KORSA, SOLIDARITAS MEREKA SAMPAI MATI


K O R S A

Sekelompok preman menganiaya se orang prajurit TNI dari kesatuan kopassus di Hugo' Cafe Yogyakarta pada tanggal 19 Maret 2013. Serka Heru Santoso tewas di tangan Diki cs yang berjumlah 4 orang.

Sebelumnya, seorang prajurit TNI juga di kabarkan kritis karena bacokan di kepala dan di duga pelakunya juga berasal dari kelompok Diki cs.

3 hari setelah kasus itu, Serda Ucok Tigor Tampubolon mengajak rekan2 mereka sesama kopasus untuk turun gunung dari tempat pelatihan mereka menuntut balas atas kematian rekan mereka.

Di LP Cebongan, Serda Ucok eksekusi Diki cs dan mengakui bahwa tindakan itu di lakukan tanpa penyesalan. Atas tindakan Serda Ucok, dirinya di hukum 11 tahun penjara dan di pecat dari TNI.

Sedikitpun serda Ucok tidak ada kata menyesal. Apa yang dia lakukan merupakan bentuk menjaga marwah TNI khususnya kopassus agar tidak di rendahkan oleh para preman. Sikap demikian adalah JIWA KORSA prajurit TNI. Solidaritas yang mereka bawa akan tetap ada sampai mati.

Dan jiwa KORSA itu juga yang hinggap di purnawirawan saat ini ketika putra terbaik TNI Mayjend (purn) Soenarko dan Mayjend (Purn) Kivlan Zein.

Ketika ada tuduhan makar pada diri mereka, maka para purnawirawan yang mengenal diri mereka secara ramai-ramai membela dan bertestimoni bahwa tidak mungkin kedua purnawirawan jenderal itu akan melakukan tindakan makar.

Soenarko yang dikenal selalu berada di garis pertempuran. Lebih mementingkan urusan negara di bandingkan urusan keluarga, dimana 3 orang anaknya ketika di lahirkan, tidak pernah ia mendampingi sang istri di karena kan berada di garis pertahanan. Rakyat Aceh sangat paham bagaimana peranan Soenarko ketika beberapa tahun ikut menjaga bumi rencong dari masa pergolakan dahulu.

Soenarko lebih banyak habiskan diri di Medan tempur di bandingkan bersama keluarganya. Mustahil jika ia di katakan akan melakukan makar dengan modal hanya 2 senjata yang di tuduhkan.

Kivlan Zein, sang negosiator ulung. Menjadi juru runding atas penyanderaan WNI di tangan pemberontak abu Sayyaf, Filipina. Atas peranan dirinya, tidak ada satupun WNI yang terbunuh oleh abu Sayyaf.

Karena mereka bergabung di kubu Prabowo dan ada sebuah protes pada hasil pemilu, lalu tuduhan makar di bentuk pada diri mereka berdua dengan bukti yang menurut pihak sangat tidak layak.

Sudah banyak tokoh yang menuliskan bagaimana keprihatinan mereka atas tuduhan yang mendera kedua purnawirawan ini.

Rencana aksi yang di lakukan Kivlan Zein adalah menggugat hasil KPU, bukan menggulingkan pemerintahan Jokowi. Makar sangat kecil peluangnya di lakukan oleh sipil. Karena makar memerlukan fasilitas, dan lucu apabila fasilitas itu hanya sepucuk senjata.

Sudah lazim apabila seorang purnawirawan mempunyai senjata, pastinya senjata yang di punya mempunyai perizinan yang jelas. Rada lucu apabila Senjata yang di miliki di jadikan bukti ada makar yang akan di jalankan.

Tapi, aparat yang berkuasa selalu mempunyai tafsir sendiri.

Kita hanya bisa berbicara namun kita gak akan bisa mempengaruhi tuduhan yang sudah mereka berikan.

Positifnya, tuduhan pada Soenarko dan Kivlan Zein sudah membuat barisan sendiri, persatuan sendiri pada diri TNI. Seorang menhan yang menjabat di bawah presiden pun sampai mengeluarkan kata-kata miris melihat bagaimana tuduhan pada purnawirawan saat ini.

Seorang purnawirawan, tetap akan membawa nama TNI walaupun tidak aktif lagi bertugas. Dan seorang purnawirawan, masih memiliki jiwa KORSA dan loyalitas dari teman2 yang masih aktif bertugas.

Solidaritas mereka sampai mati..KORSA!

(Sumber: fb)

Baca juga :