TANGGAPAN MUSLIMAH Terhadap PROPAGANDA BUDAYA 'ISLAM NUSANTARA'


[PORTAL-ISLAM.ID] Akhir-akhir ini di sosial media (salah satunya akun di atas) gencar propaganda yang disebutnya kembali ke Budaya Nusantara, terutama dalam hal pakaian. Propaganda yang menyasar muslimah dengan jilbabnya.

Berikut tanggapan yang ditulis oleh Endang Purwani Uban, yang dulu dan hingga sekarang ketika sudah hijrah berbusana muslimah masih tetap cinta dengan kebaya jawa.

"Kecintaan pada kebaya dan sanggul tidak pernah hilang. Tapi saya juga cinta penampilan yang sekarang. Cinta karena Allah," tulis Endang Purwani Uban di akun fbnya (13/6/2019).

"Ketika sekarang orang bicara tentang melestarikan pakaian tradisional disandingkan hijab, kemana pertanyaan ini saat sedang mengenakan kaos, kemeja dan jeans?" ujarnya.

Berikut selengkapnya dikutip redaksi portal-islam.id dari postingan fb Endang Purwani Uban:

Dilahirkan sebagai orang Jawa dan berkecimpung dalam dunia tari Jawa, kehidupan saya lekat dengan penampilan seperti foto ini. Kebaya dan sanggul Jawa klasik. Teman-teman bahkan memiliki komentar khusus tentang saya saat berkostum seperti ini. Dan saya memang cinta penampilan seperti ini.

Kehidupan mengalir, dan saya hijrah setahun lalu. Penampilan berkebaya dan sanggul tidak bisa saya lakukan persis seperti itu lagi. Kecintaan pada kebaya dan sanggul tidak pernah hilang. Tapi saya juga cinta penampilan yang sekarang. Cinta karena Allah. Lalu terbaca tulisan ini, yang bagi saya hanya berarti satu. Bahwa seolah berhijab itu salah dan tidak cinta budaya dan pakaian tradisional.

Teringat satu kali, seorang teman mengajak saya bicara tentang hijab. Nadanya kurang lebih sama seperti tulisan ini, berhijab berarti meninggalkan pakaian tradisional dan menjadi kearab-araban. Saya hanya menjawab bahwa saya lebih memilih untuk menyerahkan jalan kehidupan ini mengalir apa adanya. Bahwa manusia selalu berubah. Dulunya tidak mengenal benang hingga akhirnya berpakaian. Lalu peradaban modern mengenal jeans dari dunia barat dan diterima mulus di negeri ini tanpa penolakan. Saya menganggap jeans dan hijab adalah sama. Diterima sebagai perubahan cara berpakaian dengan motivasi masing-masing. Yang satu karena kepraktisan, satu lagi keimanan. Sama-sama menggeser pakaian adat tradisional dalam keseharian. Lalu mengapa sikap yang ditunjukkan menjadi berbeda?

Ketika sekarang orang bicara tentang melestarikan pakaian tradisional disandingkan hijab, kemana pertanyaan ini saat sedang mengenakan kaos, kemeja dan jeans?

Ketika orang bicara tentang Islam Nusantara, lalu apa kabarnya dengan Kristen Nusantara, misalnya? Mengapa tidak ada istilah itu, sedangkan asalnya juga bukan dari Nusantara? Lalu pakaiannya harus seperti apa?

Nusantara adalah negeri yang penuh toleransi. Tepa selira. Dan toleransi ada dalam Pancasila yang digaungkan terus menerus tahun-tahun terakhir ini. Pahamkah bahwa maknanya adalah menghargai perbedaan pilihan? Jika kamu tidak ingin berhijab, itu pilihanmu. Tapi berhijab adalah pilihanku. Saya tidak mengusikmu, jangan usik aku.

Saya jadi mengeluh sendiri.
Sulit sekali sekarang ini menjadi manusia Indonesia yang ingin menjalani agamanya dengan lebih baik, tanpa harus dibicarakan cara berpakaiannya. Tanpa dipertanyakan nasionalismenya.

(Endang Purwani Uban)

Dilahirkan sebagai orang Jawa dan berkecimpung dalam dunia tari Jawa, kehidupan saya lekat dengan penampilan seperti...
Dikirim oleh Endang Purwani Uban pada Kamis, 13 Juni 2019

*Sumber: fb penulis

Baca juga :