[PORTAL-ISLAM.ID] Ketua DPC PDIP Kota Surabaya, Whisnu Sakti Buana meradang. Dia mengancam akan memproses secara hukum tudingan Ketua DPC PKB Surabaya, Musyafak Rouf yang menyebut partai kepala banteng moncong putih telah menggelembungkan suara Pileg 2019.
"Kalau mereka (PKB) protes silakan tapi landasannya apa? Harus ada pembuktiannya donk," sergah Whisnu saat dikonfirmasi wartawan terkait tudingan Musyafak, Sabtu (20/4/2019).
Wakil wali kota Surabaya ini menegaskan, jika memang ada upaya penggelembungan suara yang dilakukan partainya, itu bisa dicek melalui form C1 Plano. "Apakah ada yang berkurang atau tidak?" tegasnya
Whisnu kembali menegaskan, jika tudingan Musyafak tidak terbukti dan memiliki dasar yang kuat, maka tudingan itu hanya fitnah belaka dan PDI Perjuangan akan memprosesnya secara hukum.
"Jika itu tidak bukti, maka kami akan melaporkan dan memprosesnya secara hukum karena sudah menyangkut nama partai," tegas putra mantan wakil ketua MPR RI, almarhum Sutjipto ini.
Whisnu menambahkan, harusnya PKB tidak membuat kegaduhan di situasi Pilpres yang tengah memanas ini. "Yang jelas jika tidak ada bukti, maka akan kami lawan. Ini sekaligus menjadi pembelajaran politik yang baik di Surabaya," tegas Whisnu.
Sebelumnya, Musyafak menuding PDI Perjuangan telah menggelembungkan suara Pileg 2019 di sejumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS). Dari total 8.144 TPS di Kota Pahlawan, ada sekitar 24 persen yang digelembungkan.
"Temuan yang jelas itu, ada penggelembungan suara yang dilakukan oleh PDIP yang masif di beberapa TPS. Dan itu kegiatannya hampir sama, penggelembungan antara kisaran 20 sampai 30 suara per TPS," ungkap Musyafak.
Atas temuan ini, PKB Kota Surabaya menggelar pertemuan dengan sejumlah pimpinan partai politik (Parpol) lainnya, seperti BF Sutadi, ketua DPC Partai Gerindra; Edi Rahmat (ketua Hanura Surabaya); serta Cahyo Siswo Utomo (Sekretaris PKS Surabaya).
Ada tiga Parpol lainnya yang juga diundang di pertemuan yang digelar di Hotel Santika, Jalan Jemursari pada dini hari tadi tersebut. Namun hingga acara usai tidak terlihat hadir. Mereka adalah Partai Demokrat, NasDem, dan Golkar.
Musyafak mengaku sangat yakin dengan tuduhannya tersebut. "Saya yakin, saya temukan itu yang terbanyak. Mungkin ada contoh yang lain itu cuma satu, dua, karena kekeliruan atau sudah terlalu payah saja, dan kekeliruannya enggak terlalu. Tapi kalau ini hampir merata, 20, 30 gitu, masif," jelasnya. [merdeka]