[PORTAL-ISLAM.ID] Wakil Ketua DPR Fadli Zon menyindir agar Presiden Joko Widodo tak cuma marah-marah kepada para pejabat pembantunya tanpa mengusulkan dan memberi sanksi yang jelas dan tegas terkait kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Hal itu ia katakan untuk merespons sikap Jokowi terhadap para pembantunya terkait Karhutla yang makin meluas di wilayah Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan belakangan ini.
"Makanya Jokowi harus beri sanksi keras. Jangan hanya suaranya keras, marah-marahnya keras, tapi sanksinya apa gitu lho? Ini yang saya kira harus diikuti. Nanti takutnya tong kosong nyaring bunyinya," kata Fadli di Kompleks MPR/DPR, Jakarta, Rabu 14 Agustus 2019.
Presiden Jokowi telah memerintahkan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk mencopot anak buahnya yang tak bisa mengatasi karhutla.
Jokowi mengingatkan kepada para Pangdam, Danrem, Kapolda, Kapolres, bahwa aturan yang dirinya sampaikan pada 2015 soal pencopotan dari jabatan yang tak mampu tangani karhutla masih berlaku.
"Saya kemarin sudah telepon Panglima TNI, saya minta copot yang tidak bisa mengatasi. Saya telepon lagi tiga atau empat hari yang lalu ke Kapolri, copot kalau enggak bisa mengatasi kebakaran hutan dan lahan," kata Jokowi saat memberikan sambutan dalam Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan 2019, di Istana Negara, Jakarta, Selasa
Fadli mengatakan Karhutla sudah seperti bencana tahunan. Kemarahan Presiden Jokowi tanpa diikuti alternatif kebijakan yang jelas, disebutnya akan sia-sia.
"Kalau misalnya cuma ngomong marah-marah enggak ada perubahan apa-apa, ya enggak ada dampak namanya," kata dia
Fadli meminta agar pemerintah juga berani ambil tindakan tegas untuk memberikan sanksi kepada para pembakar hutan.
Ia turut mengingatkan agar para perusahaan yang memiliki konsesi lahan yang terbakar dapat bertanggungjawab terhadap bencana kebakaran tersebut
"Apalagi kalau itu dilakukan dengan sengaja, dengan dalih penghematan land clearing, saya kira membahayakan ekosistem, membahayakan keseluruhan masyarakat lainnya yang terkena dampak atas kejadian itu,'' kata dia.
Kebakaran hutan dan lahan di sejumlah wilayah Indonesia masih terjadi sampai saat ini. Sejumlah wilayah di Pulau Sumatera dan Kalimantan paling parah dilanda kebakaran hutan dan lahan.
Di Riau dan Pontianak, kebakaran hutan dan lahan telah menimbulkan bencana asap. Jarak pandang masyarakat terbatas. Bahkan telah ada korban dari warga yang menderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).
Data Dinas Kesehatan Sumatera Selatan, jumlah penderita ISPA mencapai 274.502 orang di wilayah itu selama periode Januari-Juni 2019 karena dipicu karhutla.
Kepala Dinas Kesehatan Sumsel Lesty Nuraini mengatakan Kota Palembang menjadi daerah paling tinggi jumlah penderita ISPA yakni mencapai 80.162 orang selama periode tersebut.
Kemudian, disusul Banyuasin dengan penderita mencapai 36.871 orang, Muara Enim sejumlah 35.405 orang, Musi Banyuasin 21.871 orang dan Ogan Komering Ilir 13.292 orang.
Ia mengemukakan daerah yang paling rawan terdampak oleh kabut asap yakni Palembang, Ogan Ilir, Ogan Komering Ilir, Banyuasin, Musi Banyuasin, dan Lahat.
"Untuk Palembang sebenarnya bukan sumber asap, namun menjadi wilayah paling parah terdampak asap seperti yang terjadi pada 2015 kemarin. Arah angin dari sumber asap yakni di OKI dan Ogan Ilir membawa asap hingga ke Palembang," ujar Lesty, kemarin.
Kebakaran juga berdampak terhadap jam belajar siswa sekolah. Wali Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono berencana memundurkan jam belajar tanpa meliburkan sekolah di kota itu karena dampak kabut asap karhutla.
"Kami akan memantau terus perkembangan kondisi udara, sebab kondisi asap masih belum stabil antara pagi, siang dan malam," katanya.
Jam belajar akan dimundurkan jika pagi hari kondisi asap sangat pekat. Kebijakan itu diterapkan tanpa harus meliburkan sekolah.
Sumber: CNN