Akhirnya Mahasiswa Bergerak


[PORTAL-ISLAM.ID]  Upaya meredam kampus dengan berbagai cara akhirnya jebol juga. Betapa isu radikalisme gencar dihembuskan ke lingkungan perguruan tinggi. Menristekdikti pernah berujar pentingnya pengawasan ketat terhadap dosen yang terpapar radikalisme. Perguruan tinggi ternama proses seleksi pimpinan melibatkan BIN dam BNPT segala. Pencengkeraman kampus dinilai luar biasa. Tentu berharap mahasiswa pun bisa dikontrol dan dikendalikan. Sepertinya usaha ini akan sukses dan bereskalasi menuju pengendalian yang terstruktur dan masif.

Sementara otoritarian bergerak "nyaman" di tingkat kekuasaan. Pemerintah memiliki lingkaran yang kokoh. TNI, Polisi, Birokrasi hingga Parlemen yang telah terpolakan. Partai-partai oposisi mendekat lingkaran. Mencari sesuap menteri atau sedekah jabatan. Kecurangan Pemilu yang disorot berhasil didinginkan, pelanggaran HAM atas korban "kerusuhan" dikanalisasi, krisis ekonomi dapat dikambinghitamkan pada fluktuasi global, Kriminalisasi ulama dibahasakan deradikalisasi, kebakaran hutan bisa diatasi dengan foto diri dan sepatu berdebu, reaksi soal intervensi KPK dipersilahkan ke MK, artinya semua bisa dibingkai. Ketika kepepet ya salahkan saja pada takdir Allah. Moeldoko memang sangat beriman.

Namun waktu menghukum juga. Tempo mengangkat "figur pinokio" di cover majalahnya. Urusan korupsi yang dicoba untuk diproteksi akhirnya dapat menjebol mahasiswa dari kungkungan. Mahasiswa di Makasar, Bandung, Mataram dan yang paling memicu adalah di Pakanbaru. Terakhir di Jakarta mahasiswa Bandung dan Jakarta mendemo DPR/MPR. Permainan hukum untuk kepentingan politik terendus dan membangkitkan gerakan mahasiswa. Meninju reformasi yang terkorupsi dan Jokowi yang tak peduli bahkan "mesam mesem" melakukan intervensi. Di urusan legislasi aturan korupsi.

Ketika pimpinan perguruan tinggi mulai memprotes tindakan kriminal "pembunuhan KPK" oleh Pemerintah bersama DPR maka pintu gerbang kampus pun dibuka. Mahasiswa berlarian bergerak cepat. Mereka muda dan semangat dengan moralitas tinggi. Tidak seperti komunitas lain yang mudah dipecah dan dibuat konflik horizontal, mahasiswa bergerak dengan satu kepentingan yang sama. Aparat yang biasa bermain kini bisa berhadapan. Jatuh korban justru membangun solidaritas dan gelombang perlawanan. Perubahan sosial dan politik diawali oleh gerakan dan gebrakan para mahasiswa.

Sebelumnya ada monumen gerakan 212 yang menyimpan potensi tsunami susulan. Andai Pemerintah nekad dengan misi anti demokrasi atau menutupi korupsi dan terus lanjut berkolaborasi dengan asing aseng demi investasi dan hutang luar negeri, maka gerakan perubahan rakyat sulit untuk dibendung. Citra pemerintah sedang buruk dan terus memburuk. Pembusukan politik yang terjadi akan mendapat therapi akhir yakni operasi amputasi.  Untuk penyembuhan  kembali.

Mahasiswa bergerak memang dinanti rakyat. Hampir frustrasi melihat kesewenangan dan ketidakpedulian dari penguasa yang semakin korup. Korupsi yang coba ditutupi dengan regulasi. Mahasiswa memang lucu tapi bermutu.  Berorasi, menjebol pagar, menaiki benteng, memasuki area yang biasa butuh protokoler. Tapi ujungnya sang penguasa ketakutan dan siap mundur "demi bangsa dan negara". Meski kadang butuh waktu dan kesabaran biasanya aksi perubahan itu berhasil.
Bravo mahasiswa..!

Bandung, 20 September 2019

Penulis: M. Rizal Fadhillah
Baca juga :