Kompas Group Memusuhi Prabowo, Benarkah?


[PORTAL-ISLAM.ID]  Beberapa hari lalu di medsos lagi rame dibahas soal Independensi Harian Kompas. Kasusnya dipicu kicauan mantan wartawan senior Kompas Rene Pattirajawane. Dia menyoal Pemimpin Redaksi Kompas Ninuk Mardiana Pambudy.

Putri almarhum Moerdiono Mensesneg legendaris di masa Orde Baru itu kedapatan jalan bersama Prabowo di peternakan Hambalang.

Rene mempertanyakannya. Dia khawatir slogan Kompas berubah menjadi “Amanat Hati Nurani 02,” karena Ninuk menempel Prabowo. Ninuk menjawab bahwa itu bagian dari menjaga independensi Kompas, karena dia sebelumnya juga sudah bertemu Jokowi.

Menjadi menarik karena Rene diam saja ketika Ninuk bertemu Jokowi. Padahal Ninuk bersama sejumlah petinggi Kompas lainnya. Tim lengkap. Mengapa dia teriak ketika Ninuk ketemu Prabowo dan bersikap sebaliknya ketika bertemu Jokowi.

Sebagai media Kompas dikenal sebagai pendukung garis keras Jokowi. Posisinya sudah terlihat sejak Jokowi menjadi Gubernur DKI. Dukungan yang sama juga diberikan kepada Ahok.

Kompas juga dikenal sangat sinis kepada gerakan Islam. Posisi ini sebenarnya bisa dipahami. Kompas ketika awal dibangun adalah corong dari Partai Kristen Indonesia (Parkindo). Karena latar belakangnya, banyak yang meyakini Kompas adalah singkatan dari Komando Pastor.

Sebuah pemahaman yang salah kaprah, tapi sulit dibantah. Pada awal pendiriannya mayoritas wartawan Kompas adalah lulusan sekolah Seminari Tinggi Santo Paulus, Kentungan, Yogyakarta. Seminari adalah sekolah calon pastor.

Kalau mau tahu sikap asli para wartawan Kompas, silakan buka-buka status mereka di medsos. Akan ketahuan bagaimana sikap mereka terhadap umat Islam dan Prabowo. Mereka juga sangat sinis tehadap Gerakan 212, apalagi Habib Rizieq. Tidak ada baiknya sama sekali.

Belakangan sikap redaksi Kompas dan media di bawah kelompoknya mulai sedikit berubah, tapi cara-cara mereka melakukan framing, masih terus berlangsung.

Jumat (8/3) Prabowo menggelar stadium generale di Kampus UKRI, Bandung. Semula acara itu diformat sebagai Pidato Kebangsaan. Karena tak bisa mendapatkan gedung, akhirnya dipindahkan ke kampus milik Prabowo dan dikemas dalam format akademis.

Sebagai pembuka, Prabowo menyebut satu persatu nama yang hadir. Rupanya Prabowo menyadari ada satu nama yang hadir luput dia sebut. Figur itu adalah adik kandungnya Hasyim Djojohadukusumo.

Dengan nada bercanda Prabowo menyentil panitia karena tidak mencantumkan nama Hasyim dalam teks pidatonya. Hasyim adalah Wakil Ketua Yayasan Pendidikan Kebangsaan dan paling banyak menyumbang dana untuk pengembangan UKRI.

“Jadi panitia, tolong coba nama beliau di atas. Kalau enggak, bisa-bisa dana enggak turun-turun,” ujar Prabowo berkelakar.

Bagaimana Kompas memberitakannya? Laman kompas.com memberitakan dengan framing yang berbeda. Menurut Kompas, Prabowo memarahi panitia. https://regional.kompas.com/read/2019/03/08/18530641/prabowo-marahi-panitia-pidato-kebangsaan-di-kampus-ukri?utm_campaign=Dlvrit&utm_source=Twitter&utm_medium=Social

Sulit untuk memahami ada wartawan Kompas tidak bisa membedakan antara marah dan berkelakar. Jelas sekali dalam pidato itu Prabowo bercanda. Bahkan sepanjang ceramah yang berlangsung selama 90 menit, Prabowo lebih banyak bercanda.

Dia meledek sejumlah pihak. Mulai dari Bawaslu sampai intel pemerintah yang selalu menguntitnya kemanapun dia pergi. Prabowo juga meledek pihak-pihak yang mencoba menghalanginya sehingga tidak ada gedung yang bersedia dan berani ditempati untuk menggelar pidatonya.

Prabowo “pemarah” adalah label yang selama ini coba disematkan oleh lawan politik, termasuk media yang mendukung pemerintah. Jadi jelas pemberitaan kompas.com bukan sebuah kesalahan. Apalagi karena kualitas wartawannya yang rendah tak bisa membedakan marah dan bercanda. Dalam jurnalisme, proses itu disebut framing.

Setelah diprotes, kompas.com akhirnya mengganti artikelnya. Judul dan artikelnya berubah. https://regional.kompas.com/read/2019/03/08/18530641/prabowo-marahi-panitia-pidato-kebangsaan-di-kampus-ukri?utm_campaign=Dlvrit&utm_source=Twitter&utm_medium=Social

Persoalannya tidak selesai sampai disitu. Berita kompas.com sudah telanjur menyebar karena diberitakan juga oleh jaringan tribunnews.com. Anak perusahaan Kompas Gramedia itu memiliki media hampir di seluruh Indonesia.

Berikut beberapa berita yang turun : http://www.tribunnews.com/nasional/2019/03/08/prabowo-marah-ke-panitia-pidato-kebangsaan-nama-adiknya-tak-ada-di-daftar-ucapan-terima-kasih

http://kaltim.tribunnews.com/2019/03/08/capres-prabowo-subianto-marahi-panitia-pidato-kebangsaan-di-sebuah-kampus-kota-bandung

Betapa ngerinya pemlintiran berita tersebut dilakukan oleh sebuah institusi media sebesar Kompas Gramedia Group. Ketika kita membuka google.com dengan kata kunci “Prabowo Marah,” berita-berita tersebut bertengger di atas. Berita-berita itu viral.

Bayangkan betapa besar andil Kompas Gramedia Group menghancurkan citra Prabowo di mata publik. Ketika Prabowo bercanda pun disebut marah.

Seharusnya Tim Prabowo membawa masalah ini ke Dewan Pers, menuntut permintaan maaf, rehabilitasi. Bawa masalahnya ke pengadilan. Tuntut kerugian secara moril maupun materiil. Di tengah masa kampanye, nama baiknya dihancurkan secara sistematis dan terencana.

Sebuah media yang dikelola oleh sekelompok orang-orang yang penuh kebencian dan prasangka, sungguh sangat berbahaya!

Penulis: Andang Burhanuddin
Baca juga :