Masih Soal Hendropriyono


[PORTAL-ISLAM.ID]  Setelah "menyakiti" sebagian rakyat Indonesia dengan sebutan rasis, sinis, dan nada mengancam WNI Keturunan Arab. Sebagai muslim semestinya tentu segera meminta maaf. Lalu membela rakyat dan tidak menjadi penghianat bangsa. Ketika menyinggung soal ini masyarakat sebenarnya sudah menilai bahwa Hendropriyono sedang "sakit". Menyerang WNI keturunan Arab tapi di sisi lain WNI keturunan Cina terproteksi.

Hendro melupakan kontribusi besar keturunan Arab dalam perjuangan kemerdekaan negara Indonesia. Ia merasa kini menjadi "penentu" negara. Bangsa dan rakyat Indonesia yang tidak punya masalah dengan keturunan Arab tiba tiba tersentak dengan ucapan sentimen AM Hendro. Mulailah publik membongkar bongkar sejarah lama soal pembantaian Talangsari dan pembunuhan aktivis Munir. Hendropriyono jadi pusat perhatian dari sejarah hitam tersebut.

UU No. 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaan Republik Indonesia tidak membedakan warga negara berdasarkan keturunan apakah WNI Keturunan Arab, Cina, India atau lainnya. Ada pula UU No 40 tanuh 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Namun jika sampai saat ini sebutan WNI Keturunan Arab yang dilontarkan Hendro dinilai tidak masalah dan biasa-biasa saja maka, boleh pula kita menyebut WNI keturunan yang lain.  Justru kita lebih sakit hati dengan perilaku WNI keturunan Cina baik karena penguasaan ekonomi negara maupun penguasaan lain yang mengecilkan dan meminggirkan Pribumi.

Kita ingat korupsi besar yang dilakukan WNI model begini seperti berita yang tersebar di  media. Eko Edi Putranto korupsi BLBI 2,6 Trilyun, Putranefo Lexander Prayogo korupsi Dephut 83 Milyar, Hendra Rahardja korupsi BLBI 3,6 Trilyun, Sherny Kon Jong Iang korupsi BLBI 2,6 Trilyun, Hartawan Aluwi korupsi Bank Century 24 Trilyun, Samadikun Hartono Buron BlBI 2,5 Trilyun, Djoko Chandra  Korupsi Bank Bali 450 Milyar, Tony Suherman korupsi SBU 13,2 Trilyun, Usman Admadjaja BLBI 35, 6Trilyun, Sudono Salim korupsi BLBI 79 Trilyun, Eddy Tanzil Korupsi Bapindo 9 Trilyun.

Nah model para pencuri begini yang semestinya dimasalahkan Hendro dan kawan kawan, bukan soal WNI keturunan Arab.

Soal sasaran Hendro berkaitan dengan tuduhan provokasi. Bagian dari pimpinan umat yang dituju. Antara provokasi dan seruan untuk berjuang menegakkan keadilan dan kebenaran atau mencegah kecurangan itu berbeda. Provokasi nuansanya adalah hasutan untuk berbuat jahat sedang  yang terakhir adalah pesan moral dalam kebaikan. Melawan kecurangan adalah kewajiban seluruh rakyat Indonesia. Menyerukannya bukan provokasi.

Di Indonesia umat Islam sedang merasa tak nyaman diperlakukan oleh rezim. Sikap tak sejalan dengan pandangan pemerintah selalu dikualifikasikan tidak toleran. Kadang disebut radikal difitnah anti Pancasila atau NKRI. Memusuhi umat tak bagus untuk persatuan dan kesatuan.

Umat Islam adalah basis kekuatan berbangsa dan bernegara. Sejarah berdiri negara Indonesia mencatat peran para ulama, tokoh umat, maupun umat Islam secara keseluruhan. Memusuhi umat sama dengan mengundang bencana.

Bandung, 14 Mei 2019

Penulis: M Rizal Fadillah (Mantan Aktivis IMM)
Baca juga :