesin uang buat membiayai hidup nyaman mereka, para pejabat, penguasa dan aparaturnya. Tentu dengan harapan agar mereka bertanggungjawab atas jabatannya, yakni melayani kita semua warga negara, memperlakukan semua warga dengara dengan adil. Bukan memakai uang untuk menyengsarakan kita.

Pajak inilah yang membuat kita, warga negara, BERHAK MENUNTUT, MEMPROTES, MENGKRITIK, MEMPERTANYAKAN APA SAJA KEBIJAKAN YANG DILAKUKAN PRESIDEN, PARLEMEN, MENTERI, TENTARA, POLISI, DLL.

Jadi kalau ada yang bertanya, "Hei.. protes mulu kamu, sudah ngapain aja kamu buat negara ini?"

Jawaban saya ya ini.. saya sudah bayar pajak buat negara. Rakyat adalah majikan, sedang penguasa adalah pelayan.

(fb)

Baca juga :