Dinilai Gagal Jadi Menteri, Rapor Menteri Kabinet Kerja Puan Maharani Hanya Dapat Nilai 5,5


[PORTAL-ISLAM.ID]  Di Kabinet Kerja Jokowi-JK, pos Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) mungkin boleh disebut paling “aman”. Jabatan menko PMK yang hampir selama lima tahun penuh dipegang Puan Maharani, tak tersentuh reshuffle alias perombakan seperti menko-menko lainnya.

Apakah itu berarti kinerja Puan sangat baik atau memuaskan? Justru sebaliknya.

Berikut penilaian dari akademisi dan pengamat.

Pengamat politik dari Universitas Telkom, Dedi Kurnia Syah Putra menuturkan, Kemenko PMK untuk ke depan seharusnya ditiadakan saja mengingat apa yang diagendakan kementerian itu sudah menjadi agenda lembaga lain. “Institusi yang punya agenda sama dengan Kemenko PMK itu misalnya BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila). Belum lagi kementerian-kementerian di bawah PMK,” ujar Dedi saat dihubungi, Senin (14/10/2019) kemarin.

Dia juga menyinggung soal konflik kebangsaan yang tidak membaik. Menurut Dedi, konflik yang muncul beberapa tahun ini terjadi tanpa ada resolusi yang signifikan. Padahal, semua permasalahan itu seharusnya menjadi tupoksi (tugas pokok dan fungsi) dari Kemenko PMK. “Jelas ini penanda bahwa PMK itu tidak memengaruhi apa-apa, termasuk agenda revolusi mental,” ucapnya.

Dia menilai agenda revolusi mental yang digaungkan Jokowi lima tahun lalu gagal menyasar, bahkan terhadap kader PDIP yang notabene memiliki satu haluan dengan Puan. Karena itu, Dedi hanya memberikan nilai 6 untuk kinerja seorang Puan yang kini justru menyandang jabatan baru sebagai ketua DPR periode 2019-2024.

Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Wawan Masudi berpendapat, sosok Puan seharusnya bisa menjadi jaminan bagi kesejahteraan sosial dan pengembangan sumber daya manusia (SDM). Apalagi, jaminan sosial itu menjadi pilar utama dalam kampanye Jokowi pada Pilpres 2014 silam.

“Terutama social security sistem kita itu sifatnya universal dari sisi coverage. Kedua pengembangan SDM karena terkait dengan tantangan, bukan hanya revolusi industri digital, tetapi juga kenyataan bahwa Indonesia akan segera menghadapi bonus demografi,” tutur Wawan.

Dia menjelaskan, bonus demografi Indonesia bakal memunculkan banyak SDM dengan usia muda yang menjadi angkatan kerja. Namun sayang, Wawan melihat program-program Kemenko PMK terkait peluang tersebut masih belum ada gebrakan, baik secara sosial maupun SDM untuk menghadapi situasi-situasi revolusi industri berbasis digital.

“Yang ada malah program-program yang rutin dan mudah sekali dijalankan. Itu saja. Kalo hanya mendistribusikan jaminan sosial, mendistribusikan bantuan, itu kan perkara gampang. Tidak ada terobosan untuk bagaimana pengembangan sistem yang bisa menaikkan kesejahteraan rakyat agar kuat,” ucapnya.

Karenanya, Wawan hanya bisa memberikan Puan nilai 6 atas kinerjanya selama menjabat menko PMK.

Sementara, pengamat politik dari Explosit Strategic, Arif Susanto, menganggap Puan lebih banyak menjadi beban terhadap kontribusi Kabinet Kerja. Keberadaan Puan di dalam kabinet membuat Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, jauh lebih mudah mengontrol Jokowi. Dalam arti lain, Jokowi menjadi tidak terlalu leluasa untuk bergerak mengeksekusi program-programnya. Padahal, janji kampanye Jokowi lima tahun lalu ingin menjadikan PMK sebagai salah satu andalannya.

“Peran Puan sangat minim sekali. Nilai Bu Puan saya pikir di bawah 5,” kata Arif.

Dari penuturan ketiga pengamat dan akademisi di atas, nilai rata-rata Puan sebagai menko PMK hanya 5,5. (Inside)
Baca juga :