[PORTAL-ISLAM.ID] Saya tidak tahu, euforia dan hasrat untuk menang di MK masih terus membara. Padahal, pengumuman KPU cukup untuk menjadi parameter, arah keputusan pemenangan di MK itu akan kemana.
Dahulu, sebelum pengumuman KPU indikasi ke arah putusan akan dimenangkannya Jokowi terhadap Prabowo itu jelas. Namun, masih ada saja euforia yang berharap pada KPU akan bertindak sesuai harapan publik.
Keputusan pemenang Pilpres, itu sudah dipersiapkan jauh-jauh hari sebelum pengumuman KPU. Bahkan, sebelum Pilpres diselenggarakan. Pengumuman hanyalah sarana legalitas formal untuk melegitimasi rencana panjang yang telah dipersiapkan secara matang.
Akhirnya, KPU benar-benar memutus sesuai dugaan awal, putusan yang mengesampingkan berbagai kritik atas masifnya kecurangan yang banyak diadukan publik. Publik, sempat terninabobokan dengan keputusan Bawaslu yang memutus KPU bersalah dalam input suara situng. Namun, keputusan ini keputusan banci. Pernyataan kesalahan tanpa ditindaklanjuti sanksi atas kesalahan.
Saat ini pun sama. Begitu kasus Pilpres bergulir di MK, Jokowi tetap santai dan terus mempersiapkan kabinet. Narasi umum ditengah publik, disihir agar mau berdamai dan melupakan semua kecurangan.
Semua partai juga sudah mempersiapkan diri untuk kondisi ‘pelantikan Jokowi’, dari yang mulai merapat sampai yang sudah ‘bertransaksi’ posisi menteri di kabinet Jokowi jilid II.
Jadi, tak ada penghormatan pada proses hukum di MK. Rezim sudah masuk pada tahapan lanjutan untuk persiapan berkuasa di periode kedua. Hubungan dengan berbagai negara, juga sudah terkondisi untuk melanjutkan kekuasaan rezim.
Jadi, aneh sekali jika publik saat ini masih menunggu keputusan MK. Isi putusannya sudah dapat terbaca sejak saat ini. Jadi, jangan terbelalak dua kali seperti ketika keputusan KPU diumumkan.
Saat ini, publik dan segenap rakyat seharusnya sudah harus berpikir apa yang perlu dipersiapkan untuk menghadapi periode kezaliman yang akan dilanjutkan. Berhimpun dan membentuk koalisi rakyat, untuk menghindari dan atau melawan kezaliman rezim yang sudah pasti akan diberlakukan.
Setelah pelantikan, rezim pasti akan membuat rencana bersih-bersih dan memangkas semua tunas perlawanan. Sebelumnya, rezim belum bisa berkonsentrasi terhadap para ‘penentang’, karena masih berfokus pada kontestasi.
Pasca pelantikan, rezim akan mampu menggunakan energi negara secara full untuk melakukan pembersihan dengan segenap alat dan sarana, serta cara yang memungkinkan. Kaum ‘pembangkang’ akan diburu dan dibungkam, agar tidak mengganggu manuver kekuasaan.
Saya tidak menyalahkan, kepada Anda, dan kepada siapapun yang merindukan keadilan dan berharap segera diakhirinya kezaliman melalui putusan MK. Namun, mimpi itu hendaklah disandingkan pada kenyataan : seluruh sarana telah dikondisikan untuk pemenangan, rezim tak mungkin melewatkan babak akhir di MK.
Sekarang, seharusnya segenap rakyat dan kaum pergerakan memikirkan pola perlawanan pasca pelantikan orde kezaliman. Boleh jadi, rakyat akan melawan secara mandiri tanpa kehadiran partai.
Partai, akan sangat mungkin berperilaku pragmatis untuk berkompromi dengan rezim. Perlawanan terhadap rezim dan pembelaan mereka terhadap rakyat, telah berbuah suara dalam pemilihan. Selanjutnya, partai akan fokus memanen hasil ikhtiar politik, bukan terus berjibaku berjuang bersama rakyat.
Saya sebenarnya tak ingin menjalankan skenario ini, tapi saya tetap berkewajiban menyampaikan. Karena realitas politiknya, akan terjadi seperti ini, bukan sebagaimana mimpi yang Anda bayangkan dimana MK akan memberi keputusan yang menganulir kecurangan dan mengakhiri rezim kezaliman.
Penulis: Nasrudin Joha